Sabtu, 20 April 2024

Sebar DPTb ke TPS Terdekat jika MK Tolak Uji Materi Surat Suara Tambahan

Berita Terkait

batampos.co.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengisyaratkan pasrah pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait permasalahan penyediaan surat suara daftar pemilih tambahan (DPTb). Sangat sedikit opsi yang bisa diambil KPU jika MK nanti ternyata menolak permohonan para pemohon. KPU harus memutar otak untuk memastikan para pemilih tambahan terlayani tanpa melanggar UU Pemilu.

Ditemui setelah rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR kemarin (18/3), Komisioner KPU Viryan Azis menyebut ada dua masalah terkait surat suara DPTb. Pertama, masa pendaftaran DPTb yang telah berakhir pada Minggu (17/3). Kedua, soal ketersediaan surat suara DPTb. Dua persoalan tersebut saat ini masih diajukan uji materi ke MK untuk dicarikan solusi.

Dia menjelaskan, KPU mendapat informasi bahwa kemarin masih ada sejumlah pemilih yang datang untuk mengajukan pindah. Padahal, pendaftaran DPTb sudah di-tutup. UU 7/2017 tentang Pemilu telah mengatur bahwa pendaftaran DPTb dibatasi maksimal H-30 pemungutan suara.

’’Karena ketentuan undang-undang seperti itu, KPU tidak bisa lagi melayani DPTb,’’ paparnya.

Menurut dia, para pemilih pindahan masih berkesempatan masuk DPTb. Syaratnya, ada dasar hukum yang berupa putusan MK. Dasar hukum itu bisa memberikan ruang bagi KPU untuk melayani pindah memilih setelah batas 30 hari terlewati. ’

’Karena dari sisi regulasi sudah tidak memungkinkan untuk melakukan pelayanan terhadap pemilih A5 (DPTb),’’ lanjut mantan komisioner KPU Kalbar tersebut.

Mengenai jumlah total pemilih tambahan, KPU masih menunggu hasil rekapitulasi berjenjang dari jajaran KPU se-Indonesia. Berkaca dari rekapitulasi tahap pertama bulan lalu, dalam pekan ini hasil rekapitulasi pindah memilih diharapkan bisa ketahuan.

KPU, lanjut Viryan, saat ini tidak bisa berbuat banyak untuk memastikan surat suara bagi pemilih pindahan. Pihaknya hanya punya satu solusi untuk memastikan hak pilih pemilih DPTb terlayani. ’’Kami akan distribusikan (pemilih DPTb) secara proporsional,’’ tuturnya.

Opsi itu diambil jika nanti MK menolak permohonan pemohon uji materi DPTb.

Pemilih DPTb maupun pemilih khusus akan disebar merata ke semua TPS. Meski ada risiko lokasinya cukup jauh dari domisili si pemilih saat ini. KPU tidak punya dasar hukum untuk mencetak surat suara DPTb sehingga tidak memungkinkan untuk membangun TPS khusus yang berisi pemilih DPTb.

Sekjen Komite Independen Pemantau (KIPP) Kaka Suminta mengusulkan agar KPU tidak menunggu MK. Dia mengatakan, KPU tetap bisa menggunakan UU Pemilu untuk mencetak surat suara DPTb. ’’DPTb itu kan bagian dari DPT juga,’’ katanya. Pada saat bersamaan, kelebihan surat suara di daerah asal pemilih DPTb bisa ditarik dan dimusnahkan.

Hal itu, menurut Viryan, hanya bisa dilakukan jika ada dasar hukum berupa putusan MK. Sebab, pengadaan surat suara untuk DPTb juga berkaitan dengan kesiapan keuangan. KPU tentu tidak bisa mengeluarkan anggaran tanpa dasar hukum.

Pencetakan Surat Suara

Hingga kemarin (18/3), jumlah surat suara yang selesai dicetak mencapai 912.601.471 lembar atau 93,91 persen dari total kebutuhan. Dari enam perusahaan atau konsorsium pemenang tender, PT Temprina Media Grafika mencatat persentase tertinggi, yakni 96,22 persen.

’’Deadline-nya 27 Maret,’’ kata Komisioner KPU Ilham Saputra.

Dia juga berharap MK segera memutus uji materi soal DPTb sehingga ada kejelasan bagi pihaknya untuk memproduksi surat suara atau tidak. Jika putusan MK mengharuskan pencetakan surat suara, KPU akan menambah produksi. Sebaliknya, jika uji materi ditolak, KPU cukup menjalankan UU yang sudah ada.(byu/bay/c15/agm)

Di MK saat ini proses uji materi UU Pemilu terkait hak pilih masuk tahap perbaikan kedua. Rencananya, sidang perbaikan tersebut dihelat besok (20/3). Setelah itu, MK akan mengadakan pleno untuk menentukan apakah akan mendengarkan keterangan pihak terkait atau langsung memutus perkara melalui rapat permusyawaratan hakim.
Secara terpisah, peneliti senior Formappi Lucius Karus memandang KPU menjadi gamang dalam memutus persoalan DPTb. Sebab, masalah KPU bukan hanya itu. Masih ada problem lain terkait daftar pemilih yang hingga kini sulit dicari jalan keluarnya. ’’Bagaimana bisa misalnya ada WNA terdaftar dalam DPT? Juga, banyak warga yang sudah punya hak pilih, tetapi terkendala KTP yang belum elektronik. Masih banyak lagi masalah lain,’’ katanya.

Kondisi itu, lanjut Lucius, membuat KPU sulit mengatakan bahwa pemilu saat ini memiliki daftar pemilih yang tetap. Masalah demi masalah membuat KPU harus merevisi atau menyempurnakan DPT. DPTb, kata dia, menjadi isu penting karena kebijakan untuk memudahkan warga yang tidak terdaftar atau pindah tempat memilih akan berhadapan dengan kenyataan terbatasnya surat suara tambahan di TPS yang hanya 2 persen dari jumlah DPT TPS tersebut.

’’Aturan ini tentu mengkhawatirkan karena tampaknya jumlah warga yang punya hak memilih melebihi jumlah kertas suara tambahan,’’ ungkapnya. Dalam hal ini, KPU jelas tidak bisa berbuat apa-apa karena harus mengikuti perintah UU.

Namun, pada saat yang sama, KPU sebagai penyelenggara punya kewajiban untuk memastikan warga negara yang mempunyai hak memilih harus bisa menggunakan hak pilihnya. ’’Mestinya persoalan ini tidak hanya dibebankan kepada KPU untuk mencari jalan keluarnya. Pemerintah dan DPR sesungguhnya bisa duduk bersama untuk mencari solusi agar hak warga untuk memilih bisa terpenuhi,’’ paparnya. (byu/bay/c15/agm)

Update