Kamis, 25 April 2024

Dampak Harga Tiket Mahal, Pilih Terbang dari Singapura

Berita Terkait

batampos.co.id – Mahalnya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik membuat warga Batam yang ingin pulang kampung atau bepergian dengan pesawat memilih terbang dari Malaysia dan Singapura. Sebab harga tiket dari negara tetangga itu jauh lebih murah. Apalagi ditambah dengan berbagai promo yang ditawarkan sejumlah maskapai di momen low season saat ini.

Batam Pos mencoba membandingkan harga tiket dari Singapura, Kuala Lumpur, dan Batam dengan tujuan Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, untuk penerbangan tanggal 12 Februari 2019. Da­ri Batam, rata-rata pesawat low cost carrier (LCC) seper­ti Lion Air dan Citilink Indonesia menawarkan harga an­tara Rp 950 ribu hingga Rp 1,1 juta. Dan tentunya ditambah biaya bagasi.

Sementara untuk penerbangan di hari dan tujuan yang sama, tiket pesawat dari Singapura dan Kuala Lumpur jauh lebih murah.

Tiket Air Asia, misalnya. Da­­ri Singapura ke Soekarno Hat­ta hanya sekitar Rp 500 ribu sa­ja. Sedangkan dari Kua­­la­ Lumpur lebih murah la­gi, yak-ni sekitar Rp 360 ribu saja.

Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Kepri Andika Lim membenarkan hal ini. Saat ini, harga tiket pesawat dari negara memang lebih murah jika dibandingkan dari Batam dan Kepri.

“Lebih murah. Khususnya warga Kepri, mereka bisa pilih terbang Malaysia atau Singapura,” kata Andika, Senin (28/1/2019).

Terminal keberangkatan Hang Nadim.
foto: batampos.co.id / cecep mulyana

Menurut Andika, saat ini calon penumpang pesawat di Indonesia ibarat jatuh tertimpa tangga. Bagaimana tidak, harga tiket pesawat naik, bahkan untuk pesawat LCC, lalu ditambah dengan biasa bagasi yang juga tak kalah mahal.

Menurut Andika, beberapa maskapai di luar negeri memang menerapkan bagasi berbayar. Namun, mereka mengimbanginya dengan promo tiket. Sehingga tidak terlalu membebani calon penumpangnya.

“Tapi ini (di Indonesia), harga tiket maskapai LCC mendekati (maskapai) full service, lalu ditambah bagasi berbayar. Yah harganya sama dengan full service bahkan lebih mahal,” ujarnya.

Andika menilai, harusnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dapat meminta maskapai no frills (LCC) menurunkan harga tiketnya. Namun, ia melihat selama ini tidak ada tindakan dari Kemenhub.

“Kebijakan ini tidak sejalan dengan program dibuat Kementerian Pariwisata,” ungkapnya.

Pemberlakuan tiket mahal dan bagasi berbayar ini, kata Andika, tak hanya menghantam bisnis pariwisata dalam negeri atau domestik saja. Tapi juga luar negeri. Karena beberapa paket wisata yang ditawarkan agen-agen travel di Batam untuk turis asing, memberikan tawaran untuk berwisata ke daerah lainnya seperti Sumatera dan Jawa.

“Kami menawarkan paket connecting. Tapi kalau tiket mahal, ya tidak sesuailah,” tuturnya.

Hingga kini, beberapa rencana perjalanan wisata dibatalkan akibat mahalnya harga tiket. Lalu ditambah kebijakan bagasi berbayar. “Tak nutup, beberapa jumlah paket pariwisata dibatalkan teman-teman,” ujarnya.

Khusus untuk penerapan bagasi berbayar, Andika menilai kebijakan ini juga cukup merugikan Usaha Kecil Menengah (UKM). “Pedagang oleh-oleh itu kebanyakan UKM. Akibat bagasi berbayar ini tak akan banyak lagi yang mau berbelanja,” ucapnya.

Ia meyakini kebijakan ini juga akan menurunkan minat masyarakat untuk berpergian melalui pesawat. “Coba bayangkan jika enam bulan saja masyarakat menahan diri berpergian, apa jadinya bisnis penerbangan,” ungkapnya.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Batam Fahri Agusta menambahkan, fenomena penumpang dalam negeri yang memilih terbang dari luar negeri akan merugikan perekonomian domestik.

“Kita membuang pendapatan, harusnya bisa masuk ke dalam negeri. Tapi kalau luar negeri menjanjikan, mau gimana lagi,” ungkapnya.

Akibat tiket mahal dan bagasi berbayar ini, jumlah penumpang pesawat yang berangkat dari Bandara Internasional Hang Nadim Batam turun drastis. Direktur Badan Usaha Bandar Udara Hang Nadim Suwarso mengatakan, jumlah penumpang masih berkisar di angka 5 ribuan orang per hari. Padahal biasanya mencapai 7 ribu orang per hari.

“Tanggal 25 Januari sempat naik di angka 6.112. Tapi di 26 Januari turun menjadi 5.482 lalu di 27 Januari 5.622 orang,” tuturnya.

Sedangkan General Manager Marketing Bandara Hang Nadim Benny Syaharoni mengatakan, penerapan bagasi berbayar ikut menurunkan pendapatan beberapa tenant di Hang Nadim. Baik itu pendapatan porter, petugas wraping, maupun penjual oleh-oleh.

“Rata-rata penurunannya hingga 14 persen,” ucapnya.

Penumpang, kata Benny, tak banyak lagi yang menggunakan jasa porter. Karena barang yang dibawa tidak banyak. Lalu petugas wraping tidak lagi mendapatkan pesanan untuk melapisi plastik barang milik penumpang yang masuk ke bagasi.

“Sementara penjual oleh-oleh sepi pembeli, karena penumpang takut dirazia karena membawa kardus oleh-oleh,” tuturnya. (ska)

 

Update