Sabtu, 20 April 2024

Was-was Bagasi Pesawat Tak Lagi Bebas

Berita Terkait

foto: batampos.co.id / cecep mulyana

batampos.co.id – Kebijakan komersialisasi bagasi maskapai penerbangan Lion Air dan menyusul Citilink memukul sektor para UKM di Batam meski masih baru rencana.

Hal tersebut ditegaskan oleh manajer operasional oleh-oleh Nayadam Batam, Syarif Hidayatullah kepada Batam Pos, Jumat (11/1/2019) siang.

“Jujur, meski baru sebatas rencana terkait kebijakan mengomersialisasikan bagasi penumpang di pesawat, omzet kami di beberapa outlet, khususnya di Bandara Hang Nadim Batam menurun drastis. Biasanya Sabtu dan Minggu kami mampu mendapatkan omzet Rp 5 juta hingga Rp 6 juta. Adanya rencana kebijakan penghapusan jatah bagasi gratis penumpang pesawat mengiki omzet kami Sabtu-Minggu sekarang ini hanya mampu mendapatkan omzet paling banyak Rp 2 juta,” ujarnya.

Biasanya wisatawan lokal yang masuk ke Batam melalui Bandara Hang Nadim Batam, sebelum kembali ke daerah asalnya, lanjutnya, minimal selalu berkunjung ke konter tempatnya bekerja minimal membeli satu dus oleh-oleh Nayadam.

“Tapi dengan adanya rencana aturan zero bagage atau mengkomersilkan bagasi penumpang di pesawat, wisatawan itu jadi berpikir dua kali untuk membeli oleh-oleh dari Batam. Mereka takut barang bawaannya seperti oleh-oleh akan dikenakan tarif bagasi yang juga tak murah. Itulah dampaknya dari UKM. Itu baru rencana. Bagaimana nantinya kalau hal itu dijalankan dan dipatenkan. Saya yakin akan mengikis wisatawan untuk bepergian masuk ke Batam,” terangnya.

Apalagi Batam adalah daerah yang hanya bisa diakses melalui jalur laut dan udara. Kebijakan mengkomersilkan bagasi penumpang di pesawat akan memukul telak usaha UKM di sektor penjualan oleh-oleh atau buah tangan.

“Mungkin kalau seperti wilayah daratan semisal Jawa, Sumatera Daratan maupun daerah lain, tak terlalu terdampak. Tapi kalau daerah kepulauan yang hanya bisa diakses jalur udara dan laut saja, itu akan memukul sektor UKM dan berujung pada berkurangnya kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara ke Batam,” ujar Syarif.

Dampak terkait rencana kebijakan maskapai mengkomersilkan jatah bagasi penumpang juga dikatakan oleh Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Kepri, Andika.

“Saya akui juga berdampak meski tak besar. Namun yang paling terpukul itu para UKM sektor perdagangan seperti penjualan oleh-oleh atau buah tangan. Itu yang membuat penumpang atau wisatawan berpikir tiga kali sebelum membeli oleh-oleh di tempat mereka berkunjung. Mereka takut nantinya akan dikenakan biaya tambahan yakni bagasi dari oleh-oleh yang dibawanya.

“Kami berharap pihak airlines mempertimbangkan lagi kebijakan mengkomersilkan bagasi penumpang pesawat atau penghapusan jatah gratis bagasi barang bawaan penumpang pesawat. Kebijakan itu sangat tidak sejalan dan tak mendukung upaya pemerintah pusat untuk menggenjot sektor kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara di Indonesia,” terang Andika.

Sebab, untuk menggenjot sektor kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, lanjutnya, tak cukup hanya mengandalkan travel agent saja.

“Kalau travel agentnya sudah komit, ternyata pihak maskapai justru mengeluarkan kebijakan yang jadi penghalang peningkatan kunjungan wisatawan, maka mustahil target peningkatan kunjungan wisatawan itu akan mampu diwujudkan. Pihak maskapai harusnya juga mengeluarkan kebijakan yang mampu mendongkrak tingkat kunjungan wisaatawan, bukan sebaliknya seperti mengkomersilkan jatah bagasi barang bawaan penumpang. Aturan atau kebijakan itu kan sudah kontraproduktif dengan cita-cita pemerintah pusat untuk mengembangkan wisata di tiap daerah,” ujarnya mengakhiri. (gas)

Update