Sabtu, 20 April 2024

Dukungan untuk Nuril Semakin Besar

Berita Terkait

batampos.co.id – Mahkamah Agung (MA) sudah menyatakan Baiq Nuril Maknun bersalah. Lewat putusan Nomor 574/Pid.Sus/2018 mereka menghukum Nuril enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta. Namun, Nuril tidak sendirian. Semakin banyak pihak bahu membahu mendukung perempuan asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. Seluruhnya percaya bahwa Nuril merupakan korban yang tidak patas dipidana.

Gelombang dukungan untuk Nuril datang dari banyak kalangan. Jumat (16/11) Komisi Nasional (Komnas Perempuan), Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik), LBH Pers, dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menggaungkan kembali dukungan terhadap Nuril. Tidak hanya itu, Nuril juga mendapat support dari sejumlah publik figur tanah air.

Aktris Olga Lydia termasuk salah seorang yang memberikan perhatian lebih. Menurut dia putusan terhadap Nuril tidak masuk akal. Olga menyebut, putusan tersebut tidak logis. ”Itu menurut saya sangat aneh,” kata dia ketika diwawancarai Jawa Pos kemarin. Dia menyampaikan hal tersebut lantaran tidak habis pikir, Nuril yang notabene adalah korban pelecehan seksual kena hukuman lantaran berusaha membela diri.

Karena itu, sejak kali pertama mengetahui putusan MA untuk Nuril, Olga mengaku sangat gelisah. Hal itu pula yang membuat dirinya berdiri untuk mendukung Nuril. ”Saya pikir keadilan harus ditegakkan,” ujarnya. Tentu saja dia tidak sendirian. Publik figur lain seperti Ernest Prakasa, Tompi, Pandji Pragiwaksono, Putri Patricia, dan Yosi Project Pop disebut Olga turut mendukung Nuril.

Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Azriana R. Manalu tegas menyatakan bahwa putusan terhadap Nuril tidak boleh didiamkan. Sebab, akibatnya berbahaya. ”Kasus Ibu Nuril jangan sampai jadi momok untuk perempuan-perempuan korban kekerasan seksual,” ujarnya. Boleh jadi, sambung dia, bila tidak ada yang peduli kepada Nuril, perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual tidak lagi berani mencari keadilan.

Mereka memilih diam lantaran khawatir malah balik dinyatakan bersalah. Untuk itu, Azriana juga mendorong agar pelecehan seksual yang dialami Nuril turut diproses hukum. ”Berikan keadilan kepada Ibu Nuril dalam kasus pelecehan seksual itu,” imbuhnya. Dia pun menyampaikan bahwa keputusan merekam percakapan yang diambil oleh Nuril sudah tepat. Hanya saja, dia menyayangkan keputusan MA yang malah menghukum Nuril.

Keputusan itu juga dinilai menyakitkan oleh Direktur LBH Apik Siti Mazuma. Sebab, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang tercatat oleh lembaganya cukup tinggi. Sepanjang tahun lalu saja jumlahnya menyentuh angka 139 kasus. Dia pun sependat dengan Azriana, perempuan korban pelecehan akan pasrah. ”Saya yakin (putusan untuk Nuril) akan membuat korban kekerasan seksual yang lain memilih diam,” imbuhnya.

Siti menyampaikan keterangan itu berdasar pengalaman LBH Apik mendampingi perempuan korban pelecehan seksual. Dia menyampaikan, yang berani melapor kepada LBH Apik belum tentu bersedia memproses hukum pelaku pelecehan. Banyak di antara mereka takut. Padahal mereka adalah korban yang berhak mencari keadilan. Karena itu, menurut dia Nuril tidak seharusnya dihukum.

Ketua Paguyuban Korban Undang-Undang (PAKU) ITE Muhammad Arsyad juga menyatakan dukungan langsung untuk Nuril. Dia menyebut, bisa jadi MA keliru atau malah kurang hati-hati dalam memutus kasasi terhadap Nuril. ”Ibu Nuril itu korban sebuah pelecehan yang mencoba membela diri,” terang dia. Dalam posisi saat ini, dukungan untuk Nuril tidak boleh putus. Selain advokasi, Arsyad menyebutkan, pihaknya juga berusaha menggalang dana.

Namun demikian, galang dana itu tidak berarti mereka membenarkan putusan MA yang juga menerapkan sanksi denda kepada Nuril. Melainkan untuk menunjukan kepada lembaga peradilan tertinggi di tanah air tersebut banyak yang peduli kepada Nuril. ”Sejauh ini sudah lebih dari 200 juta terkumpul,” imbuhnya. Sesuai denda, PAKU ITE menarget jumlah uang yang terkumpul Rp 500 juta.

Peninjauan Kembali (PK) dan amnesti dari Presiden Joko Widodo adalah dua harapan untuk Nuril. Melalui PK, putusan MA bisa berubah. Lewat amnesti dari presiden, mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram itu bisa bebas hukuman. Saat ini, tim penasihat hukum Nuril tengah menyiapkan berkas PK. Namun, itu masih terkendala salinan putusan. ”Sampai sekarang tim kami belum menerima,” ucap Aziz Fauzi, penasihat hukum Nuril.

Sejauh ini, pria yang akrab dipanggil Aziz itu menyebut, tim penasihat hukum Nuril baru menerima petikan putusan. Sehingga berkas PK belum bisa dibuat lengkap. Mereka sadar perlu novum atau bukti baru untuk mengajukan PK. Namun, masih ada peluang lain apabila bukti baru tidak ditemukan. PK juga bisa diajukan dengan memakai alasan yuridis lain. ”Misalnya dalam putusan kasasi dimaksud terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata,” imbuhnya.

Dalam putusan MA untuk kliennya, kata Aziz, jelas tampak kekhilafan dan kekeliruan nyata. Apalagi jika melihat putusan pengadilan tingkat pertama. Nuril bebas dari jeratan pasal 27 (1) UU ITE. Sebab, dia tidak terbukti melanggar pasal tersebut. ”Klien kami hanya memberikan HP secara konvensional. Tidak ada transaksi elektronik. Transaksi elektronik terjadi kalau ada dua lebih perangkat yang terhubung secara aktif,” bebernya.

Aziz pun tegas menyebut, bukti yang dihadirkan jaksa dalam persidangan di pengadilan tingkat pertama bisa disebut cacat. Alasannya, mereka tidak bisa menunjukan bukti primer. Yang dihadirkan dalam sidang tersebut merupakan salinan. ”Sehingga bertentangan dengan pasal 5 dan pasal 6 UU ITE,” ucap dia. Bahkan, dalam sidang itu juga muncul ketidaksesuaian antara rekaman dengan transkrip rekaman.

Tidak heran, lanjut Aziz, banyak yang merasa janggal ketika putusan MA bertolak belakang dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Selain banyak fakta yang sudah terungkap di persidangan sebelumnya, Nuril jelas adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan atasannya. Dia merekam percakapan lewat telepon untuk melindungi diri dan mempertahankan martabat.

Lebih lanjut, Aziz menyampaikan, saat ini tim penasihat hukum Nuril juga tengah mengupayakan penundaan eksekusi putusan MA terhadap Nuril. Itu penting agar Nuril tidak segera dijebloskan ke dalam penjara. Kemarin, tim penasihat hukum Nuril menerima surat panggilan terdakwa yang sudah ditandatangani oleh kepala Kejaksaan Negeri Mataram. Dalam surat itu tertulis bahwa Nuril diminta menghadap kepada jaksa Rabu pekan depan (21/11).

Menurut Direktur Eksekutif ICJR Anggara surat itu sama dengan panggilan eksekusi putusan MA untuk Nuril. Artinya, Nuril besar kemungkinan bakal menjalani hukuman mulai pekan depan. Upaya mengajukan PK memang tidak lantas membuat Nuril bebas dari putusan MA. Namun, Anggara menyebut bahwa eksekusi hanya bisa dilakukan apabila sudah ada salinan putusan.

”Jika jaksa tetap melakukan eksekusi tanpa adanya salinan putusan ataupun hanya berdasarkan petikan putusan (mengeksekusi putusan MA), maka dengan itu tindakan yang dilakukan oleh jaksa merupakan perbuatan melawan hukum,” beber Anggara. Itu sama saja dengan melanggar aturan dalam pasal 270 KUHAP. Dia berharap besar jaksa di Mataram patuh terhadap aturan tersebut. (syn/jpg)

Update