Rabu, 24 April 2024

UMS Tak Wajib Ditetapkan

Berita Terkait

ilustrasi
foto: iman wachyudi / batampos

batampos.co.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri menyatakan keberatan pada Gubernur Kepri Nurdin Basirun terkait rencana penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS) Kota Batam saat digelar rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) di Gedung Graha Kep-ri Batam Center, Jumat (15/2).

Pasalnya, pengusaha menilai syarat atau kriteria untuk menetapkan UMS Kota Batam berlandaskan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum, tak terpenuhi. Sehingga, penetapan UMS tak mesti dilakukan.

ā€œUMS sesuatu yang tidak wajib. Ternyata di Indonesia sampai saat ini hanya ada dua hingga tiga daerah saja yang ada UMS-nya,ā€ ujar Ketua Apindo Kepri Cahya, kemarin.
Menurutnya, sesuai Permenaker 15/2018, penetapan UMS harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, adanya sektor unggulan. Cahya menyatakan dengan kondisi ekonomi Batam beberapa waktu terakhir dan pertumbuhan nilai tambah yang tak signifikan, hanya beberapa perusahaan yang memenuhi kriteria itu.

Kriteria kedua, yakni usaha skala besar. Ketiga, kesepakatan bipartit antara serikat pekerja dengan asosiasi pe-ngusaha sektor terkait. Terkait ini, Cahya menyebut tak pernah ada kesepakatan antara asosiasi usaha dengan serikat pekerja di sektor terkait. Terlebih, tidak semua sektor ada asosiasi usahanya di Batam.

ā€œJadi, tanpa ketiga poin tersebut, UMS Kota Batam tidak dapat ditetapkan,ā€ tegasnya.

Menurutnya, dengan Upah Minimum Kota (UMK) Batam saat ini sebesar Rp 3,8 juta, adalah yang tertinggi kedua di Indonesia. Jika dipaksakan masih ada UMS, maka akan membuat Batam semakin tidak kompetitif untuk investasi baik di Indonesia maupun di tingkat regional Asia Tenggara (Asean).

Bahkan belum lama ini, sambung Cahya, Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong baru saja meresmikan Kendal Industrial Park di Jawa Tengah, yang merupakan kerja sama investasi dan perdagangan kedua negara.

ā€œUMK Kendal hanya Rp 2 juta, kita (Batam) sudah Rp 3,8 juta. Bagaimana kita bisa kompetitif? Di tingkat Asean, seperti Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos, UMK-nya lebih kurang Rp 2 juta tapi SDM (Sumber Daya Manusia)-nya rata-rata lebih unggul dari kita,ā€ imbuhnya.

Tahun lalu, ketika UMK Batam Rp 3,5 juta, pihaknya mengadakan survei ke lapangan. Ternyata, kata Cahya, lebih dari 60 persen pengusaha lokal tidak mampu membayar tenaga kerjanya sesuai UMK. Di sektor formal, sebagian pengusaha hanya sanggup bayar antara Rp 2,7 juta hingga Rp 3 juta.

Sementara di sektor informal seperti di pusat perbelanjaan (mal) atau toko-toko, hanya mampu bayar Rp 2 juta-Rp 2,5 juta, dan untuk warung dan kedai kopi hanya bayar Rp 1,5 juta-Rp 2 juta.

ā€œArtinya di mata hukum, orang-orang ini bisa dipidanakan dan bisa dipenjara loh (karena tak bayar sesuai UMK), karena tanda tangan Pak Gubernur ada konsekuensi hukumnya. Apakah penjara cukup muat untuk memenjarakan semuanya?ā€ ujarnya.

Di awal tahun ini, Apindo juga kembali mengadakan survei angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sesuai Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelak-sanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak yang berisi 60 item. Hasilnya, kata dia, KHL Batam adalah Rp 2.774.000, jauh di bawah UMK Batam saat ini yang sudah mencapai Rp 3,8 juta.

ā€œArtinya, jika Permenaker itu adalah standar nasional, maka UMK Batam sudah jauh di atas KHL,ā€ sebutnya.

Terlebih jika sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, maka sekitar tiga tahun lagi UMK Batam akan naik terus hingga Rp 5 juta. Hal itu, kata Cahya, akan membuat Batam semakin dijauhi investor.
Karena itu, Apindo minta agar Gubernur Kepri mematuhi aturan yang berlaku dan tidak mengeluarkan Surat Keputusan (SK) berdasarkan tekanan demontrasi kalangan buruh.

ā€œKarena SK hanya akan berpihak pada sekelompok pekerja saja, tapi tidak berpihak kepada kami dan juga tidak berpihak pada ratusan ribu pencari kerja yang masih sangat membutuhkan pekerjaan. Kami semua juga masya-rakat yang butuh Pak Gubernur pikirkan dan lindungi,ā€ tutupnya.

Sehari sebelumnya atau pada Kamis (14/2) sore, ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di depan Gedung Graha Kepri Batam. Mereka menuntut agar Gubernur Kepri segera mengesahkan usulan UMS Kota Batam. Berdasarkan berita acara rapat DPK Batam beberapa waktu lalu, menghasilkan kesepakatan usulan besaran penetapan UMS Kota Batam 2019 dan pembagian sektornya mengacu pada SK Gubernur Nomor 804 Tahun 2018. Adapun, besaran usulan per sektor yakni Sektor I Rp 3.844.421, Sektor II Rp 3.882.485, dan Sektor III Rp 4.072.803. Usulan tersebut kini di tangan Gubernur apakah akan disahkan atau ditolak.(rna)

Update