Selasa, 23 April 2024

Pencari Kerja Membludak

Berita Terkait

batampos.co.id – Intan berdiri sambil memegang berkas dalam map berwarna kuning. Dia menyatu bersama ratusan pencari kerja lainnya yang antre di depan pintu masuk Multi Purpose Hall (MPH) Kawasan Industri Batamindo, Batam, Senin (26/11) pagi lalu.

Lulusan SMA asal Medan ini mengaku rutin mengunjungi MPH Batamindo untuk mencari informasi lowongan pekerjaan. Sambil melihat-lihat, ia selalu membawa berkas lamaran lengkap.

“Supaya bisa langsung melamar kalau tiba-tiba ada perusahaan yang membutuhkan operator,” ujarnya dengan nada pelan.

Intan baru berusia 19 tahun. Sejak lulus SMA pada pertengahan 2016 lalu, ia memutuskan merantau ke Batam. Ia pernah bekerja sebagai operator di pabrik di Batamindo selama satu tahun. Namun, beberapa bulan lalu kontraknya habis dan tidak dilanjutkan.

“Sudah banyak memasukkan lamaran ke berbagai perusahaan sejak menganggur. Tapi, belum ada satu pun yang memanggil,” ungkapnya.

Namun Intan tak patah arang. Ia terus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan. Ia bahkan mengaku rela bekerja meski gajinya hanya setara upah minimum kota (UMK) Batam.

“UMK Batam 2019 katanya sudah naik sekitar Rp 3,8 juta. Lumayanlah daripada enggak kerja dan pulang kampung,” ungkapnya.

Kisah serupa dirasakan Lutfi Adi. Pria asal Banyumas, Jawa Tengah, ini megaku sudah lima bulan berstatus pengangguran. Ia memutuskan merantau ke Batam karena ajakan sepupunya. Sebelumnya ia bekerja di toko ponsel di Semarang, Jawa Tengah.

“Sepupu bilang, Batam memang sudah agak susah mencari kerja. Tapi kalau kita jeli, setiap hari selalu ada perusahaan yang membuka lowongan,” kata Adi.

Adi mengaku tergiur dengan ajakan sepupunya itu karena UMK di Batam jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan di Semarang. Ia menyebut, saat bekerja di toko ponsel di Semarang itu, gajinya hanya Rp 1,8 juta per bulan.

“Sementara di Batam UMK-nya di atas Rp 3 juta. Jelas saya mau,” katanya.
Namun harapan tinggallah harapan. Sudah lima bulan berjuang, Adi tak kunjung mendapat pekerjaan.

Tabungan yang mulai menipis membuat Adi nyaris menyerah.

“Terbersit mau pulang, tapi dirasa kok rasanya aneh nggak berhasil,” ungkap pria 24 tahun ini.

Namun Adi akhirnya memutuskan. Ia akan berusaha mencari kerja di Batam hingga akhir tahun ini. Jika tak juga mendapat kerja, tekad Adi sudah bulat untuk kembali ke kampung halaman.

“Saya pulang kampung saja. Itu yang saya rencanakan,” ujarnya.

Pantauan Batam Pos di MPH Batamindo memang selalu ramai oleh para pencari kerja. Usia mereka rata-rata masih belia. Kebanyakan merupakan perantau yang baru lulus SMA sederajat.

Di MPH itu memang hanya sesekali ada informasi lowongan pekerjaan. Itupun jumlahnya tidak banyak. Selain itu, persyaratannya sangat ketat. Sehingga banyak pencari kerja yang tak bisa terserap.

ilustrasi F.Rezza Herdiyanto Batam Pos

Kondisi inilah yang membuat jumlah pengangguran di Batam terus meningkat. Sebab jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan angatan kerja yang ada. Baik dari warga lokal, maupun dari pendatang.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Batam menyebutkan, jumlah angkatan kerja Batam pada 2012 sebanyak 518.839 orang. Jumlah tersebut melonjak menjadi 605.518 orang pada tahun 2017.

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang sudah mempunyai pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan. Jadi tumbuhnya angkatan kerja di Batam disebabkan semakin banyaknya jumlah penduduk yang bekerja ataupun mencari kerja (pengangguran).

Sejalan dengan itu, dalam lima tahun terakhir, jumlah penduduk yang bekerja di Batam selalu meningkat setiap periode. Sedangkan pengangguran mengalami kecenderungan meningkat.

Data BPS Batam menunjukkan, jumlah pengangguran pernah turun dalam periode 2014-2015. Namun jumlah penganggguran kembali meningkat tajam dari tahun 2015 ke tahun 2017.

Pada tahun 2015, jumlah pengangguran di Kota Batam sebanyak 33.992 orang. Sedangkan tahun 2017 tercatat sebanyak 47.364 orang.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) menunjukkan Kota Batam berada dalam pencapaian yang kurang baik. TPT adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

Pada tahun 2017 pencapaian TPT Batam berada di atas TPT Kepri. TPT Kota Batam mencapai 7,82 persen. Sementara Kepri 7,16 persen. Hal ini menjadikan Kota Batam harus menghadapi permasalahan jumlah pengangguran yang cukup besar.

Mereka yang termasuk pengangguran terbuka adalah orang yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan, mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha, mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

Lalu perkembangan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Provinsi Kepri pada Februari 2018 lalu mencapai 6,43 persen. TPT ini dihitung dari gabungan dua komponen, yakni jumlah angkatan kerja dengan tenaga kerja yang bekerja.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, Zulkipli, mengatakan jumlah angkatan kerja Kepri pada Februari 2018 sebanyak 1.065.553 orang. Naik 99.462 orang dibanding Agustus 2017 dan naik 12.138 orang dibanding Februari 2017.

“Angkatan kerja pada Februari 2018 sebanyak 1.065.553 orang. Penduduk bekerja di Kepulauan Riau pada Februari 2018 sebanyak 996.994 orang,” ungkap Zulkipli.

Dijelaskan Zulkipli, komponen pembentuk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan pengangguran. Penduduk yang bekerja pada Februari 2018 sebanyak 996.994 orang, naik 100.063 orang dibanding keadaan Agustus 2017 lalu dan bertambah 11.375 orang dibanding keadaan Februari 2017.

Sedangkan, jumlah pengangguran pada Februari 2018 sebanyak 68.559 orang, mengalami penurunan sekitar 601 orang dibanding Agustus 2017 dan bertambah sebanyak 763 orang dibanding Februari 2017.

Zulkipli mengatakan, TPT di Provinsi Kepri pada Agutus tahun 2018 ini mencapai 7,12 persen. Persentase ini turun dibanding angka pengangguran terbuka pada tahun 2017 yang mencapai 7,16 persen. Dikatakan Zulkipli, dari jumlah angkatan kerja Provinsi Kepri yang dihitung hingga Agustus 2018 lalu mencapai 970.132 orang.

“Dengan angka penduduk yang bekerja sebanyak 901.109 orang,” ungkap Zulkipli.

Sementara penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2018 didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan SMA sebanyak 229.854 orang (25,51 persen), SD ke bawah sebanyak 205.800 orang (22,84 persen), SMK sebanyak 184.948 orang (20,53 persen), lulusan perguruan tinggi 122.396 orang (13,58 persen), SMP sebanyak 109.442 orang (12,15 persen), dan terakhir penduduk bekerja yang berpendidikan Diploma ada sebanyak 48.579 orang (5,39 persen).

Sebagaimana data yang dirilis oleh BPS Pusat, saat ini Provinsi Kepri ke dalam lima besar sebagai provinsi dengan jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi se Indonesia, yaitu sebesar 7,12 persen.

Kemudian Provinsi Banten menjadi provinsi dengan TPT tertinggi mencapai 8,52 persen, diikuti Jawa Barat 8,17 persen, Maluku 7,27 persen, Kepri 7,12 persen dan Sulawesi Utara 6,86 persen.

***

BPS Kota Batam mencatat, pertumbuhan ekonomi di Batam dan Kepri pada umumnya sebenarnya mengalami trend positif. Namun sayangnya, pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampu membuka lapangan pekerjaan yang cukup, atau sebanding dengan jumlah pencari kerja yang ada.

Kasi Statistik Sosial BPS Batam Nanda Muliansyah menyebutkan, meski secara nasional angka pengangguran menurun, di Batam justru naik.

“Tingkat pengangguran di Batam per data Agustus 2018 berada pada posisi 8,93 persen. Naik sekitar satu persen dibanding 2017 lalu yang hanya pada posisi 7 persen,” ujarnya.

Persentase itu, kata Nanda, dihitung dari hasil survei data yang bersumber dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) untuk seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Hasil survei ini dilaporkan dua kali, yakni pada Maret dan Agustus setiap tahunnya.

Data Sakernas mencatat, jumlah penduduk usia kerja di Batam per Agustus 2018 ini sebanyak 927.011 jiwa. Sebanyak 604.831 orang di antaranya merupakan angkatan kerja.

“Dari jumlah angkatan kerja itu, penduduk yang bekerja sebanyak 550.813 jiwa dan angkatan kerja yang belum terserap atau yang pengangguran terbuka (TPT) sebanyak 54.018 jiwa,” ujar Nanda.

Dari jumlah pengangguran tersebut, terjadi peningkatan sebesar 8,93 persen atau sebanyak 6.654 orang dibanding jumlah pengangguran 2017 lalu. Jumlah TPT Batam pada 2017 hanya 47.364 jiwa, atau sebesar 7.82 persen.

Itu artinya terjadi peningkatan pengangguran di Batam sebesar 1,11 persen.

Peningkatan ini juga bisa dilihat dari menurunnya daya serap tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat dari penduduk yang bekerja pada data Agustus 2018 sebanyak 550.813 orang. Lebih rendah daripada year on year pada 2017 lalu, dimana daya serap sebanyak 558.154 orang.

Terjadinya peningkatan jumlah warga yang menganggur ini diikuti juga penurunan jumlah angkatan kerja. Kalau pada 2017 sebanyak 605.518 orang, pada tahun ini menurun menjadi 604.831.

Nanda menyebutkan, faktor utama pemicu meningkatnya pengangguran di Batam adalah sebagian besar perusahaan di Batam yang mendapat proyek baru, langsung merekrut tenaga kerja dari luar daerah. Umumnya dari Pulau Jawa dan Sumatera.

“Sebagian besar dari Pulau Jawa,” ungkapnya.

Menurut dia, kebijakan rekrutmen pekerja langsung dari luar Batam ini dilakukan karena beberapa hal. Di antaranya untuk mempermudah administrasi bagi pekerja baru. Sebab mereka yang direkrut langsung dari luar Batam biasanya mau ditempatkan di mess pekerja atau dormitori.

Jika pekerja mau ditempatkan di dormitori, maka transportasi ke tempat kerja juga akan lebih mudah karena lokasinya dekat dengan pabrik. Sehingga efektivitas waktu dan produktivitas pekerja bisa lebih baik.

Di sisi lain, saat ini Pemko Batam tidak bisa lagi membatasi arus migrasi ke Batam.

Berbeda dengan sebelumnya, Batam pernah melakukan pembatasan arus migrasi dengan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran dan Pengendalian Penduduk Dalam Daerah Kota Batam.

Namun belakangan Perda itu dibekukan sehingga perantau dari seluruh wilayah di Indonesia bebas masuk ke Batam, meski tanpa keahlian khusus.

“Banyak migrasi pencaker masuk Batam jadi pencaker nggak terserap semuanya. Ditambah perusahaan banyak yang ambil pekerja dari luar. Ini yang menjadi pemicu utama tingginya penggangguran,” ungkapnya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam, Rudi Sakiyakirti, mengakui tidak bisa menghambat gelombang pencari kerja yang masuk ke Batam. Tingginya angka UMK menjadi alasan mereka memilih mencari kerja di Batam.

“Transportasi laut dan udara semua ada jadwal ke Batam. Ongkosnya juga tidak terlalu besar. Faktor lain saudara mereka sudah di sini juga,” jelasnya.

Hal itulah yang membuat puluhan ribu pencaker masuk ke Batam. Berdasarkan data hampir 70 persen pencaker itu berasal dari luar daerah, sedangkan 30 persennya merupakan warga Batam. (cha/uma/cr1/iza/yui)

Update