Jumat, 29 Maret 2024

Alasan Kalah Bersaing, BUMD Tak Kelola Sembako

Berita Terkait

batampos.co.id – Langkah DPRD Kota Batam menggerakkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Batam untuk mengelola sembako dinilai akan sulit. Alasannya, keterbatasan modal oleh PT Pembangunan Batam selaku pengelola BUMD, menyebabkan akan kalah bersaing dengan pengusaha atau distributor lokal.

”Ndak bisa. Kalau digerakkan ke sana (kelola sembako, red) BUMD akan kalah dengan pengusaha yang ada. Baik dari segi modal dan fasilitas tetap kalah. Jadi, (BUMD kelola sembako) memang sulit,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Batam Jefridin, Selasa (8/1).

Diakuinya, sejauh ini BUMD masih sulit bersaing dengan para pemasok sembako di Batam. Sebab distributor yang sudah eksis saat ini cukup banyak dan memiliki modal besar. Bahkan mereka punya gudang sembako sendiri.

”Saya belum melihat rencana bisnis BUMD ke depan seperti apa. Kalau sekarang BUMD kita bergerak di gas, dan prospeknya cukup bagus. Modal Rp 2 miliar, BUMD bisa menyumbangkan deviden ke PAD (Pendapatan Asli Daerah) Rp 1 miliar setiap tahunnya,” jelasnya.

Sebelumnya, guna mengantisipasi inflasi khususnya yang disebabkan kenaikan harga sembako, DPRD Kota Batam mendorong Pemerintah Kota (Pemko) Batam untuk melakukan penguatan pada BUMD. Selain untuk menambah pendapatan, BUMD harus difungsikan untuk mengelola bisnis yang langsung manfaatnya dirasakan masyarakat.

”Jangan dibilang BUMD sudah kapok bisnis sembako! BUMD bisa sukses kelola sembako kalau memang ada kemauan. Bisnis sembako itu sangat menjajikan,” kata anggota Komisi II DPRD Batam, Mulia Rindo Purba.

ilustrasi toko sembako. F Cecep Mulyana/Batam Pos

Seharusnya, lanjut Rindo, BUMD bisa mengumpulkan semua sembako yang datang dari luar untuk menyalurkannya di pasaran Batam. Dengan begitu, selain keuntungan juga dapat mengontrol harga pasar. ”Jadi jelas arahnya. Modal harus diperkuat untuk bisnis sembako ini. Bahkan menurut saya, ini sangat menguntungkan,” sebutnya.

Bukan Daerah Penghasil, Wajar Inflasi Tinggi

Indeks Harga Konsumen (IHK) Kepri pada Desember 2018 mengalami inflasi. IHK Kepri per Desember 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar 1,15 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,43 persen. Lebih tinggi dibanding IHK nasional yang tercatat inflasi sebesar 0,62 persen.

Selain tarif angkutan udara, kelompok lain yang andil dalam tingginya inflasi yakni komoditas bawang merah dan bayam. Catatan ini berdasarkan rilis yang dikeluarkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kepri. Bawang merah mencatatkan inflasi 28,43 persen, sementara bayam menyumbang sebesar 17,27 persen.

Peningkatan harga komoditas bawang merah disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari wilayah sentra penghasil seiring dengan curah hujan yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil pantauan dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), kenaikan harga melanjutkan tren sejak bulan lalu sebagai dampak dari musim hujan dengan intensitas tinggi, sehingga mengakibatkan kegagalan panen dan keterbatasan pasokan.

Sekda Kota Batam yang juga Ketua Harian TPID Kota Batam, Jefridin mengatakan Batam menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kepri. Menurutnya, inflasi yang disebabkan kenaikan bawang dan bayam wajar terjadi. Sebab, Batam bukan daerah penghasil. Hal ini juga ditambah dengan wacana menjalin kerja sama dengan daerah lain untuk memenuhi komoditas pangan di Batam sampai sekarang belum terealisasi, seperti kerja sama dengan Jambi dengan alasan jarak.

”Belum (kerja sama dengan Jambi, red), sebabnya tranportasinya. Kita minta rute khusus dari Jambi ke Batam ke pusat tapi sampai detik ini belum. Daerah hanya mendorong. Sekarang dari Jambi-Natuna, busuklah bayam itu,” kata Jefridin.

Sedangkan jika dikirim melalui tranportasi udara tentunya biaya yang dikeluarkan sangat mahal. TIPD Batam, sambungnya, sering menyampaikan hal tersebut saat rapat bersama TIPD Provinsi, agar kebutuhan komoditas pangan dan lainnya bisa masuk Batam dengan cepat.

”Setiap rapat kita sampaikan. Tapi Provinsi mohon dibangun kerja sama dengan daerah lain. Sekarang, Lingga atau Natuna tak bisa menggirim karena gelombang besar. Inilah menjadi salah satu kendalanya,” jelas mantan Kadispenda Batam itu.(iza)

Update