batampos.co.id – Perusahaan Gas Negara (PGN) kini menjadi bagian dari keluarga besar Pertamina. Pertamina menjadi induk dari PGN yang nanti akan berperan sebagai sub holding gas. Sehingga semua bisnis gas akan dilakukan PGN bersama dengan anak perusahaan Pertamina yaitu Pertagas.
“Integrasi antara PGN dan Pertagas mudah-mudahan bisa direalisasikan pada pertengahan Desember 2018 palng lambat,” kata Direktur Utama PGN Gigih Prakoso di Kantor PGN Batam dalam acara Media Visit and Sharing Session bersama Dirut PGN Tbk, Kamis (8/11/2018).
Kolaborasi ini berdasarkan amanah dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72/2017 tentang pengukuhan PGN sebagai sub holding gas Pertamina. Peran Pertamina yang menjadi pemegang kepemilikan saham PGN sebanyak 57 persen akan menjadi regulator penentu arah kebijakan.
“Mengapa sub holding gas dibentuk. Karena dulu Pertagas dan PGN selalu bersaing sehingga rantai distribusi gas tidak berjalan maksimal,” paparnya.
Disamping itu, infrastruktur pipa gas yang berbeda antara keduanya menyebabkan tidak meratanya harga gas. Dan hal tersebut sangat dirasakan sekali oleh sektor industri yang masih membutuhkan penyangga dari sisi pasokan bahan bakar.
Jadi dengan bersatunya Pertagas dan PGN, maka dapat meningkatkan utilisasi infrastruktur dan memperkuat rantai pasok.
“Semuanya jadi satu seperti pipa transmis dan distribusinya sehingga bisa lebih meningkatkan utilitas serta efisiensi bagi keduanya,” katanya.
Gigih memperkirakan nilai tambah yang diperoleh dari integrasi ini bisa mencapai 65 hingga 77 juta Dolar Amerika. Sedangkan pertumbuhan bisa meningkat empat kali lipat tiap tahunnya.
Lalu apa saja rencana jangka panjang yang akan dilakukan PGN bersama dengan Pertagas. Pertama mengembangkan jaringan gas (Jargas) untuk menggantikan gas Liquid Petroleum Gas (LPG).
“Jargas itu nanti gantikan LPG yang sekarang masih diimpor dan masih disubsidi. Itu jadi beban negara. Dengan beralih ke Jargas, maka akan menghemat devisa negara,” kata Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Dilo Seno Widagdo.
Dilo mengatakan tiap tahun pemerintah mengimpor lima juta metrik ton LPG pertahun dari total kebutuhan 7 juta metrik ton.
“Kalau bisa dikonversi dengan jargas, maka akan menjadi keuntungan yang besar bagi PGN dan Pertamina,” katanya.
Untuk saat ini harga Jargas adalah Rp 4.250 per kubik atau jika dikonversi ke Dolar Amerika menjadi 8,5 Dolar Amerika per MMBTU.
Jargas dianggap lebih efisien dibanding LPG karena mengalirkan gas secara langsung dari sumur gas melalui pipa distribusi yang dialirkan ke rumah-rumah.
Batam tahun ini mendapat jatah 15 ribu sambungan. Dilo mengatakan jika suatu daerah membutuhkan tambahan sambungan, maka sebelumnya harus merencanakan pemetaan lokasi untuk pemasangan dimana saja. “Tidak bisa ujuk-ujuk langsung minta ke PGN untuk menambah sambungan. Harus ada desainnya dulu,” paparnya.
“Sedangkan untuk Liquid Natural Gas (LNG). Kontraknya saja enam juta ton. Kalau turun ke sub holding gas, maka PGN akan tangani itu juga,” ungkapnya.
Dilo yakin dengan bergabungnya dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, maka ketersediaan pasokan gas untuk kebutuhan rumah tangga dan industri akan terjamin. (leo)