Jumat, 29 Maret 2024

Dihadang Ombak Tinggi, Logistik Diangkut Pakai Kapal Perang

Konsistensi Telkomsel Membangun Infrastruktur Telekomunikasi di Natuna-Anambas

Berita Terkait

Natuna dan Anambas adalah dua kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang termasuk wilayah terluar Indonesia. Wilayahnya 98 persen laut dan daratannya hanya dua persen yang terpecah menjadi pulau-pulau. Semuanya terpisah jarak yang cukup jauh dan berombak ganas. Tak jarang kapal pengangkut logistik untuk membangun tower telekomunikasi seperti BTS Telkomsel dihempas ombak tinggi hingga harus berbalik arah, khususnya pada musim utara. Beruntung Indonesia punya kapal perang sehingga bisa membantu operator selular mengangkut logistik di medan yang sulit.

MUHAMMAD NUR, Batam

WAKIL Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti selalu meluangkan waktunya berkunjung ke pulau-pulau terluar di Kabupatan Natuna. Salah satu yang sering ia datangi adalah Pulau Laut, kecamatan paling utara di Natuna. Pulau yang luasnya 37,58 km² ini berbatasan langsung dengan beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Cina.

Penduduk di pulau ini memang tidak banyak. Dari delapan pulau di Pulau Laut, hanya dua yang berpenghuni dengan jumlah penduduk sekitar 2.000 jiwa. Meski penduduknya sedikit, namun bagi Ngesti, Pulau Laut punya arti penting karena berada di tapal batas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Setiap berkunjung ke pulau itu, persoalan utama yang disampaikan masyarakat di sana adalah lemahnya jaringan telekomunikasi karena BTS (Base Transceiver Station) masih mengandalkan setelit yang rawan terpengaruh cuaca. Mereka hanya meminta ke Ngesti diperjuangkan agar jaringan telekomunikasi lebih baik lagi di Pulau Laut.

Petugas Telkomsel dibantu TNI AL mengeluarkan BTS Combat (BTS Mobile) dari Kapal Perang KRI Teluk Sibolga di salah satu pulau di Natuna beberapa waktu lalu. Foto: dok. Telkomsel Sumatera Area

Masyarakat di sana tak hanya ingin layanan voice atau percakapan dan SMS saja, tapi juga layanan data. Mereka ingin mengakses beragam informasi yang mereka butuhkan. Apalagi di Pulau Sekatung, salah satu dari delapan pulau di Pulau laut yang diproyeksikan menjadi kawasan wisata kerena memiliki garis pantai yang panjang nan indah.

Di satu sisi Ngesti sedih dengan kondisi warganya di tapal batas NKRI itu. Namun di sisi lain, ia juga memaklumi kesulitan operator selular untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di Pulau Laut. Jaraknya sangat jauh dari ibu kota Kabupaten Natuna di Ranai. Butuh biaya besar untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di sana karena dipisah lautan. Apalagi dengan jumlah penduduk yang sedikit, sehingga secara bisnis belum mengungtungkan.

Namun ada harapan besar seiring dengan rampungnya proyek Palapa Ring Barat di Natuna dan Anambas. Bahkan pada 20 Desember 2018 lalu, Direktur Utama Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informasi (kemkominfo), Anang Latif berjanji akan menuntaskan persoalan jaringan di Pulau Laut.

Meski cukup jauh dan harus melintasi lautan, namun pihaknya akan berusaha menggunakan teknologi canggih agar jaringan Palapa Ring Barat menjangkau Pulau Laut. Dengan harapan setelah infrastruktur jaringan tersedia, operator selular seperti Telkomsel bisa menambah infrastruktur telekomunikasi mereka menjadi lebih andal dengan jangkauan yang lebih luas dan stabil.

“Memang butuh biaya besar, tenaga, dan peralatan canggih. Tapi secara teknis bisa. Pemerintah ingin ada jaringan 4G di Pulau Laut,” ujar Anang di Kantor Network Operation Centre (NOC) Palapa Ring Barat, di Kelurahan Bandarsyah, Natuna.

Mendengar hal itu, Ngesti tersenyum lebar. Rakyatnya di pulau tersebut bakal menikmati layanan 4G. Ia yakin operator selular Telkomsel mau berkolaborasi dengan Palapa Ring Barat menuntaskan persoalan di Pulau Laut.

“Ini bukan hanya kepentingan masyarakat di sana, tapi ini kepentingan NKRI. Tapal batas NKRI harus terus dijaga agar tak dicaplok negara lain. Kehadiran infrastruktur telekomunikasi di sana menjadi salah satu identitas bahwa Pulau Laut adalah wilayah NKRI yang tak bisa dicaplok negara lain,” tegas Ngesti.

Natuna digital central yang baru diresmikan melalui program CSR Telkomsel di desa Sepempang, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
foto: batampos / aulia

Tak hanya Pulau Laut, warga di tiga kecamatan yakni, Kecamatan Serasan, Serasan Timur, dan Subi juga mendambakan jaringan telekomunikasi generasi keempat (4G) itu. Selama ini operator selular Telkomsel sudah hadir di sana dengan menggunakan teknologi satelit, namun jaringannya belum 4G.

Kepala Dinas Kominfo Pemkab Natuna, Raja Darmika menyebutkan, semula PT Telkom yang berkolaborasi dengan Telkomsel berencana menghadirkan jaringan 4G di tiga kecamatan itu pada Desember 2018 lalu. Bahkan perangkat jaringan 4G berikut teknisinya sudah tiba di Pulau Serasan dan Subi.

Hanya saja, rencana awal menggunakan Radio IP Long Haul (IPLH) yang dipancarkan melalui Sambas, Kalimantan Barat, diubah menggunakan visat yang akan diambil dari Ranai menggunakan jaringan Palapa Ring Barat.

“Makanya sedikit tertunda karena menunggu kontrak kerja sama dengan Palapa Ring Barat tuntas,” ujar Raja, Selasa (4/12/2018).

Sambil menunggu kontrak kerja sama operator selular dengan Palapa Ring Barat tuntas, Ngesti berharap Telkomsel menempatkan teknisinya di setiap pulau tempat BTS Telkomsel berdiri karena sering terjadi gangguan, terutama saat cuaca buruk.

“Kalau teknisinya dekat kan bisa cepat diperbaiki kalau ada gangguan. Seperti yang terjadi di Serasan dan Pulau Laut, kalau rusak butuh berhari-hari perbaikannya karena menunggu teknisi datang dari Batam. Sementara menuju lokasi BTS dari Ranai cukup jauh, butuh waktu, apalagi musim utara begini, ombak besar sekali, jarang angkutan laut berani menerjang ombak yang tinggi,” ujar Ngesti, Senin (17/12/2018) lalu.

Ngesti benar-benar berharap pada Telkomsel untuk memanfaatkan Palapa Ring Barat agar layanan telekomunikasi di Natuna ke depan lebih stabil, lancar, dan merata di seluruh Natuna. Ini bukan harapan Ngesti belaka, tapi harapan seluruh masyarakat Natuna hingga pulau terpencil dan terluar.

Merespon harapan masyarakat Natuna itu, Vice President ICT Network Management Area Sumatera, Awal R. Chalik mengatakan, itu bukan hanya harapan masyarakat Natuna tapi juga Telkomsel. Bahkan Telkomsel terus berkomitmen menghadirkan jaringan telekomunikasi terbaik hingga ke pelosok negeri, termasuk ke wilayah terluar atau perbatasan NKRI dengan negara lain.

“Kami di Telkomsel sangat konsisten membangun jaringan hingga ke pelosok negeri, karena kita ingin menggerakkan ekonomi masyarakat sesuai potensi yang dimiliki,” ujar Awal, sapaan akrab Awal R. Chalik di gedung GrhaPARI Telkomsel Batam Centre, Batam, Senin (31/12/2018) lalu.

Hal itu dibuktikan Telkomsel dengan terus membuka wilayah-wilayah terisolasi dari jaringan telekomunikasi di Natuna dan Anambas. Bahkan di beberapa titik yang penggunanya belum ada atau sangat sedikit, tetap saja dibangun infrastrukturnya.

Awal membenarkan, untuk wilayah Natuna dan Anambas, sebelumnya memang menggunakan satelit karena tidak ada jaringan fiber optic (FO). Satelit memang lebih rentan dengan gangguan cuaca dan berbiaya mahal. Telkomsel harus mengeluarkan dana besar demi melayani masyarakat Natuna dan Anambas.

Namun belakangan ini, di beberapa titik yang rawan gangguan di Natuna dan Anambas, Telkomsel telah memasang tujuh repiter di tujuh pulau berbeda yang ditembakkan dari Kalimantan.

Tujuannya untuk memperkuat jaringan di pulau-pulau tersebut. Antara lain di Pulau Laut, Serasan, Serasan Timur, dan Subi.
Selain itu, Telkomsel juga menempatkan teknisi di Ranai dan Serasan. Teknisi ini untuk memperbaiki gangguan yang terjadi pada jaringan. Dalam bekerja, teknisi di sana tetap dipandu oleh tim teknis dari Batam.

“Tapi kalau kerusakannya parah, kita kirim tim dari Batam sekaligus membawa logistik berupa peralatan atau komponen yang dibutuhkan untuk perbaikan,” ujar Awal.

Namun untuk sampai ke lokasi BTS yang butuh perbaikan, memang tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi jika membawa logistik yang berat. Medan Natuna dan Anambas yang jauh dan harus melintasi lautan benar-benar menjadi tantangan serius.

“Kalau musim utara seperti sekarang ini kan ombak di Natuna dan Anambas itu bisa sampai 6 meter lebih. Tak ada transportasi yang berani menerjang ombak itu, apalagi bawa logistik berat,” ujar Awal.

Namun Telkomsel tak patah arang. Demi memberikan layanan terbaik, Telkomsel menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan TNI.

“Pernah beberapa kali kita meminta bantuan TNI mengangkut logistik untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di Natuna dan Anambas menggunakan kapal perang, kapal yang biasa dipakai TNI untuk mengangkut alutsista atau persenjataan berat. Hanya kapal TNI itulah yang bisa menerjang ombak besar di laut Natuna dan Anambas di musim utara,” ungkap Awal.

Tantangannya tak hanya berakhir setelah berhasil menerjang ombak yang tinggi menggunakan kapal perang TNI, hambatan kembali muncul ketika hendak menurunkan logistik di pulau tempat Telkomsel membangun infrastruktur.

“Tidak ada crane di pulau itu. Untunglah kapal TNI yang biasa mengangkut persenjataan berat dilengkapi crane, bisa juga akhirnya menurunkan logistik,” ungkap Awal.

Tak hanya itu, setelah logistik tiba di lokasi dan setelah BTS selesai dibangun, persoalan lain keterbatasan sumber energi. Listrik tidak ada, sehingga terpaksa menggunakan genset. Sebab, menggunakan energi matahari atau listrik tenaga angin, untuk kawasan pulau tidak semua cocok.

“Cuaca di wilayah kepulauan begini kan tak menentu, kadang tiba-tiba hujan, lalu panas lagi. Kadang ada angin kencang, kadang tak ada, jadi genset jadi pilihan untuk melistriki BTS,” kata Awal.

Bahan bakar genset yang relatif mahal, apalagi di wilayah Natuna dan Anambas, membuat biaya yang dikeluarkan Telkomsel cukup besar.

“Masyarakat kita tentu inginnya cepat, kami pun maunya juga cepat. Namun kondisi medan yang berat itu kadang jadi hambatan serius, sehingga butuh waktu untuk membangun infrastruktur telekomunikasi maupun perbaikan jika ada kerusakan,” ungkap Awal.

Executive Vice President Telkomsel Area Sumatera Paulus Djatmiko membenarkan kondisi itu. Hal serupa pernah ia alami saat bertugas di Papua. Jika di Kepri berhadapan dengan ombak tinggi, di Papua medannya lebih berat lagi. Akses jalan yang terbatas dengan pegunungan yang tinggi dan lembah yang curam. Belum lagi kekhawatiran bertemu dengan kelompok bersenjata.

“Terpaksa kita sewa helikopter untuk mengangkut logistik untuk membangun infrastruktur telekomunikasi. Biayanya luar biasa besar, namun demi melayani masyarakat mau tak mau harus kita lakukan,” ujar Paulus, Senin (31/12/2018) lalu di GrhaPARI Batam Center, Batam.

Tak hanya medan yang berat, di wilayah Papua listrik dan BBM juga jadi persoalan serius. Di beberapa wilayah ada yang bisa menggunakan solar sel sebagai sumber energi untuk menghidupkan BTS, juga ada yang menggunakan teknologi mikrohidro. Jika listrik yang dihasilkan lebih, disalurkan ke pemukiman penduduk.

“Kalau energi matahari atau solar sel ada kita bangun di Mentawai. Mikrohidro ada di Papua. Tapi lebih banyak pakai genset,” ungkap Paulus.

Ia juga membenarkan tidak semua wilayah hinterland atau pulau terpencil dan terluar menguntungkan dari sisi bisnis. Namun, Telkomsel memiliki komitmen untuk tetap membangun infrastruktur telekomunikasi hingga ke pelosok negeri. Selain ingin menggerakkan ekonomi masyarakat, juga ada fungsi pertahanan negara yang juga harus di kedepankan.

“Makanya hanya Telkomsel yang sanggup hadir di wilayah-wilayah terpencil, pulau terluar, hingga ke daerah perbatasan NKRI. Seperti di Natuna dan Anambas itu. Operator lain pasti mikir,” ujar Paulus.

Awal menambahkan, khusus di wilayah Natuna dan Anambas, setelah hadirnya Palapa Ring Barat, kini Telkomsel sudah mulai beralih menggunakan jaringan tersebut.

“Sudah banyak BTS kita yang memanfaatkan Palapa Ring Barat itu. Ke depan semuanya arahnya ke sana,” ungkap Awal.

Paulus juga menjamin, layanan 4G kelak akan merata ke seluruh pelosok negeri. Telkomsel membutuhkan masukan dan informasi dari masyarakat tetang kawasan yang belum terjangkau jaringan Telkomsel.

“Kalau kita pandang memenuhi syarat, kita bangun infrastrukturnya. Jadi penting juga masukan dari masyarakat itu,” kata Paulus.

Ia membeberkan, banyak hal yang bisa dilakukan jika jaringan telekomunikasi menembus hingga ke pelosok negeri. Banyak aplikasi teknologi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Telkomsel siap menghadirkan berbagai layanan, sesuai karakteristik atau potensi suatu daerah.

“Kami punya infrastrukturnya. Makanya kami konsisten membangun jaringan ke wilayah terpencil sekalipun karena kami ingin pembangunan dan kesejahteraan merata,” ujar Paulus.

Di Natuna dan Anambas saat ini sudah bisa menikmati layanan 4G, khususnya di pusat-pusat kota. Bahkan belum lama ini Telkomsel kembali memperkuat layanan 4G di dua kabupaten terluar di Kepri itu dengan membangun dua BTS 4G baru.

Dengan penggelaran infrastruktur jaringan 4G di wilayah perbatasan negara tersebut, kini Telkomsel telah mengoperasikan 89 BTS di Natuna dan Anambas, termasuk delapan BTS 4G.

Beberapa operator selular juga mulai mengikuti jejak Telkomsel, seperti Smartfren yang juga sudah membangun sejumlah BTS di Natuna dan Anambas. Bahkan beberapa sudah beroperasi dan masyarakat bisa menggunakan jaringan 4G.

Dengan jangkauan layanan 4G yang semakin luas itu, kini perlahan tapi pasti masyarakat Natuna dan Anambas sudah mulai merasakan merdeka sinyal. Juga sudah bisa mengunggah keindahan alam Natuna yang luar biasa.  (arn/***)

Update