Jumat, 19 April 2024

Rupiah Terpuruk di Awal Pekan

Berita Terkait

batampos.co.id – Bank Indonesia kembali harus melakukan upaya stabilisasi rupiah seiring dengan kembali melemahnya mata uang Garuda. Namun, bank sentral tidak mengorbankan cadangan devisa. Caranya, meningkatkan likuiditas pasar melalui instrumen keuangan yang terbaru. Yakni, membuka lelang transaksi Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dengan target 100 juta dolar AS untuk kemarin.

’’Itu sekaligus menjaga market confidence (kepercayaan pasar) terhadap rupiah sehingga hari ini (kemarin, red) kami buka lelang DNDF dengan target USD 100 juta. Bidding (penawaran) yang masuk USD 140 juta dengan waktu lelang 30 menit dari 15.30–16.00 WIB,’’ jelas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah, Senin (12/11).

Meski menggunakan nilai nominal yang cukup besar, yakni USD 100 juta, Nanang memastikan bahwa otoritas moneter tidak mengeluarkan cadangan devisa (cadev). Sebab, yang diperhitungkan hanya selisih antara kurs lelang DNDF BI dan bank yang memenangkan lelang atau penawaran dibandingkan dengan kurs tengah BI.

’’Yaitu, dua hari sebelum tanggal setelmen. Jadi, tidak menggunakan cadev,’’ katanya.

Mengawali pekan ini, rupiah kembali terpuruk setelah sempat menguat tajam pekan lalu, bahkan hingga menjauhi level psikologis Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (USD). Mengacu Bloomberg, pada penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.820 per USD atau melemah 0,97 persen (142,5 poin) dari penutupan sebelumnya. Sepanjang hari rupiah diperdagangkan dengan kisaran Rp 14.732–Rp 14.836 per USD.

Sementara itu, berdasar kurs tengah BI, rupiah kemarin berada di posisi Rp 14.747 per USD atau melemah dari posisi sebelumnya Rp 15.632 per USD dengan kisaran perdagangan Rp 14.821–Rp 14.673 per USD. Depresiasi rupiah tersebut merupakan yang terburuk di kawasan Asia.

Nanang menyatakan, pelemahan rupiah awal minggu ini sejalan dengan melemahnya seluruh mata uang regional. Hal itu dipicu sentimen negatif atas indikasi pelemahan ekonomi Tiongkok. Juga reaksi pemerintah Italia yang belum bersedia melakukan penyesuaian budget plan sesuai dengan permintaan Uni Eropa.

“Itu memicu pelepasan saham, mulai dari pasar modal AS ke pasar Asia. Kemudian, aksi beli surat obligasi pemerintah AS sebagai instrumen yang aman (flight to quality) dan menurunnya harga komoditas,’’ jelas Nanang.

Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Eric Alexander Sugandi menuturkan, ada faktor eksternal dan domestik yang memengaruhi pelemahan rupiah kemarin. Dari eksternal, antara lain, ekspektasi pelaku pasar mengenai makin kuatnya kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada Desember. Ada juga ekspektasi akan naiknya harga minyak dunia karena pemerintah Saudi menyatakan keinginan untuk memangkas kuota produksi.

Sementara itu, dari domestik, depresiasi rupiah dipicu dampak lanjutan dari rilis CAD Indonesia yang membengkak di kuartal III 2018 jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Sebagaimana diketahui, pada kuartal III, CAD menembus USD 8,8 miliar.(ken/c22/fal/jpg)

Update