batampos.co.id – Pasokan gas elpiji tiga kilogram (kg) kembali stabil di wilayah Batuaji dan Sagulung. Namun masyarakat belum sepenuhnya senang karena untuk mendapatkan gas dengan tabung berbentuk melon itu harus merogoh kocek hingga Rp 20 ribu per tabung. Pasalnya, saat ini gas 3 kg lebih banyak menumpuk di pedagang-pedagang eceran.
Penyebabnya, karena banyak pangkalan di dua wilayah tersebut menyuplai gas elpiji 3 kg ke pedagang eceran. Tentunya pedagang eceran menjual gas bersubsidi tersebut di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar Rp 18 ribu untuk mendapatkan keuntungan.
Pantauan di lapangan, pedagang eceran ini umumnya pemilik warung, kios atau kedai kopi di pinggir jalan utama. Gas melon sengaja dibeli dalam jumlah yang banyak dari pangkalan dengan harga nornal yakni Rp 18 ribu per tabung, kemudian dijual lagi seharga Rp 20 ribu per tabung.
Deretan kios yang berjejer di sepanjang pinggir jalan Seibinti dan Kaveling Lama, Sagulung misalkan, mudah mendapati tumpukan gas melon di depan kios. Padahal kios-kios tersebut bukan pangkalan resmi.
Ini disayangkan warga karena menganggap pendistribusian gas 3 kg ini tidak diawasi secara serius. Akibatnya, tidak saja berdampak pada kenaikan harga jual, tapi juga pemicu terjadinya kelangkaan gas selama ini.
”Kenyataan selama ini memang seperti ini pangkalan mendrop ke pedagang eceran. Jadi sulit mendapat gas 3 kg di pangkalan. Kalau di warung eceran banyak dan malahan tak pernah habis, namun harganya sudah mahal, Rp 20 per tabung,” ujar Surya, warga Kaveling Lama, Sagulung, Senin (5/11).
Sejumlah pemilik warung dan kios yang menjual gas eceran tak menampik kalau harga jual gas melon Rp 20 ribu per tabung.
”Ambilnya ya dari pangkalan juga. Kadang kita kasih lebih buat orang pangkalan, makanya dikasih banyak,” ujar Dahlia, pedagang gas eceran di pinggir jalan Seibinti, kemarin.
Sementara pemilik pangkalan kebanyakan mengelak jika mereka bersekongkol dengan pedagang eceran demi mendapatkan keuntungan lebih. Pemilik pangkalan berdalih, stok menumpuk di pedagang eceran karena mereka membelinya dari banyak pangkalan dengan alasan untuk usaha.
”Nggak bisa kami seperti itu. Bisa dicabut izin pangkalan kami. Itu pandai-pandai orang itu saja (pedagang eceran, red). Mereka beli di banyak tempat (pangkalan, red). Belinya bisa dua tiga tabung dalam satu pangkalan dengan alasan untuk usaha,” kata Neni, seorang pemilik pangkalan gas di Seibinti.
Distribusi Mulai Merata
Masyarakat Kota Batam mulai lega atas ketersediaan gas bersubsidi, apalagi distribusinya sudah merata di semua wilayah. Sayangnya, selain di pangkalan, gas bersubsidi itu juga banyak dijual oleh pedagang eceran. Tentunya harga yang diberikan diatas HET.
”Kemarin tak ketemu di pangkalan, belinya di pedagang eceran. Harganya Rp 21 ribu,” ujar Agung, penjual makanan di kawasan Bengkong.
Menurut Agung, ketersediaan gas baru ia lihat hari ini (kemarin, red). Sejumlah pangkalan yang sempat kosong, kini sudah tersedia.
Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR I, Rudi Ariffianto meminta agar masyarakat membeli gas elpiji 3 kg di pangkalan resmi. Selain ketersediaan banyak, harga gas di pangkalan juga relatif normal, yakni Rp 18 ribu.
”Kami minta warga beli di pangkalan resmi, jangan di pengecer,” ujar Rudi, kemarin.
Menurut dia, PT Pertamina juga telah menambah pasokan gas bersubsidi untuk masyarakat kurang mampu di Batam. Sehingga dipastikan pasokan akan aman.
”Hari ini (kemarin, red) ada penambahan fakultatif sebanyak 18.200 tabung. Jadi dipastikan pasokan elpiji 3 kg tetap aman,” sebutnya.
Dijelaskan Rudi, peruntukan elpiji 3kg hanya bagi rakyat miskin dengan penghasilan kurang dari Rp 1,5 jt per bulan atau usaha mikro. Bagi warga mampu, Pertamina menyediakan elpiji non subsidi seperti Bright Gas 5,5kg, Bright Gas 12kg dan Elpiji tabung biru 12 kg serta 50 kg untuk usaha komersial.(she/eja)