Jumat, 29 Maret 2024

Trump Sering Tutupi Pembicaraan dengan Putin

Berita Terkait

Isu intervensi Rusia pada Pilpres 2016 terus menghantui Presiden AS Donald Trump (Reuters)

batampos.co.id – Pekan lalu dua media menerbitkan artikel panjang mengenai penyelidikan FBI dan rahasia Presiden AS Donald Trump dengan Rusia di tengah panasnya shutdown parsial. Tentu saja, Trump langsung meradang.

Dalam wawancara Fox News, Trump langsung menanggapi artikel New York Times, Jumat (11/1). Berita tersebut menyebutkan bahwa FBI sedang menyelidiki apakah Trump mengancam keamanan nasional. Juga kemungkinan Trump bekerja untuk Rusia.

’’Kalau Anda membaca berita itu, mereka tidak menemukan bukti apa pun. Tulisan tersebut sangat menghina,’’ ungkap taipan 72 tahun itu.

Menurut Trump, kabar FBI sempat meluncurkan penyelidikan beberapa hari setelah pemecatan James Comey sebagai direktur FBI Mei 2017 hanyalah hoax. Dia menegaskan, alasan pemecatan Comey adalah ketidakbecusan dalam mengupas kasus penyelewengan surat elektronik Hillary Clinton. ’’Semua orang sudah tahu fakta tersebut. Tidak ada kolusi sama sekali,’’ ucapnya.

Trump juga menyebut temuan lainnya dari Washington Post. Yakni, sikap Trump yang selama ini menutupi detail pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Bahkan, politikus Partai Republik itu dikabarkan pernah merampas catatan seorang penerjemah setelah pertemuan resmi di sela-sela KTT G20 Kota Hamburg, Jerman.

’’Sudah beberapa bulan sejak pertemuan mereka di Helsinki (KTT AS-Rusia tahun lalu, Red). Tapi, kami masih tak tahu apa isi pertemuan tersebut,’’ ujar Kepala Komite Hubungan Internasional Dewan Perwakilan AS Eliot Engel.

Soal itu, lagi-lagi Trump membantah. Dia menyatakan tak pernah menutup-nutupi pertemuan apa pun. Dia mengaku bersedia mengungkapkan dokumen pertemuan. ’’Saya tak peduli. Pertemuan itu sama seperti pertemuan kepala negara lain,’’ tegasnya.

Bantahan tersebut tak lantas membuat publik percaya. Pasalnya, sikap Trump terlalu ganjil. Strobe Talbott, mantan wakil menteri dalam negeri era Bill Clinton, tak pernah melihat presiden yang ikut campur dalam urusan laporan rapat. ’’Ini jelas merugikan pejabat AS dan memberikan ruang bagi Putin untuk memanipulasi situasi,’’ ujar pria yang sekarang bekerja di Brookings Institution itu.

Kesempatan tersebut jelas tak dibuang kubu Partai Demokrat. Dewan Perwakilan yang baru saja dikuasai partai itu menyatakan bakal menyelidiki dua laporan media tersebut. Terutama detail penyelidikan FBI pasca pemecatan Comey. ’’Kami akan mencari cara untuk melindungi para penyelidik dari serangan presiden,’’ ujar Ketua Komite Yudisial Jerrold Nadler.

Saat ini Demokrat masih marah karena perang shutdown dengan Trump. Mereka dikunci hak veto pemerintah sehingga tak bisa meloloskan anggaran tanpa menyetujui dana tembok pembatas USD 5,7 miliar (Rp 80 triliun).

’’Saya tunggu Demokrat untuk kembali liburan dan bertindak. Hanya butuh 15 menit untuk membuat kesepakatan dan semua bisa kembali bekerja,’’ ujar Trump. Hari ini (14/1) shutdown sudah mencapai hari ke-23. Meneruskan rekor anggaran macet terlama sepanjang sejarah modern AS. (dyah/JPG)

Update