Kamis, 25 April 2024

Pasien BPJS Dikenakan Biaya Tambahan

Rawat Inap Hanya Boleh Naik Satu Kelas

Berita Terkait

batampos.co.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan aturan mengenai urun dan selisih biaya program jaminan kesehatan nasional kartu Indonesia sehat (JKN-KIS), Jumat (18/1). Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018.

Tujuannya menekan potensi penyalahgunaan pelayanan fasilitas kesehatan. Urun biaya merupakan biaya tambahan terhadap layanan di fasilitas kesehatan. Urun biaya akan dikenakan kepada peserta yang ingin mendapat layanan kesehatan atas keinginan sendiri. Di luar hak dan rekomendasi medis dokter maupun penyedia fasilitas layanan kesehatan. Contohnya meminta melahirkan secara Caesar karena mengejar tanggal cantik.

“Jadi peserta tidak bisa seenaknya mendapat pelayanan kesehatan. Karena harus bayar,” ucap Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Budi Mohamad Arief, Jumat (18/1).

Nantinya, peserta BPJS akan dikenakan biaya Rp 20 ribu untuk sekali kunjungan rawat jalan di rumah sakit kelas A dan B. Sementara, untuk kelas C, D, dan klinik utama sebesar Rp 10 ribu. Jika penyakit kronis dan sering melakukan kontrol, maka dikenakan pembayaran maksimal Rp 350 ribu. Dengan ketentuan maksimal 20 kali kunjungan dalam tiga bulan.

Sedangkan, rawat inap, hanya membayar 10 persen dari total tarif Indonesia Case Base Groups (INA-CBG). “Paling tinggi membayar Rp 30 juta,” ucap Budi. Jadi, BPJS yang akan membayar sisa dari urun biaya rumah sakit.

Apa saja jenis pelayanan yang dikenakan urun biaya? Budi menjawab, sampai saat ini belum ditetapkan jenisnya. Perlu membutuhkan proses dan kajian yang cukup panjang. Kemenkes akan menampung usulan dari stakeholder kesehatan. Antara lain, BPJS, organisasi profesi, maupun asosiasi penyedia fasilitas kesehatan. Tidak hanya sekedar usul. Tapi, harus berdasarkan data dan analisi pendukung.

Kemudian, Menkes membentuk tim khusus yang terdiri atas unsur stakeholder pengusul, plus personil Kemenkes. Tim nantinya bertugas melakukan kajian, uji publik, serta membuat rekomendasi. “Uji publik seperti melakukan diskusi-diskusi dengan beberapa pihak terkait, organisasi atau kelompok konsumen atau rumah sakit dan sebagainya,” terang Budi.

Permenkes tersebut juga mengetatkan aturan mengenai selisih biaya. Bagi peserta yang ingin meningkatkan kelas perawatan dari haknya akan dikenakan pembayaran akibat peningkatan pelayanan. Dan hanya dapat naik satu tingkat lebih tinggi. Untuk biaya paket rawat jalan eksekutif tidak boleh lebih dari Rp 400 ribu per kunjungan.

Begitu pula dengan rawat inap. Budi mengatakan, peningkatan dari kelas 3 ke 2 maupun kelas 2 ke 1, bahkan 1 ke VIP. Peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA-CBG antar kelas. “Khusus VIP karena tidak masuk dalam tanggungan BPJS, peserta membayar paling banyak 75 persen dari tarif kelas 1,” jelasnya.

Ketentuan urun dan selisih biaya, berdasarkan Permenkes tidak dibebankan kepada tiga kategori. Peserta penerima bantuan iuran, peserta yang mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah atau jamkesda, dan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dari peraturan tersebut hanya selisih biaya yang sudah berjalan. Sementara urun biaya belum. Budi lebih menekankan untuk sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu. Supaya tidak menimbulkan polemik ke depannya. “Supaya masyarakat teredukasi lebih dulu sebelum diterapkan. Masih banyak yang perlu dikaji. Bisa saja akhir tahun baru ditetapkan, kita juga tidak tahu,” imbuh dr. Kameli, staff ahli Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS.

Di sisi lain, lahirnya Permenkes No. 51 Tahun 2018 mendapat komentar Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. Menurutnya urun biaya yang diatur dalam Permenkes ini bisa digunakan sebagai cara mengurangi defisit BPJS Kesehatan. ”Ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dan BPJS Kesehatan utk mengendalikan biaya INA CBGs,” ucapnya kemarin.

Lebih lanjut Timboel mengatakan bahwa BPJS Watch mendorong pembentukan tim yang objektif dalam mengusulkan jenis pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan urun biaya. Pada pasal 4 Permenkes tersebut ditulis bahwa Menteri Kesehatan harus menetapkan jenis pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan urun biaya.

”Saya mengusulkan agar ada perwakilan dari peserta JKN yang bisa diwakili oleh YLKI atau BPJS Watch di tim tersebut,” katanya. Dengan melibatkan unsur peserta maka keputusan juga berpihak pada peserta. Peserta JKN terlindungi dalam mekanisme urun biaya ini.

Ke depan dalam pelaksanaannya pun pemerintah dan BPJS Kesehatan harus melakukan pengawasan. Faskes juga wajib menginformasikan jenis pelayanan kesehatan yg dikenai urun biaya dan estimasi besaran urun biaya. ”Jangan sampai ada unsur paksaan terhadap peserta JKN,” tutur Timboel. (han/lyn/JPG)

Update