Jumat, 29 Maret 2024

Menjadi Pemimpin

Berita Terkait

Apa hal pertama yang Anda pikirkan ketika menjadi pemimpin?

Terkadang, seorang pemimpin baru itu merasa bingung. Tidak tahu harus ngapain. Tak mengerti apa saja yang harus dikerjakan. Browsing atau utak-atik buku leadership jadi langkah awal. Biar tidak terkesan goblok. Kwakakakakak.

Namun itu hal yang biasa. Sangat-sangat lumrah. Karena harus memulai petualangan baru. Pekerjaan baru yang sebelumnya belum pernah dikerjakan. Maklum, menjadi pemimpin itu tidak mudah. Banyak yang diurus.

Tidak jarang pula, banyak pemimpin baru yang memilih meneladani orang-orang hebat. Terutama dalam hal sikap, sifat, dan mekanisme kerja. Itu juga baik. Selama yang diteladani orang-orang baik dan sukses.

Kalau saya, berupaya mengo-laborasikan empat sosok pemimpin penting dalam hidup saya. Almarhum ayah saya Supriyono, idola saya Dahlan Iskan, Chairman Kaltim Post Group Zainal Muttaqin, dan Presiden Persebaya Surabaya Azrul Ananda.

Empat orang ini merupakan sosok paling berpengaruh dalam hidup saya. Mereka memiliki kesamaan. Orang lapangan, mau berkotor-kotor ria, pekerja keras, tidak cengeng, konsisten dengan keputusannya. Mereka semua terjun langsung ke lapangan ketika menjadi pemimpin.

“Terjun langsung ke lapangan. Ibda’ binafsi, mulailah dari diri sendiri. Sebagai seorang pemimpin menjadi contoh adalah hal yang paling efektif. Karena jika hanya omongan, maka anggota merasa enggan untuk melakukannya. Apalagi jika pemimpin tak pernah membuktikan atau mempraktikkan apa yang diucapkannya,” salah satu intisari dalam buku Leadership ala Dahlan Iskan.

Etos kerja harus ditularkan. Ayah saya misalnya. Ketika mengerjakan proyek, tak segan turun langsung membantu anak buahnya. Memberi contoh yang baik. Karena, jika hasilnya baik semua akan baik. Trust akan muncul. Borongan proyek otomatis mengantre.

Dahlan Iskan juga sama. Ketika menjabat bos Jawa Pos, PLN, maupun BUMN, sema-ngat kerja, kerja, kerja ditularkan. Dia lebih memilih blusukan ke daerah. Mencari solusi dan membuat inovasi di lapangan. Di PLN saja, dia menduduki kursi direktur utama setelah enam bulan dilantik. Enam bulan awal, dia blusukan untuk memetakan masalah.

Suhu saya, Zainal Muttaqin juga sama. Ketika membesarkan Kaltim Post yang dulunya tidak seberapa, tak segan kelayapan keliling Kalimantan untuk mengecek langsung kerja-kerja anak perusahaan. Di tangannya, Kaltim Post menjadi koran di luar Jawa dengan pembaca terbanyak di Indonesia. Tangan dinginnya juga melahirkan pemimpin-pemimpin hebat yang saat ini memimpin berbagai perusahaan.

Demikian pula dengan Azrul Ananda. Sama seperti saya, di usia yang masih muda, harus memikul tanggung jawab besar memimpin perusahaan besar dengan ribuan karyawan. Inovasi terus ditelurkan. Salah satu yang paling fenomenal adalah rubrik anak muda, yang mengantarkan Jawa Pos menjadi koran anak muda terbaik di dunia.

Meneladani sosok dalam memimpin itu sangat baik. Sikap dan sifat saya digembleng ayah saya. Untuk urusan manajemen belajar dari Dahlan Iskan. Tegas, berani, dan konsisten dalam mengambil keputusan diajari Zainal Muttaqin. Melahirkan inovasi-inovasi belajar dari Azrul Ananda.

Menjadi pemimpin itu ngeri-ngeri sedap. Pro dan kontra selalu menemani. Tidak hanya dari tim atau anggota kita, sesama pimpinan pun juga demikian. Tidak semua yang kita putuskan mendapat dukungan. Terutama dari mereka yang merasa terusik.

Kendati demikian, di sinilah peran leadership bermain. Apakah kita langsung drop ketika tidak didukung. Atau justru semakin termotivasi untuk menunjukkan bahwa keputusan kita benar.

Begitu juga sebaliknya. Ketika keputusan kita didukung, tidak serta-merta sok merasa menang. Ini justru jadi tantangan bagi kita untuk membuktikan bahwa keputusa kita benar. Bahwa ucapan kita benar.

Banyak pemimpin yang kerjanya hanya omong doang. Yang tidak suka dengan ide-ide baru. Lebih memilih mempertahankan egonya. Mengutamakan pendapatnya.

Namun, tidak sedikit pula yang enggan mengambil risiko. Tidak berani mengambil keputusan. Selalu menyerahkan kepada anggotanya atau pimpinan di atasnya. Kalau dapat pemimpin seperti ini, tinggal tunggu waktu saja. Pasti yang dipimpinnya amburadul.
Makanya, menjadi pemimpin yang sempurna itu susah. Hanya saja, akan lebih bijak ketika kita berusaha untuk menjadi pemimpin yang baik.

Minimal memberi contoh untuk bekerja bersama-sama anggota kita. Tidak segan untuk ditegur atau menerima masukkan dari anggota. Dan yang paling utama adalah amanah.***

Update