Kamis, 25 April 2024

Potensi Hutan Mangrove Sebagai Sumber Ekowisata Masyarakat Pesisir Kepri

Berita Terkait

Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekosistem magrove terbanyak di dunia.

Pada tahun 2015 luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3.489.140,68 Ha. Data ini terhitung dari panjang garis pantai sebesar 95,181 km2. Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai pengendapan lumpur di akar – akarnya sehingga dapat mencegah terjadinya intrusi air ke daratan. Tidak hanya itu hutan mangrove juga memiliki fungsi sebagai pencegah abrasi atau pengikisan bibir pantai. selain itu hutan mangrove memiliki fungsi penting dari segi ekonomi seperti pengembangan ekowisata.

Fungsi lain hutan mangrove ialah memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang.

Fenomena Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Hari Ini

Kondisi lapangan pada hari ini memperlihatkan keberadaan mangrove yang telah beralih fungsi lahan. Direktur konservasi tanah dan air, muhammad firman mengatakan, “Kondisi mangrove saat ini diperburuk dengan pencemaran limbah plastik, limbah rumah tangga dan tumpahan minyak”.

Fenomena selanjutnya adalah maraknya pengalihan fungsi hutan mangrove di wilayah pesisir menyebabkan habitat dan ekosistem mangrove mengalami penyusutan, menurut data satelit, saat ini hutan mangrove yang tersebar di pesisir kepulauan di Indonesia kini seluas 3,1 juta hektar, dan terurut nomor dua terbesar di dunia setelah Brazil. Luasnya hutan mangrove di Indonesia kini adalah 22,6% dari keseluruhan hutan mangrove yang tersisa di dunia. Penebangan kayu mangrove sebagai bahan baku utama industri arang yang tidak terkontrol juga merupakan problem utama penyebab kerusakan ekosistem hutan mangrove di pesisir kepri. Penebangan pohon ini memiliki dampak yang besar bagi ekosistem mangrove itu sendiri seperti rusaknya habitat hewan yang bertempat tinggal di sekitaran pohon, terjadinya abrasi bibir pantai. bahkan dapat terjadi punahnya spesies satwa laut karna ketidak seimbangan ekosistem di hutan mangrove.

Kurangnya pemahaman pentingnya ekosistem mangrove oleh masyarakat pesisir, membuat rusaknya ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Tidak adanya konsep tebang pilih pohon bakau oleh penduduk setempat membuat air disekitaran hutan bakau keruh dan menurunkan pendapatan hasil tangkap kepiting dan udang di sekitaran hutan bakau. Hal ini tentu dapat mengganggu pendapatan perekonomian nelayan dalam penangkapan hasil tangkap di ekosistem mangrove. Belum lagi kurangnya atau belum adanya kesadaran mereka akan pentingnya melakukan penanam kembali hutan mangrove yang gundul, membuat lahan bekas penebangan gundul secara permanen.

Padahal, menurut UU no 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hisup. Didalam pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. UU ini jelas merujuk kepada pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengelolaan hutan mangrove dengan tidak melakukan pencemaran lingkungan yang menyebabkan hilangnya keseimbangan ekosistem mangrove. Sanksi dari larangan ini tercantum dalam pasal 103 yaitu berupa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda setidaknya satu miliar rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah.

Hal ini juga dapat diperburuk dengan kurangnya sosialisasi pemerintah akan pentingnya membudidayakan ekosistem mangrove. Masyarakat pesisir yang cenderung apatis dan tidak mengetahui adanya aturan yang mengikat terhadap lingkungan hidup, menjadi kan mereka semena – mena dalam mengolah ekosistem mangrove karna tidak adanya pembatas bagi mereka untuk mengolah.

Hutan Mangrove dan Ekowisata

Kepulauan riau merupakan salah satu provinsi yang terdiri dari gugusan pulau nan indah dan terdapat ekosistem mangrove yang baik. Ekowisata pesisir dan laut yang berbasis pada sumberdaya dengan menyertakan aspek pendidikan. menurut Mukhlison ( 2000 ), ekowisata dapat diartikan sebagai bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat. Pengelolaan budaya masyarakat pesisir diarahkan pada kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan konservasi dan reboisasi ekosistem mangrove diarahkan pada upaya menjaga pemanfaatan sumber daya ekosistem hutan mangrove untuk waktu sekarang dan masa mendatang. Wilayah ini sangat cocok dijadikan tempat wisata mangrove sebagai sumber pendapatan masyarakat pesisir. Dengan bentang dan pemandangan alam yang indah menjadikan nilai tambah sendiri bagi pengunjung.

Masyarakat pengelola ekowisata hutan mangrove juga bisa melihat aspek pasar, yang mana mereka dapat melakukan pengembangan suatu produk yang ada di ekosistem mangrove dengan tetap menjamin kelestarian sumberdaya alam yang ada.

Menurut Tuwo ( 2011 ), aspek ekowisata pesisir mengarah ke metatourism, yaitu ekowisata pesisir yang tidak hanya menjual tujuan dan objek, tetapi menjual filosofi dan rasa. Sehingga dari aspek inilah ekowisata pesisir dan laut tidak akan mengenal kejenuhan pasar. Melihat besarnya potensi yang dimiliki kepulauan riau sebagai kawasan pesisir dan ekosistem mangrove, dapat di buktikan dengan menjadikan ekosistem mangrove sebagai ekowisata masyarakat pesisir dan laut. Hal ini juga tidak terlepas dari keikutsertaan pemerintah daerah setempat yang dalam hal ini berperan sebagai pembimbing dan pengatur jalannya ekowisata. Sehingga masyarakat benar benar memahami dan bisa melanjutkan ekowisata, dan bisa melakukan pengembangan ekowisata mangrove dengan kreativitas mereka.

Yuk, tanam mangrove untuk kembalikan hijau sejuknya pesisir indonesia!.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh : Riwan Irawan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Update