Jumat, 29 Maret 2024

Fenomena Jual Beli Suara

Berita Terkait

batampos.co.id – Pelaksanaan Pemilu 2019 tinggal menghitung hari. Memanfaatkan waktu yang tersisa, sejumlah calon legislatif (caleg) mencoba menempuh jalan pintas untuk meraih suara terbanyak. Yakni dengan membeli suara rakyat dengan beragam modus. Tak tanggung-tanggung, mereka berani membayar hingga Rp 300 ribu untuk satu suara.

Pengalaman ini disampaikan Adi, warga Perumahan Arira, Nongsa, Batam. Ia mengaku dihubungi seseorang yang tak dikenalnya melalui ponsel. Kepada Adi, orang tersebut mengaku sebagai tim sukses dari caleg DPRD Provinsi Kepri untuk dapil Batamkota, Lubukbaja, Batuampar, dan Bengkong.

“Ia menawarkan bantuan Rp 300 ribu. Katanya akan datang nanti ke rumah,” ujar Adi, Jumat (22/3) lalu.

Menurut Adi, praktik jual beli suara dengan modus memberi bantuan uang ini bukan hal baru baginya. Hal serupa juga pernah ia alami dalam Pemilu 2014 lalu.

Namun bagi Adi, tawaran uang tersebut tak akan berpengaruh terhadap pilihannya.

“Sebenarnya saya sudah punya pilihan,” ungkapnya.

Hal yang sama diungkapkan M Siahaan, warga Sagulung. Ia mengaku mendapat tawaran uang Rp 200 ribu dari seorang caleg. Dengan catatan, Siahaan harus memilihnya saat hari pencoblosan pada 17 April mendatang.

Berbeda dengan Adi, Siahaan mengaku cara-cara seperti cukup efektif untuk menentukan pilihan pemilih. Ia sendiri mengaku akan memilih caleg yang mau memberikan uang untuk suaranya.

Bahkan dia mengaku akan memilih caleg yang membayar, ketimbang mencoblos caleg yang lain meski memiliki hubungan keluarga atau marga. Sebab berdasarkan pengalamannya, caleg yang dipilih tidak akan peduli lagi ketika ia sudah duduk di kursi dewan.

“Tak usah saya sebut nama. Dulu ada caleg yang saya pilih tanpa ada saya mendapat duit. Tetapi setelah ia duduk, tak pernah bisa saya temui. Bahkan, sudah pernah janjian mau ketemuan, tetapi langsung dibatalkan tanpa alasan yang jelas,” tambahnya.

Hal yang sama diugkapkan Sunarto, warga Dapur 12, Sagulung. Ia mengaku sudah mendapat tawaran bantuan dana dari tim sukses seoarang caleg DPRD Kota Batam.

Nilainya Rp 150 ribu. Caranya, harus menyerahkan fotokopi e-KTP di awal untuk pendataan.

“Timnya minta foto kopi KTP. Belum ada kita kasih. Tapi katanya nanti akan diberikan uang Rp 150 ribu,” katanya.

Lain lagi pengakuan Herman, warga di Sei Daun, Seibeduk. Ia menyebut ada caleg yang akan memberi bantuan uang tunai kepada warga dengan modus memberikan formulir menjadi saksi untuk caleg tersebut.

Formulir tersebut harus diisi dengan melampirkan fotokopi e-KTP. Di mana nanti beberapa hari menjelang pemilihan akan mendapatkan bantuan uang.

Selain memberikan uang tunai, sejumlah caleg menggunakan modus lain untuk menggaet pemilih. Salah satunya dengan menjanjikan pembangunan di satu perumahan. Ada juga yang sudah menjanjikan akan membantu tempat sampah, ada yang membantu menghidupkan koperasi, dan cara lainnya.

Misalnya di perumahan Sumberindo, Tanjunguncang. Ada caleg yang sudah berjanji akan membantu pembangunan tempat ibadah dan pengadaan fasilitas sosial di sana.

“Tak usah menyebut nama. Memang sudah ada caleg yang masuk ke sini. Kalau caleg kota sebelumnya memang sudah berjuang untuk perumahan ini. Dan kita akan pilih dia,” kata Ali, warga perumahan tersebut.

Sementara untuk caleg DPRD Provinsi Kepri, sudah ada yang menjanjikan akan membantu tempat ibadah. Caleg tersebut, menurut Ali, tidak akan memberikan uang, tetapi akan membantu agar perumahan tersebut mendapat pembangunan dari Provinsi Kepri.

“Kita sudah komitmen untuk (memilih) caleg itu,” tambahnya.

Praktik jual beli suara ini tidak hanya dari pihak caleg. Sejumlah perangkat RT dan RW juga menawarkan sejumlah suara untuk caleg tertentu, dengan catatan caleg tersebut harus membayar sejumlah uang.

Hal ini diungkapkan langsung seorang caleg pemula, SC, dalam wawancaranya dengan koran ini, dua minggu lalu. Salah satu caleg yang menjadi narasumber saat itu malah menunjukkan tawaran dari salah satu perangkat RT di salah satu perumahan di Kelurahan Teluk Tering, Batam Center lewat pesan Whatsapp.

“Selamat pagi, Pak… Bagaimana dengan tawaran saya yang kemarin? Kami dari RT 01 bisa memastikan 100 suara asal bapak sepakat dengan harga. Mohon dijawab segera ya, karena sudah ada caleg lain yang mau masuk juga, mereka sudah menawarkan. Kalau tidak, saya akan over suara ke mereka,” begitu isi pesan Whatsapp yang diduga diterima dari perangkat RT.

SC pun mengabaikan pesan tersebut. Ia mengaku, sudah dua kali ia menerima tawaran jual-beli paket suara tersebut, tapi tak menggubrisnya. “Sesuai tujuan saya untuk maju menjadi salah satu kontestan caleg, ya itu memberi edukasi ke masyarakat bahwa masih ada harapan untuk memperbaiki negeri ini, kota ini dari segala kecurangan-kecurangan,” ungkapnya.

Namun, saat bunyi pesan tersebut dikonfirmasi ke perangkat RT yang bersangkutan, ia menyangkalnya. Ia menyebut ada beberapa caleg yang menawarkan untuk menjadi saksi, bukan menawarkan suara.

“Tidak ada seperti itu, Bu,” sangkalnya.

Demikian halnya di Marina, Sekupang. Salah satu perangkat RT di sana membenarkan adanya upaya praktik jual beli suara. Meskipun pemilu masih terbilang lama, namun para caleg sudah berlomba-lomba menjajaki pemilih dengan uang di lingkungannya tinggal.

“Ada beberapa (caleg, red) datang ke saya. Minta bantu promosikan dia, janjinya bermacam, ada yang Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per orang,” katanya.

Ketika ada kesepakatan dengan warga dan perangkat setempat, selanjutnya si caleg meminta kartu identitas calon pemilih. Kartu ini sebagai pegangan ketika saat pemilu nanti.

“Biasanya belum semua (diberi uang), sisanya dibayar setelah pemilu selesai. Ada juga yang mau dengan memberikan KTP atau kartu pengenal lain. Tapi tak sedikit juga yang nolak,” tuturnya.

ilustrasi

Lalu, seberapa efektif praktik jual beli suara ini dalam menggaet suara pemilih? Berdasarkan penelusuran Batam Pos, rata-rata warga mengaku akan memilih caleg yang menjanjikan sejumlah uang.

Hal ini disampaikan sejumlah warga Baloi Permai dan Lubukbaja, Batam. Namun mereka tetap akan menerima jika ada caleg lain yang memberikan bantuan, baik uang tunai maupun bantuan lainnya.

“Ada 691 caleg? Kalau kasih duit Rp 50 ribu per orang, lumayan juga kita dapatnya untuk belanja sehari-hari,” ujar Ninuk, salah seorang warga Baloi Permai yang ditimpali para ibu lainnya saat acara Posyandu di kawasan tersebut.

Ia menyebutkan, saat ini mereka sudah sepakat memilih salah satu caleg karena dijanjikan uang.

“Kami sudah punya caleg yang akan dipilih. Sudah sepakat sama warga sekitar,” ungkapnya.

Namun tak semua warga rela suaranya dibeli. Seperti yang dikemukakan Indina, 36, warga di salah satu perumahan elit di kawasan Batam Kota. Dari perumahannya tersebut, ada dua caleg yang maju. Namun ia mengaku tak satu pun caleg yang menjadi tetangganya itu akan ia pilih saat Pileg mendatang.

“Rekam jejak pentinglah ya. Rapat warga tak pernah datang. Ketika ada butuh sumbangan, susah minta ampun. Diajak gotong royong bersihkan kompleks alasan selalu sibuk. Tiba giliran nyaleg, minta dukungan warga sekitar pula. Suara saya itu mahal, bukan Rp 50 ribu atau Rp 300 ribu seperti uang bensin seperti yang ditawarkan,” ungkapnya.

Memanfaatkan Perangkat RT/RW

Selain menggerakkan tim sukses dan menawarkan sejumlah uang, ada modus lain para caleg dalam menggaet suara. Yakni dengan memanfaatkan perangkat pemerintahan.
Dari penelusuran koran ini, Lurah Belian Kamarul Azmi diduga mencoba menggalang suara untuk mengarahkan masyarakat memilih beberapa calon legislatif. Motifnya, sang lurah mengumpulkan seluruh perangkat RT dan RW di lingkungan tugasnya sebagai lurah untuk memenangkan dua caleg dari partai tertentu.

“Kami dipaksa untuk arahkan warga memilih dua caleg itu. Katanya arahan langsung dari atasan,” ungkap seorang warga yang minta namanya dirahasiakan.

Namun, perangkat RW ini menolak permintaan lurah tersebut. Ia menyarankan lurah tersebut meminta kedua caleg itu turun langsung ke masyarakat agar mendapat simpati dan dipilih warga.

“Saya katakan, bahwa tidak bisa menggalang atau menyuruh warga memilih siapapun. Karena masyarakat sudah bisa menilai, siapa yang baik atau tidak,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan hanya bisa memfasilitasi si caleg datang ke perumahannya, namun ia tidak bisa menjamin warganya akan memilih caleg tersebut.

Namun sejak pembicaraan tersebut, ia mengatakan kedua caleg itu belum menyambangi perumahan tempat tinggalnya. “Selain itu, memang ada caleg lain datang, menawarkan bantuan ini dan itu. Yah, silakan saja, asal dengan cara-cara yang benar dan sah,” ucap perangkat RW tersebut.

Saat dikonfirmasi langsung di kantornya, Lurah Belian, Batam Kota, Kamarul Azmi, kaget dan marah. Ia membantah telah menggalang suara untuk caleg tertentu.

“Mengumpulkan warga dan perangkat RT/RW hanya semata-mata untuk pembangunan. Semisal gotong royong, siskamling dan sebagainya. Bisa dicek. Saya tak pernah larang atau mengarahkan warga saya untuk memilih calon tertentu,” ungkapnya.

Diakuinya, jika ada caleg yang datang pada saat acara gotong royong (goro) tersebut, bisa jadi mereka bagian dari warganya. Dan ia pun tidak bisa melarang selama kegiatan goro ini tidak mengandung unsur politik.

“Saya netral. Bahkan saya sendiri arahkan agar perangkat RT/RW tidak terlibat terlibat politik. Tapi namanya personal kita kan nggak tahu,” beber dia.

Ia juga membantah jika mendapat arahan langsung dari atasannya agar mengarahkan warganya memilih kedua caleg tersebut. Lurah tersebut bahkan menegaskan tidak mau bicara politik meskipun hanya di grup WhatsApp dengan warganya.

“Kalau sudah posting politik saya hapus orangnya. Jadi darimana pula saya ngumpulin perangkat RT/RW buat milih caleg tertentu,” katanya.

Saling Klaim Proyek

Caleg petahana, cara mudah untuk mendapat simpati rakyat adalah mengenalkan proyek atau pembangunan di satu daerah kepada warga sekitar. Sudah pasti mengklaim bahwa proyek tersebut merupakan usulan dan perjuangan caleg petahana tersebut selama menjadi anggota dewan. Bahkan tidak jarang dua caleg petahana di DPRD Batam yang sama-sama mengklaim bahwa pembangunan di satu daerah adalah usulan dan perjuangannya.

“Jujur saja, permasalahan seperti ini memang sudah sering terjadi. Misalnya saya di Tanjungbuntung, ada proyek yang memang saya usulkan tetapi ada caleg lain yang mengaku kepada warga di sana bahwa itu adalah usulannya. Ya, sudah tak apa-apa,” kata Udin P Sihaloho, anggota Komisi IV DPRD Batam dari Fraksi PDI Perjuangan.

Ia mengaku tidak akan pernah memberikan uang kepada calon pemilihnya. Menurutnya, perjuangan dia selama ini di Bengkong akan menjadi senjata buatnya untuk mendapatkan kepercayaan warga.

“Jujur saja, kalau masalah politik uang ini sudah banyak yang saya dengar. Bahkan sudah ada beberapa konstituen saya yang mengaku mendapat tawaran uang. Tetapi memang ditolak,” katanya.

Menurutnya, saat ini sudah saatnya bagi warga untuk memberikan pilihan kepada caleg yang memang selama ini dianggap mampu menjadi penyambung aspirasi masyarakat. Caleg yang selama ini memang sudah dekat dengan masyarakatnya.

“Maksudnya bukan sosok yang tiba-tiba berubah kebiasaan. Saya minta kepada masyarakat untuk tidak mengambil uang dari caleg yang doyan money politics. Ketika ini terjadi, maka sudah pasti aspirasi rakyat tidak akan didengarnya saat terpilih,” tambahnya.

Hal yang sama disampaikan Werton P, anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra. Ia mengakui, hal saling mengklaim sebuah proyek sangat mungkin terjadi. Menurutnya, ia juga mendengar bahwa apa yang menjadi usulan dan perjuangan dia di dapilnya juga pernah diklaim caleg lain.

“Jadi proyek kita itu diklaim pihak lain. Dan memang itu sangat mungkin terjadi untuk caleg lain,” katanya.

Menurutnya, sebagai inkumben, ia lebih mudah bersosialisasi kepada masyarakat. Termasuk menyampaikan perjuangan dan keberhasilannya selama menjadi anggota DPRD.

“Ya kita sampaikan bahwa memang kita ini berjuang untuk masyarakat. Dan kalau ada caleg yang maju dengan mengimingi uang cash, jangan dipilihlah. Inilah cikal bakal yang akan menciptakan korupsi,” katanya. (*)

Update