Sabtu, 20 April 2024

BPJS Kesehatan Tak Menanggung Korban Kejahatan

Berita Terkait

batampos.co.id – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya pada pasal 52 poin r disebutkan, sakit akibat tindak kriminalitas seperti penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tidak ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kebijakan ini pun mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Bakri misalnya. Menurut dia kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan kondisi lingkungan khususnya di Batam yang cukup rentan dengan tindak kriminalitas.

”Penganiayaan, kekerasan seksual, TPPO, bahkan terorisme itu cukup umum terjadi di sini. Tapi kok korban tidak dapat jaminan. Miris!” ujar Bakri, Rabu (12/12) lalu.

Dia mengatakan, setiap WNI wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. ”Kita dituntut harus membayar iuran setiap bulan untuk perlin-dungan kesehatan, tapi jaminan yang kita dapat tidak sepenuhnya. Apa ini adil?” Ucapnya heran.

Pria 61 tahun yang sudah tidak bekerja lagi itu, mengaku sangat mengandalkan BPJS Kesehatan sebagai perlin-dungan kesehatannya. Apalagi terkait tindak pidana yang justru harus menjadi perhatian pemerintah untuk melindu-ngi masyarakat dengan baik.

”Walaupun saat ini tidak mengalami (jadi korban, red), tapi kekhawatiran itu pasti ada. Seperti dibegal dengan kerugian materi yang hilang, kecelekaan yang dialami, lalu harus menanggung lagi biaya pengobatan. Ini beban berat bagi masyarakat,” ungkap warga Perumahan Purimas, Batam Center tersebut.

Senada diungkapkan rekannya, William. Menurutnya, pemerintah seolah tidak lebar membuka mata dengan kondisi Tanah Air yang begitu banyak korban kriminalitas. ”Berita saja dimana-mana isinya kriminalitas, tidak terkecuali di Batam. Kriminalitas meningkat tajam. Apakah karena Pak Presiden tidak mengalami hal itu, makanya bisa dengan mudah mengeluarkan peraturan yang menyakiti masyarakat se-perti ini. Ayo Pak, blusukan lagi,” sindirnya.

Sejumlah warga sedang menunggu antrian saat mengurus kartu BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Batam, F Cecep Mulyana/Batam Pos

Kepala Bidang SDM dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Cabang Batam Irfan Rachmadi menuturkan, kondisi ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah melalui Peraturan Presiden yang telah dikeluarkan.

”Kami kan hanya penyelenggara yang harus berjalan dan melaksanakan sesuai aturan yang ada,” ucap Irfan.

Ia menambahkan, Perpres yang diberlakukan mulai 18 September 2018 lalu itu mencantumkan ketentuan hingga Pasal 108 dalam 35 halaman.

”Hal ini tentunya dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan bagi masyarakat,” jelasnya.

Terkait Pasal 52 poin r tersebut, Irfan mengaku sejauh ini pihaknya belum ada menerima keluhan dari masyarakat. ”Kita berharap masukan yang ada dapat teratasi dengan baik. Itu saja,” tutup Irfan.

Perpres 82/2018 Harus Dikaji Ulang

DPRD Batam menilai Perpres Nomor 82 Tahun 2018 perlu dikaji ulang. ”Ini yang kita lihat perlu dievaluasi. Karena bagaimana pun mereka adalah korban dan menjadi tanggungan BPJS Kesehatan,” tegas anggota Komisi I DPRD Batam Muhammad Musofa, Rabu (12/12).
Diakuinya, jika regulasi tersebut tidak dikaji ulang tentu akan sangat merugikan masyarakat yang menjadi korban penganiayaan, kekerasan seksual maupun tindak pidana perdagangan orang.

”Katakanlah ketika korban naik motor, terus dibegal dan menjadi korban penganiayaan. Kemudian masuk rumah sakit dan tidak ditanggung (BPJS Kesehatan, red). Kan sudah jatuh tertimpa tangga lagi. Mobil hilang saja ditanggung asuransi. Malah korban se-perti ini tidak ditanggung, kan aneh,” sesal dia.

Disinggung mengenai defisit dan kerugian yang dialami BPJS Kesehatan, Musofa menilai tidak ada hubungannya dengan pelayanan kepada peserta BPJS. Pelayanan harus tetap diutamakan tanpa mengurangi fasilitas yang diberikan.

”Sama halnya ketika menginap di hotel bintang 5, ketika mereka rugi, fasilitas dikurangi, tentu tidak kan,” tegas Musofa.

Oleh sebab itu, ia melihat Perpres ini tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya yang menjadi korban kekerasan. ”Harusnya yang diganti itu manajemen BPJS, karena kita lihat masih amburadul. Dan kalau perlu presiden mengevaluasi direktur utamanya karena tidak mampu mengelola keuangan maupun administrasi, sehingga menjadi rugi,” jelasnya.

.(she/nji/rng)

Update