Jumat, 19 April 2024

Hentikan Pembunuhan Gajah

Berita Terkait

Tim Dokter hewan BKSDA Aceh melihat kondisi gajah yang mati di kawasan pegunungan Kreung Tijei, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya, NAD, Kamis (15/11). (IHSAN/RAKYAT ACEH/JPG)

batampos.co.id – Aksi pembunuhan gajah, hewan dilindungi yang memiliki belalai dan gading itu, hingga kini belum bisa dihentikan. Para pemburu gajah hanya menginginkan gadingnya untuk diperdagangkan secara ilegal.

Motif ini yang diduga menimpa seekor gajah jantan yang ditemukan mati di kawasan pegunungan Krueng Tijei, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mensinyalir gajah tersebut dibunuh dengan motif pemburuan gading, apalagi gadingnya telah hilang.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, pihaknya telah menerima laporan kematian gajah di kawasan dari kepala resort, Rabu (14/11) lalu. Ia langsung mengirimkan tim ke lokasi bangkai gajah untuk melakukan nekropsi.

Tim yang diturunkan terdiri dari dari dua dokter hewan, masing-masing Drh Rosa Rikahandayani dan Drh Ridwan, Mahot, dan aparat polisi dari Polres Pidie. Setelah dilakukan TKP oleh tim dokter BKSDA Aceh, diketahui bahwa gajah tersebut dibunuh dan telah mati selama sepekan lebih atau berkisar delapan hingga sembilan hari.

Gajah itu diketahui telah berusia 10 tahun. Saat tim ke lokasi dan melakukan nekropsi, kata Sapto, sebagian gading telah hilang, tapi masih tersisa pangkal sepanjang 25 cm. Tim dokter hewan BKSDA juga melakukan pemindaian di bangkai gajah dengan metal detektor. Namun, tidak ditemukan unsur logam yang tertinggal.
“Gading gajah tersebut dipotong dengan sangat rapi. Bangkai gajah tersebut sudah rusak karena kematiannya sudah lebih seminggu. Untuk mengetahui penyebab kematiannya, tim dokter mengambil sampel organ dalam untuk diuji di laboratorium pusat,” sebutnya, Kamis (15/11).

Untuk mengetahui penyebab kematian gajah tersebut baru dapat disimpulkam paling cepat dua pekan, selambatnya sebulan setelah dilakukan uji laboratorium. Sapto juga menyebutkan, di lokasi tempat matinya gajah tersebut bukan kawasan konflik antara gajah dengan manusia dan dekat dengan kawasan hutan lindung.

Sebelumnya, salah seorang petani kebun di kawasan pegunungan Krueng Tijei, Bang Wi nama panggilannya mengaku sudah melihat bangkai gajah yang berusia muda tersebut yang dibunuh oleh orang yang tidak bertanggung jawab. “Dari kondisi di sekitar lokasi bangkai gajah yang dipenuhi tumpahan darah, gajah tersebut mati dibunuh, tapi bukan oleh pemburu gading, karena gajah itu belum ada gading,” terangnya sambil memperlihatkan vidio bangkai gajah yang direkamnya.

Saat tim BKSDA ke lokasi bangkai gajah tersebut, juga turut membawa pria yang sudah menguasai seluk beluk dari sebagian kawasan hutan tersebut, sebagai penunjuk jalan untuk sampai ke lokasi bangkai gajah. Selama ini, Bang Wi mengaku sering melihat orang yang tak dikenal kerap kali masuk hutan kawasan tersebut yang tak diketahui penyebabnya, tetapi membawa senjata. Orang tersebut yakinnya berasal dari luar Aceh. “Orang yang saya tidak kenal sering sekali masuk ke hutan ini. Saya juga meyakini mereka adalah penburu satwa,” terangnya.

Berdasarkan data BKSDA Aceh, terhitung antara 2017- Juli 2018, total 13 individu gajah mati dibunuh. Dari jumlah tersebut, delapan individu gajah mati di Aceh Timur. Catatan WWF-Indonesia sekitar puluhan hingga ratusan ekor gajah mati dibunuh selama beberapa tahun belakangan. (mag-78/mai/jpg)

Update