Jumat, 29 Maret 2024

Dana Parpol 50 Persen Dibiayai Negara

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Pemerintah belum menentukan sikap atas usulan kontribusi 50 persen negara untuk pendanaan partai politik (parpol) yang kembali disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini. Pasalnya, tahun ini bantuan politik (banpol) sudah naik cukup signifikan. Yakni, dari sebelumnya Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara di tingkat pusat.

Direktur Politik Dalam Negeri (Poldagri) Kementerian Dalam Negeri Laode Ahmad Balombo menyatakan, pihaknya belum bisa berbicara banyak terkait usulan kenaikan banpol dari KPK. Wacana itu kembali menguat pasca penandatanganan komitmen 16 parpol tentang sistem integritas partai politik (SIPP).

Menurut Ahmad, usulan tersebut perlu kajian bersama. Juga kesepakatan bersama dari pihak-pihak terkait.

”Jadi kami belum bisa berkomentar terlalu jauh,” ujarnya saat dikonfirmasi Jawa Pos (grup Batam Pos), Minggu (9/12). Sebelumnya, KPK merekomendasikan negara berkontribusi 50 persen dalam pendanaan parpol. Hitungan KPK, kontribusi itu bisa tembus Rp 9 triliun untuk satu tahun anggaran.

Ahmad mengatakan, kenaikan dana bantuan partai baru saja dinaikkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2018. Di mana besaran untuk tingkat pusat sebesar Rp 1.000 per suara, untuk provinsi Rp 1.200 per suara, dan kabupaten/kota sebesar Rp 1.500 per suara. Banpol itu, sesuai penelitian Perludem, banpol itu berkontribusi 13 persen dalam keuangan parpol.

Saat didesak apakah ada keinginan dari pemerintah untuk menaikkan kembali di tahun depan, dia belum bisa beranda-andai.

”Kami masih mengikuti PP tersebut,” kata mantan Direktur Ormas tersebut.

Disisi lain, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono menyatakan usulan agar negara berkontribusi lebih besar dalam pendanaan parpol merupakan upaya meminimalkan celah korupsi by need yang selama ini menjalar di kalangan politisi yang menjabat kepala daerah dan legislator.

Kebutuhan yang dimaksud diantaranya kebiasaan memanjakan konstituen dengan politik uang (money politic). Ada pula terkait dengan tradisi partai memotong gaji kepala daerah dan legislatif untuk mencukupi kebutuhan operasional parpol.

”Mereka (kepala daerah dan legislatif) seolah korupsi atas nama partai, tapi sebenarnya banyak yang dari dirinya sendiri,” ujarnya.

Nah, menutup celah korupsi dengan perbaikan sistem itu penting bagi pemberantasan korupsi. Karena itu, kata Giri, negara harus memberikan kontribusi yang lebih terhadap pendanaan parpol agar kebutuhan-kebutuhan yang “biasa” dipenuhi kepala daerah dan anggota dewan dari hasil korupsi tersebut dapat diminimalkan.

Giri menggambarkan suatu negara yang demokrasinya baik secara otomatis berpengaruh pada gerakan antikorupsi yang baik pula. Pun, negara yang memiliki sistem antikorupsi yang baik akan sejalan dengan demokrasi yang sehat. Gambaran itu bisa dilihat dari negara-negara dengan sistem demokrasi yang baik.

”Jadi ada korelasi yang kuat antara demokrasi dan antikorupsi itu sendiri,” paparnya.

KPK tidak dalam posisi memaksa pemerintah atau pihak terkait agar menjalankan rekomendasi tersebut. Namun, usulan itu merupakan keniscayaan yang harus direalisasikan untuk menuju sistem demokrasi dan antikorupsi yang baik.

”Saya pikir ini (kontribusi besar negara terhadap pendanaan politik, Red) salah satu konsep demokrasi kita,” imbuh dia. (far/tyo)

Update