Jumat, 19 April 2024

Kartel Kuasai 94 Persen Pangan

Berita Terkait

Ratusan Tewas akibat Banjir Afghanistan-Pakistan

Warga Antre Beli Gas Melon

Penerimaan Pajak April Lebihi Target

Hari seorang pegawai Bulog sedang mengecek beras di gudang Bulog Batuampar. F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Perum Bulog akan meningkatkan penggunaan teknologi untuk mengantisipasi kendala-kendala pada 2019. Salah satunya adalah penerapan sistem pemantauan online pada Rumah Pangan Kita (RPK) yang selama ini menjadi perpanjangan tangan Bulog untuk mendistribusikan produk pangan di berbagai daerah.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengakui, permasalahan rantai distribusi memang masih menjadi momok tata kelola pangan di Indonesia. Karena itulah, pemerintah perlu membangun sistem yang lebih maju untuk meminimalkan tindakan-tindakan nakal.

’’Bisa dibilang, dalam tanda kutip ada mafia yang mengu-asai kartel pangan di Indonesia. Nggak mudah merontokkan karena dia menguasai 94 persen kartel pangan di Indonesia,’’ ujar Buwas–sapaan akrabnya–kepada Jawa Pos (grup Batam Pos), Rabu (20/12/2018).

Buwas mengungkapkan, Perum Bulog tengah mengu-ji coba sistem pemantauan online pada RPK. Kini 59 ribu outlet sudah terbangun. Sistem yang dimaksud bakal mampu memantau pergerakan pasokan dan harga secara real time di setiap outlet RPK.

’’Dengan sistem itu, kita bisa memonitor. Next, masya-rakat tidak bisa dimainkan dengan harga. Sekarang diuji coba. Kalau setelah ini sudah klir, kami terapkan di 59 ribu RPK yang ada,’’ jelas Buwas.

Sebagaimana diwartakan, Bulog membangun jaringan RPK untuk mendistribusikan langsung produk pangan ke masyarakat.

Mulai beras, terigu, hingga gula. Peran teknologi, menurut Buwas, mau tak mau dimaksimalkan untuk menunjang tata kelola pangan. Bulog juga berharap penerapan teknologi bisa lebih intens di sektor produksi, khususnya pertanian.

’’Selama ini kita bertahan dengan pertanian konvensional. Padahal, negara lain tidak. Nggak usah jauh-jauh, sekarang Malaysia sudah tidak konvensional. India sudah tidak konvensional. Vietnam yang belajar pertanian di Indonesia, bahkan beberapa sarjana pertanian Vietnam belajarnya di IPB, hari ini kita kalah produksi sama Vietnam,’’ papar Buwas.

Sektor pertanian Indonesia mutlak harus ditingkatkan. Apalagi, Indonesia harus membuktikan declare sebagai negara agraris.

Sektor produksi pangannya juga harus kuat. ’’Kita punya pabrik pupuk, ada lembaga penelitian dan pengembangan bibit di LIPI, IPB Bogor, dan di universitas-universitas yang punya pertanian,’’ ungkapnya.

Buwas mencontohkan, dari segi produksi beras, Indonesia cukup tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia sampai saat ini hanya mampu memproduksi 4–5 ton beras per hektare. Malaysia bisa memproduksi 7–8 ton per hektare dan bahkan Vietnam memproduksi hingga 12 ton per hektare.

’’Kenapa kita hanya bisa 4–5 ton? Pasti ada yang salah,’’ katanya. (agf/c14/oki)

Update