Rabu, 24 April 2024

Melihat Upaya Kemkominfo Memberagus Konten Negatif: Bentuk Tim Ais, Bekerja 24 Jam, Take Down Konten & Akun Porno, Hoaks, SARA, dan Terorisme

Berita Terkait

Kemajuan teknologi informasi saat ini di satu sisi memberi manfaat luar bisa di berbagi sendi kehidupan masyarakat, khususnya layanan berbasis digital. Namun di sisi lain, bermunculan konten-konten negatif mengandung pornografi, hoaks, ujaran kebencian bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), hingga penyebaran paham radikal dan terorisme. Apa upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI memberangus konten negatif itu?

MUHAMMAD NUR, Batam

ERRY Syahrial dan rekan-rekannya di Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kepri benar-benar dibuat sibuk beberapa bulan belakangan ini. Banyak anak-anak di bawah umur yang terlibat kasus pornografi dan pornoaksi serta kasus asusila yang butuh pendampingan.

Kasusnya beragam. Yang masih hangat kasus pornografi yang melibatkan siswa-siswi SMPN 28 Batam pada September 2018 lalu. Mereka ketahuan menonton video porno dan membagikan tautan ke teman-temannya dalam grup percakapan di jejaring sosial.

Pihak sekolah telah memangil orang tua dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Anak-anak mereka sempat terancam dikeluarkan dari sekolah, sehingga salah satu orang tua siswa melaporkan kasus ini ke KPPAD Kepri.

Dirkrimsus kombes Rustam Mansur bersama Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Erlangga memberikan keterangan saat ekspos tindak pidana pelanggaran UU ITE di Mapolda Kepri, Rabu (3/10/2018) silam. Foto. Cecep Mulyana/Batam Pos

Kepala Sekolah SMPN 28 Batam Boedhi Kristijorini membenarkan ada siswanya yang terlibat kasus tersebut. Namun hanya tiga anak, bukan enam seperti ramai diperbincangkan. Mereka kedapatan berbagi tautan akses konten video porno.

Kejadian ini bermula saat guru di sekolah itu menelusuri beberapa siswa dan siswinya yang minat belajarnya menurun drastis.

“Sebagai guru, kami cari tau apa penyebabnya dan itu salah satu bagian dari tugas kami,” kata Boedhi, Senin (8/10/2018) lalu.

Ternyata setelah diusut, anak didiknya yang sering melamun dan semangat belajarnya menurun karena terlalu sering menghabiskan waktu main game di waruang internet (warnet) di kawasan Taman Raya, Batam Center, Kota Batam. Selain main game, mereka juga banyak menghabiskan waktu berselancar di dunia maya, salah satunya di media sosial facebook.

Kepala sekolah dan para guru kemudian minta siswa tersebut membuka akun facebook-nya. Guru lalu mencoba menelusuri riwayat aktivitas anak didik mereka itu di facebook. Hasilnya mengejutkan, mereka menemukan percakapan intensif di grup massanger facebook yang diberi nama “Anti Mojok Mojok Klub yang disingkat Momok”. Grup ini berisikan anak-anak dari berbagai sekolah.

Boedhi kemudian melihat isi percakapan via massanger dengan dua siswi SMPN 28 yang lain.

“Saat kami buka isinya, kami kaget, ternyata ada postingan film (porno, red),” ungkapnya.

Namun Boedhi memastikan ketiganya membuka tautan film porno itu di luar sekolah. Aktivitas itu dilakukan karena ketiga anak muridnya itu kurang diawasi orangtuanya yang sibuk bekerja.

Ketiga anak tersebut meski tidak diberhentikan dari sekolah, namun mendapat peringatan keras. Satu siswa laki-laki akhirnya memilih pindah ke pesantren atas dorongan orangtuanya. Sementara dua siswinya masih tetap sekolah di SMPN 28.

“Kami memang tidak mengeluarkan mereka, karena setiap anak punya hak mendapatkan pendidikan yang layak. Tapi kami membuat perjanjian dan meminta orangtuanya mengawasi anaknya,” ungkap Boedhi.

Erry menyebut, kasus pornografi, pornoaksi, maupun kasus asusila anak di Batam sudah masuk level darurat. Tren kasus pornografi anak di Batam terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Sepanjang Januari-Juni 2018 saja ada 64 kasus di Kepri. Sebanyak 46 kasus terjadi di Kota Batam. Jumlah ini berpotensi bertambah,” uangkap Erry, Kamis (15/11/2018) pagi.

Selain di SMPN 28, Erry juga mengaku tengah menangani kasus pornografi di sejumlah sekolah Dasar dan SMP di Batam. Juga beberapa kasus di luar Batam.

Bahkan ada satu kasus pornoaksi yang dilakukan siswa dan siswi salah satu SMA di Batam yang lebih parah dari kasus SMPN 28. Ada siswa yang kedapatan membuat konten porno yang kemudian menyebar ke temannya yang lain.

“Korbannya satu orang. Pelaku sudah diproses hukum. Kami tetap pantau perkembangan kasusnya,” ungkapnya.

Parahnya lagi, ada juga beberapa kasus pornoaksi yang dilakukan beberapa siswa SD di Batam akibat orang tua si anak yang sibuk bekerja membekali smartphone ke anak-anaknya tanpa mengawasi. Mereka leluasa mengakses konten-konten porno di berbagai platform digital yang menyajikan konten porno, lalu dipraktikkan dengan teman-teman dan sudaranya.

Bukan hanya anak-anak di lingkungan sekolah, Erry menyebut kasus pornografi anak ini juga terjadi pada anak-anak di luar liangkaran sekolah. Baik anak yang memang tidak sekolah, atau anak-anak putus sekolah.

“Semua bermula dari kebiasaan buruk mereka mengakses konten-konten porno di dunia maya maupun di media sosial,” ujar Erry.

Mengakses konten porno lalu menonton sendiri ataupun ramai-ramai dari kajian KPPAD maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menjadi pintu masuk perilaku menyimpang dan seks bebas pada anak-anak maupun dewasa.

“Setelah menonton muncul keinginan untuk mempraktikkannya. Ujung-ujungnya terjadi kasus asusila,” kata Erry.

Tidak hanya pornografi dan pornoaksi yang mengancam generasi muda Indonesia, tapi kini makin berkembang. Antara lain ancaman berita hoaks yang kadang dibagikan ke berbagai jejaring sosial tanpa verifikasi mendalam. Sehingga tak sedikit kaum milenial yang berpotensi terjerat UU ITE.

Begitupun dengan ujaran kebencian bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang kian terasa jelang pilpres 2019. Bahkan, ancaman perekrutan dan penyebaran paham radikal dan terorisme melalui beberapa website atau platform digital lainnya, salah satunya melalui media sosial.

“Berbagi tautan atau menyebarkan tautan informai hoaks, SARA, maupun konten porno ini yang paling berpotensi menjerat anak-anak milenial. Jadi harus bijak bermedsos, jangan sampai terjerat kasus pelanggaran UU ITE,” ujar Erry.

***

Kasus yang terjadi di Batam, Kepulauan Riau itu, hanya beberapa dari sekian banyak kasus akibat mudahnya mengakses konten-konten negatif dari berbagai platform digital yang menyajikan konten porno. Apalagi saat ini, nyaris seluruh wilayah Indonesia terjangkau layanan internet. Kalaupun ada yang masih terisolasi di daerah hinterland dan perbatasan, hanya beberapa titik saja. Kini pemerintah melalui Kemkominfo lewat proyek besarnya bernama Palapa Ring, akan menjangkau semua wilayah yang selama ini masih terisolir dari akses informasi.

Kehadiran teknologi informasi yang kian hari kian bekembang pesat tak bisa ditolak. Sebab, ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dari makin lancarnya akses informasi saat ini. Namun, perlu ada upaya untuk menyaring konten-konten negatif, konten yang mengandung kebencian bernuansa SARA, berita bohong alias hoaks, hingga penyebaran konten-konten yang mengajak pada tindakan radikalisme ataupun penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme yang membahayakan.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadi ujung tombak harapan masyarakat dalam menyaring konten-konten negatif itu. Meski tidak mudah karena teknologi terus berkembang setiap detik dan menitnya, namun KemKominfo terus melakukan “jihad” memberangus konten-konten negatif yang berpotensi merusak generasi muda Indonesia, maupun masyarakat Indonesia secara umum .

Selain menginisiasi dan melahirkan beberapa regulasi atau aturan hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi maupun akses dan penyebaran konten serta aplikasi digital, Kemkominfo juga membentuk tim khusus yang diberi nama Tim Ais yang dibentuk sejak Januari 2018. Tim ini bertugas melakukan patroli siber untuk menggais konten internet negatif. Tim ini berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika.

Tim Ais ini bekerja bersama Mesin Pengais Konten yang beroperasi 24 jam setiap harinya tanpa henti. Tim Ais terdiri atas IT Lead dan Verifikator Konten. Jumlahnya mencapai 70 orang. Semuanya memiliki kualifikasi di bidang IT.

Plt Kabiro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu.
Foto: twitter@Fsetu

“Mereka bertugas men-take down konten negatif dan akun-akun yang membahayakan,” ujar Pelaksana tugas (plt) Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Ferdinandus Setu, Senin (12/11/2018) lalu.

Pemblokiran situs web yang memuat konten pornografi sudah dilakukan secara bertahap sejak beberapa tahun lalu. Kemudian diintensifkan di 2018. Juga men-take down akun-akun media sosial yang mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik bermuatan pornografi.

Klasifikasi atau kategori Pornogragi kata Nando, sapaan akrab Ferdinandus Setu, mengacu pada UU No 44 tahun 2008 tentang Pornografi.

Semua konten dan akun yang masuk kateori mengandung unsur pornografi sebagaimana diatur dalam UU 40/2008 tersebut dapat di-take down Tim Ais yang secara terus menerus melakukan patroli siber.

“Total website yang telah diblokir oleh Kemkominfo hingga awal November 2018 ini sudah 912 ribu. 80 persen di antaranya adalah konten pornografi,” sebut Nando.

Namun ia mengakui, meski sudah ada 70 orang yang memiliki kelebihan di bidang IT yang terus menerus melakukan patroli siber, namun belum 100 persen berhasil diblokir. Masih banyak website atau platform digital lainnya yang menyediakan konten-konten porno. Khususnya website yang berbasis di luar negeri.

Nando menjelaskan, sistem hukum antara Indonesia dengan banyak negara lain terutama Amerika dan Eropa berbeda. Amerika dan Eropa hanya melarang pornografi anak, sedangkan pornografi selain anak adalah industri yang legal. Inilah yang menyebabkan jutaan web pornografi yang digerakkan industri pornografi tetap marak di dunia.

“Yang dilakukan Indonesia (Kemkominfo) adalah memblokir aksesnya dari wilayah Indonesia, sehingga masyarakat di Indonesia tak bisa mengaksesnya,” tegas Nando.

Dalam melakukan patroli siber menyisir konten negatif dan akun-akun berisi konten negatif, Tim Ais Kemkominfo juga menjalin kerja sama dengan Google dengan mengaktifkan Safe Search, yakni fitur untuk membersihkan mesin pencarian Google dari konten-konten pornografi.

“Saat ini kalau kita ketik ‘porn’ atau ‘bokep’ di mesin pencari Google, tidak akan lagi diarahkan ke web-web pornografi karena web-web tersebut sudah diblokir dari Indonesia,” ujar Nando.

Selain memblokir web dan akun yang berkonten porno dan membahayakan, Kemkominfo juga selalu mendorong munculnya platform digital bermanfaat di Indonesia. Itulah mengapa saat ini Indonesia sudah memiliki empat start up unicorn, yakni perusahaan yang memiliki valuasi di atas 1 Miliar USD seperti Go-Jek, TokoPedia, BukaLapak, dan Traveloka.

Selain itu, Kemkominfo juga memberikan ruang bagi platform digital internasional untuk beroperasi di Indonesia.

“Namun kami selalu ingatkan untuk comply dengan ketentuan regulasi Indonesia. Kemkominfo tak segan-segan melakukan pemblokiran terhadap platform digital yang langgar UU Indonesia,” tegas Nando.

Kemkominfo bahkan pernah blokir Telegram karena dugaan digunakan jaringan tertentu untuk berbagai hal yang menyangkut terorisme, lalu TikTok karena tak ramah anak, Vimeo, dan Tumblr. Namun ketika mereka bersedia membersihkan konten-konten dan akun-akun yang dilarang di Indonesia, Kemkominfo kembali memberi laluan.

“Intinya mereka harus taat aturan negara kita,” teganya lagi.

Langkah lain yang dilakukan Kemkominfo adalah selalu bekerjasama dan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain selaku instansi pengawas & pengatur sektor. Untuk konten pornografi, hoaks, dan radikalisme, Kemkominfo bekerjasama dengan Mabes Polri. Sedangkan untuk konten-konten terkait obat-obatan terlarang yang dijual di internet, Kemkominfo bekerjasama dangan Badan PPOM Kemenkes RI.

“Kami juga bekerjasama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) untuk konten radikalisme dan terorisme,” ujar Nando.

Mantan jurnalis ini mengakui anak muda atau kalangan milenial memang terbilang paling rentan mengakses pornografi, menyebar berita hoaks, kebencian bernuansa SARA, bahkan bisa jadi ada yang terpapar paham radikalisme dan terorisme di dunia siber.

Guna mengantisipasi hal itu, selain meng-take down konten dan akun-akunnya, Kementerian Kominfo juga menginisiasi Gerakan Nasional Literasi Digital yakni Siberkreasi. Gerakan ini diinisiasi pada Oktober 2017. Hingga awal November 2018, sudah lebih dari 90 instansi (Kementerian, Lembaga, BUMN, PTN, Organisasi) yang bergabung untuk mengkampanyekan literasi digital kepada masyarakat Indonesia.

Nando menyebut banyak anak muda yang terlibat dalam gerakan ini seperti Cameo Project atau PARFI 65. Salah satu program dari Siberkreasi adalah memproduksi buku-buku dan konten-konten yang menarik yang disukai anak muda. Misalnya lebih banyak berbentuk infografis, videografis, dan konten bermanfaat lainnya.

Upaya yang tak kalah pentingnya yang dilakukan Kemkominfo untuk mencegah penyebaran konten porno, hoaks, SARA, paham radikalisme dan terorisme serta berbagai konten negatif lainnya adalah penerapan UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

UU ITE sudah secara tegas mengatur larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diakses informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan: pornografi, judi online, pencemaran nama baik, pengancaman, pemerasan, hoaks, penipuan online, kebencian, dan permusuhan berdasarkan SARA.

Selain itu, saat ini Kemkominfo juga sudah mengajukan naskah Revisi PP No 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik sebagai implementasi dari UU ITE.

“Di revisi PP 82 ini nanti, ada sejumlah ketentuan yang mewajibkan platform digital untuk turut bertanggung jawab atas setiap konten yang diposting oleh pengguna atau user-nya. “Jadi makin terkendali,” tegas Nando.

Dengan kata lain, para penyedia aplikasi digital, termasuk media sosial, baik itu facebook, twitter, instagram, whatsapp, line, telegram, dan lainnya, memiliki tanggungjawab hukum, baik secara perdata maupun pidana terhadap setiap konten yang diunggah penggunanya.

Ke depan, Kemkominfo juga akan mengoptimalkan tiga pendekatan yang sudah dilakukan. Pertama, pendekatan Literasi Digital melalui gerakan nasional Siberkreasi dengan melibatkan lebih banyak lagi mitra kerja.

Kedua, pendekatan teknologi dengan makin maksimalkan kerja Mesin Pengais Konten Internet Negatif, menambah personil Tim Ais.

Ketiga, pendekatan Hukum dengan menyiapkan regulasi-regulasi tambahan bila diperlukan untuk meningkatkan efek jera bagi Netizen dan pemilik platform digital. Apalagi teknologi informasi juga berkembang dinamis, yang menuntut penyesuaian sejumlah regulasi agar tetap dalam bingkai ketentuan yang diatur negara ini.

“Kami juga berharap peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama memberangus konten maupun akun-akun atau aplikasi negatif. Ini tugas kita bersama untuk menyelamatkan generasi milenial dan masyarakat Indonesia,” ujar Nando.

***

Sementara itu, di daerah seperti Batam, sejumlah lembaga sudah mulai mengambil peran untuk mengantisipasi pornografi, pornoaksi, penyebaran berita hoaks, konten kebencian bernuansa SARA, perjudian online, paham radikalisme, dan terorisme, serta berbagai konten negatif lainnya di jagad maya.

Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau contohnya. Kapoldanya, Irjen Pol Andap Budhi R tak lama setelah menjabat langsung membuat gebrakan untuk mencegah masyarakat Kepulauan Riau dari informasi bohong alias hoaks.

Andap mengajak sejumlah tokoh yang punya prestasi di berbagai bidang membuat konten video berisi ajakan menjauhi berita-berita atau informasi hoaks. Beberapa tokoh yang dilibatkan antara lain, aktor Okkan Cornelius, artis dan penyanyi Bemby Putuanda, model Ovi Dian, artis dan presenter Gilang Dirga dan Ramsi, serta artis dan penyanyi jebolan KDI, Selfie.

Sedangkan atlet nasional yang diajak ikut melawan hoaks antara lain pebulutangkis ganda campuran Tontowi Ahmad dan Lilyana Natsir, atlet nasional sepak takraw Husni Uba, mantan atlet nasional bulutangkis Marleve Mainaky dan Hariyanto Arbi dan beberapa politisi Batam. Salah satunya anggota Komisi II DPRD Batam, Hendra Asman.

“Pesan-pesan anti hoaks melalui video-video yang melibatkan tokoh ini mudah-mudahan bisa mengedukasi masyarakat Kepri untuk menghindari informasi hoaks,” tegas Andap, di Graha Pena Batam awal November 2018 lalu.

Di level dunia pendidikan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Hendri Arulan mulai menerapkan aturan larangan membawa smartphone ke ruang kelas selama proses belajar mengajar berlangsung.

“Kita juga berharap peran orang tua mengawasi anak-anaknya agar tak terpapar konten-konten negatif. Ini tugas kita bersama,” ujar Hendri.

Psikolog dari Rumah Sakit Awal Bros (RSAB) Batam, Mariana juga menyarankan hal serupa. Menurutnya, orang tua memiliki tanggungjawab yang lebih besar dalam mengawasi dan mendidik anak-anaknya.

“Peran orang tua sangat penting untuk membatasi pemakaian smartphone bagi anak-anak dan mengawasi konten-konten yang ada di dalamnya,” ujar Mariana, Senin (8/10/2018) lalu.

Ketua Dewan Pendidikan Kota Batam, Sudirman Dianto, juga berpendapat sama. Tanggungjawab mendidik anak-anak agar menjauhi konten negatif di dunia siber, bukan hanya tanggungjawab Kemkominfo dan pelaku pendidikan.

“Semua harus peduli,” tegasnya, Senin (8/10/2018) lalu.

Menurutnya, bekal nilai, sopan santun, norma dan etika juga harus dilakukan sejak di rumah. Dan orang tua memiliki andi besar.

“Mari kita selamatkan generasi kita dari konten negatif. Mari kita arahkan pada kegiatan atau konten-konten positif. Ini tugas bersama,” ujarnya. ***

Update