Selasa, 16 April 2024

Energi Baik Gas Bumi Mendorong Investasi Pribumi Semakin Bergairah

Berita Terkait

Petugas PGN tengah melakukan pemeliharaan berkala terhadap jaringan gas bumi milik PT Interpak Industries Batam
foto: batampos / rifki

Peran gas bumi sebagai sumber energi baik memang tidak terpisahkan bagi sektor industri yang merupakan tiang utama pertumbuhan ekonomi Batam. Interpak, salah satu industri milik pribumi di Batam sudah merasakan dampak positifnya, dimana waktu produksi lebih efisen dan output lebih produktif.

RIFKI SETIAWAN LUBIS, BATAM

PT Interpak Industries Batam merupakan perusahaan domestik yang didirikan oleh seorang pengusaha asal Pulau Bintan, Kepulauan Riau bernama Nurman pada tahun 2001. Interpak bergerak di sektor industri daur ulang karton yang kemudian diproses menjadi produk karton kemasan, satu-satunya di Batam.

Saat ditemui Rabu (5/12/2018) di pabrik Interpak yang berlokasi di Kawasan Industri Puri Industrial Park 2000, Batam, General Manager Interpak Edyson Heryanto Manurung tengah berada di ruang produksi meninjau proses pengeringan karton.

Ruang produksi milik Interpak cukup besar. Di dalamnya ada delapan mesin cetak, dua mesin penggiling dan dua mesin pengering yang menggunakan gas bumi sebagai sumber energinya.

Saat itu, tiga orang terlihat lalu lalang memasukkan troli berisi karton basah ke dalam mesin pengering. Sedangkan di sudut lainnya, puluhan karyawan lainnya tengah mencetak karton yang sudah kering menjadi produk packaging (kemasan,red).

Interpak mulai menggunakan gas bumi yang didistribusikan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) sejak Agustus 2018.

“Interpak masih relatif baru menggunakan gas bumi. Namun saya merasakan ada hematnya,” kata Edyson memulai perbincangan mengenai bagaimana awalnya Interpak mulai menggunakan gas bumi.

Sejak awal berdiri, Interpak memakai kayu bekas yang dibakar sebagai sumber energi untuk proses pengeringan karton. Kayu bekas ini dikumpulkan dari seluruh Batam yang kemudian diangkut oleh truk-truk menuju pabrik.

Jika diurutkan secara kronologis, maka proses produksi daur ulang karton dimulai dari mengubah karton bekas menjadi bubur dengan air yang bertekanan tinggi. Kemudian mencetak bubur karton menjadi wadah yang mudah dibawa, namun kondisinya masih basah. Setelah itu, karton didiamkan di rak sebagai tahap pengeringan pertama. Selanjutnya adalah mengeringkannya di dalam mesin pengering. Dan setelah itu memasuki proses akhir yakni proses pencetakan.

“Penggunaan kayu bekas ini memakan biaya Rp 50 juta hingga Rp 52 juta perbulan,” katanya lagi.

Ia mengaku banyak kendala saat menggunakan kayu bekas. “Kadang-kadang kayu yang datang itu busuk atau ukurannya besar. Maka saya harus potong agar bisa dapat potongan pas supaya bisa masuk ke dapur pembakaran,” ucapnya.

Proses pengeringan karton dengan menggunakan kayu bakar ini bisa memakan waktu sekitar 2,5 hingga 3,5 jam. Dan dalam rentang waktu tersebut, hanya 12 troli berisi karton-karton basah yang dapat dikeringkan dalam satu waktu. Dan, proses pengeringannya terkadang tidak merata sehingga harus diawasi selama 24 jam penuh.

“Jika ada masalah pada mesin atau tengah dimaintenance, maka karton-karton tersebut harus dijemur dibawah sinar matahari. Dan biasanya kering dalam waktu 21 jam,” jelasnya.

Mengapa prosesnya begitu lama ?. Karena matahari hanya bersinar selama 12 jam per hari, sehingga harus menunggu keesokan harinya untuk pengeringan karton selanjutnya.

“Terkadang karton yang dijemur juga terkena kotoran burung. Kalau sudah seperti itu, kustomer bisa komplain karena ada dampaknya di produk,” ujarnya.

Jika hujan turun, maka karyawan akan lari pontang-panting mengambil karton-karton yang dijemur tersebut masuk kembali ke pabrik, agar tidak hancur menjadi bubur karena terkena hujan.

“Kalau hujan saya benar-benar menangis. Terbayang kalau petani jemur padi, kena hujan jadi basah. Nah kalau disini, kena hujan jadi bubur,” ungkapnya.

Bahkan tahun lalu, Interpak belum bisa memenuhi pesanan dari pelanggan meskipun sudah beroperasi selama 24 jam dalam waktu seminggu.
Kendati begitu, perusahaan lokal ini tetap menjaga mutu produknya sehingga tetap mampu bertahan di tengah kerasnya persaingan industri di Batam.

“Ini selalu menjadi problem kami sebelum menggunakan gas bumi dari PGN,” imbuhnya.

Setelah menggunakan gas bumi, ada perubahan besar yang terjadi. Dari sisi biaya, Interpak menjadi hemat. Jika sebelumnya, biaya untuk sumber energi bisa mencapai Rp 52 juta perbulan, maka dengan gas bumi hanya Rp 42 juta hingga Rp 44 juta Perbulan. Untuk harga jual gas, PGN menjualnya seharga 9 dolar Amerika per Metric British Thermal Unit (MMBTU) dengan pasokan ke Interpak mencapai 337 MMBTU per bulan.

Sedangkan dari sisi produksi, Interpak bisa mengatur waktu produksi agar lebih efisien dan stabil. Hal tersebut bisa dilakukan karena mesinnya sekarang menggunakan gas bumi sebagai sumber energi untuk proses pengeringan. Selain itu, proses pengeringannya juga sangat merata.

“Sekarang mesin pengering pakai rel gravitasi. Troli berisi karton dimasukkan ke dalam mesin dan setelah kering akan mendorong keluar troli yang ada di depannya. Begitu terus berulang,” paparnya.

Disamping efisien, juga lebih fleksibel. Pegawai Interpak dapat mengatur debit udara serta tekanan gas bumi untuk mengatur waktu pengeringan yang konstan bagi tiap satu troli. Dampaknya sangat positif, karena sekarang dalam sebulan, Interpak bisa memproduksi sekitar 140 ton produk kemasan dari karton.

“Jadi bisa diatur apakah mau dikeringkan setiap enam atau delapan atau tiap 10 menit keluar troli. Makanya sekarang ini, lebih efisien waktu dan konstan. Kalau dulu saya tak bisa atur waktunya,” ucapnya.

Edyson benar-benar bersyukur dengan manfaat yang diperoleh dari penggunaan gas bumi ini. Manfaat terbesar memang diperoleh dari segi efisiensi waktu. Interpak sekarang bisa memenuhi permintaan pelanggan dengan baik dan cepat.

“Dari segi waktu, dulu untuk memperoleh 12 troli butuh waktu paling lambat 3,5 jam. Tapi jika ada masalah di mesin, bisa sampai 21 jam karena dijemur di bawah matahari. Sekarang untuk 12 troli bisa keluar paling lambat 1,5 jam,” ucapnya sambil bersyukur.

Edyson juga mengaku bangga karena meskipun berada di tengah hegemoni perusahaan asing di Batam, Interpak sebagai industri milik pribumi malah semakin berjaya setelah menggunakan gas bumi yang didistribusikan oleh PGN. Sebagai bukti, Interpak malah mampu membeli satu pabrik lagi di kawasan industri yang sama untuk ekspansi usahanya.

Selain itu, Interpak juga mampu menjadi pemasok tunggal produk kemasan dari karton bagi sejumlah perusahaan asing di Batam.

Mutu produknya pun sudah diakui ditambah dengan kecepatan produksi membuat pelanggan-pelanggannya menaruh kepercayaan penuh kepada perusahaan lokal ini.

Interpak sekarang memiliki pelanggan-pelanggan besar dari sektor industri di Batam, khususnya perusahaan asing, yakni WIK Coffe Maker, Philips, Schneider, TEC, Rubycon, Ciba Vision dan perusahaan asal Taiwan yang akan segera masuk ke Batam pada tahun depan, Pegatron.

Pada umumnya, produk kemasan karton dari Interpak dibutuhkan sebagai packaging pada produk output dari mitra-mitra asingnya. Sebagai contoh, produk setrikaan Philips menggunakan kemasan karton dari Interpak.

Dari nama-nama perusahaan asing yang menjadi rekan Interpak, nama Schneider dan Pegatron merupakan nama besar dalam dunia industri.

Schneider merupakan perusahaan manufaktur asing dari Jerman yang memiliki nilai ekspor kedua terbesar selama berinvestasi di Batam sebesar 1.420.206.722,00 dolar Amerika.

Sedangkan Pegatron adalah perusahaan pembuat komponen iPhone dari Taiwan yang akan segera berinvestasi di Batam dengan nilai investasi Rp 14 triliun dan akan memberikan lapangan pekerjaan kepada sekitar 10 ribu orang karyawan.

“Interpak merupakan rumah bagi sekitar 360 karyawan. Ada apa-apa dengan perusahaan ini, akan banyak yang menangis. Makanya kami selalu berusaha untuk menjaga relasi yang baik dengan mitra-mitra Interpak,” tegasnya.

Edyson juga menyatakan bahwa pihaknya telah mendapat pesanan dalam jumlah besar dari salah satu kliennya di Batam. Namun, kliennya tersebut menginginkan agar produk kemasan dari karton tersebut diekspor ke luar negeri.

“Sayangnya kami belum memiliki pengalaman soal itu. Makanya kami hanya memproduksi, kemudian menjualnya dengan harga Batam kepada rekanan kami di Batam dan kemudian mereka saja yang mendistribusikannya ke luar negeri,” katanya.

Peran sentral gas bumi juga dirasakan oleh pengelola kawasan industri di Batam. Salah satunya adalah Kawasan Industri Batamindo (KIB) di Mukakuning, Batam. KIB sudah menggunakan gas bumi sejak November 2005.

KIB ditempati oleh 68 perusahaan baik dalam maupun luar negeri dengan karyawan sebanyak 45 ribu orang.

“Iya, alasannya karena gas alam lebih ekonomis, efisien, dan juga ramah lingkungan,” ujar Manager General Affair PT Batamindo Investment Cakrawala, Tjaw Hoeing atau biasa disapa Ayung, Jumat (7/12/2018) di KIB.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri menjelaskan, awalnya Batamindo menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Namun butuh biaya besar untuk mencukupi kebutuhan listrik di kawasan tersebut karena harga bahan bakar solar yang terus meningkat. “Akhirnya beralih ke gas yang dipasok PGN,” katanya.

Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) milik Batamindo memiliki kapasitas awal 7 Megawatt. Sejak menggunakan gas, kapasitasnya ditingkatkan menjadi 125 Megawatt. Kapasitas yang cukup besar ini membuat PLN Batam pernah membeli listrik dari Batamindo saat mereka kekurangan daya, ketika ada perawatan di sumur gas Grissik, Sumatera Selatan beberapa tahun lalu.

“Saat ini, listrik yang kami hasilkan hanya dikonsumsi di dalam kawasan industri Batamindo saja,” papar pria yang akrab disapa Ayung ini.

Ia mengaku Batamindo masih setia pada PGN untuk memasok gas ke kawasan industri yang ia kelola. Dalam sehari, power plant milik Batamindo mengkonsumsi gas rata-rata 11,800 MMBTU/hari.

“Kontrak di Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan PGN Batam selama lima tahun dan untuk harga sudah tertulis dalam kontrak tersebut. PGN sangat bagus dalam melayani” ungkapnya.

Selama menjadi pelanggan PGN Batam, Ayung mengatakan puas, meski aliran gas PGN pernah berhenti dua hingga tiga jam beberapa waktu lalu, akibat perbaikan pipa di sekitar Panaran.

“Ada juga penjatahan gas karena adanya proses pemeliharaan dan perbaikan namun aliran tidak berhenti total. Itu terjadi awal November 2017,” ungkapnya.

Selain Batamindo, hampir semua kawasan industri di Batam sudah dialiri gas bumi. Antara lain, Kawasan Industri dan pusat bisnis Panbil, Kawasan Industri Tunas, Latrade Industrial Park, Kawasan Industri Kabil, Kawasan Industri Executive, Kawasan Industri Cammo, Kawasan Industri Taiwan, Kawasan Industri Bintang, dan masih banyak lagi.

Peran sentral gas bumi tersebut juga turut berkontribusi terhadap perkembangan investasi dan pertumbuhan ekonomi di di Batam. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam sebagai pengelola investasi, sejak 12 Juli 2018 hingga awal November lalu, total investasi yang masuk ke Batam mencapai Rp 5,5 triliun, terdiri dari penanam modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai investasi Rp 4,3 triliun dan penanam modal asing (PMA) dengan nilai investasi Rp 5,5 triliun.

Salah satu investor lokal yang akan segera beroperasi di Batam adalah PT Energi Unggul Persada. Perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Group ini tengah membangun pabrik penyulingan minyak kelapa sawit dengan investasi sebesar Rp 1 triliun di Kabil, Batam.

Sedangkan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri menyatakan bahwa kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pada triwulan ketiga 2018 tumbuh 12,19 persen, menguat dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 8,96 persen.

“Mereka yakin berinvestasi di Batam, karena infrastruktur dan utilitas sudah lengkap dan memadai, termasuk ketersediaan gas alam beserta jaringan distribusinya,” kata Kepala BI Perwakilan Kepri, Gusti Raizal Eka Putera.

Dalam skala pertumbuhan ekonomi, Batam juga semakin membaik meskipun pada tahun 2017 sempat terjerembab karena melambatnya perekonomian global. Berdasarkan data yang dihimpun Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri pada triwulan kedua 2018, pertumbuhan ekonomi Kepri stabil di angka 4,51 persen. Lebih baik dari tahun sebelumnya di periode yang sama dengan angka 1,06 persen.

Sales Area Head PGN Batam Amin Hidayat menyebutkan gas yang dipasok ke kawasan industri itu tidak hanya digunakan untuk pembangkit listrik. Banyak juga tenant di kawasan industri itu yang menggunakan gas alam untuk proses produksi. Baik sebagai bahan bakar, pemanas, maupun bahan baku produk.

PGN juga telah memasok gas bumi untuk 4.842 pelanggan di wilayah Batam, terdiri dari 93 industri dan komersial, 29 pelanggan kecil, serta 4.720 pelanggan rumah tangga. Gas bumi tersebut dialirkan melalui pipa sepanjang 223,57 kilometer (km).

Industri pada umumnya merupakan pelanggan dengan tingkat konsumsi gas yang cukup besar. PGN berharap di Batam nanti muncul industri seperti PT Pupuk Sriwijaya di Palembang yang konsumsi gasnya sangat besar. Selain untuk pembangkit listrik, gas juga jadi bahan baku utama pembuatan pupuk.

Amin mengatakan PGN telah memiliki peranan menjaga keberlangsungan kebutuhan energi serta kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Batam.

Sehingga PGN akan menyusun rencana ekspansi dan investasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serta keberlangsungan usaha.

“Tujuan akhir dari rencana itupun tak lain adalah menyajikan harga gas yang lebih baik kepada pelanggan mulai dari segmen rumah tangga, pelanggan kecil, transportasi termasuk segmen industri jasa dan komersial serta industri manufaktur dan pembangkit listrik yang berkesinambungan dari sisi ketersediaan pasokan gas serta pengoperasian infrastruktur gas bumi yang handal,” ungkapnya.

Sebagai catatan, sepanjang kuartal pertama 2018, PGN tercatat menyalurkan volume distribusi sebesar 836 MMscfd atau pertama 2017.Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi gas dari sektor Industri.

Untuk semakin menjaga kepercayaan pelanggan, PGN juga melakukan langkah antisipasi dan optimasi ketika pemasok gas PGN dari Grissik Sumatera Selatan, PT Conoco Philips Grissik Line (CPGL) melakukan pemeliharaan.

Langkah-langkah antisipasi dan optimasi tersebut yakni dilakukan di sistem jaringan dengan membuat manajemen gas dengan skema memaksimalkan jumlah gas yang ada di line pack sehingga dapat meminimalisir dampak dari berhentinya proses produksi sumur selama dua hari.

“Perusahaan memastikan kebutuhan gas untuk wilayah Batam tetap tercukupi dengan tetap menyalurkan gas untuk pembangkit listrik, industri, pelanggan komersil dan rumah tangga di wilayah Batam, dengan melakukan sistem kuota sehingga seluruh pelanggan dapat tetap beroperasi” ucap Amin.(leo)

Update