Jumat, 29 Maret 2024

Antiklimaks

Berita Terkait

Debat calon presiden (capres) kurang menarik. Menurut saya.

Penampilan Joko Widodo dan Prabowo Subianto keren. Dua putra terbaik bangsa ini menunjukkan performa yang luar biasa. Sudah pasti, kritikan bukan saya alamatkan kepada mereka.

Lagi-lagi saya dibuat jengkel dengan sistem debat yang diterapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasca-debat pertama, saya juga sempat menulis kritikan untuk penye­lenggara pemilu.

Sistem debat yang membatasi para kontestan untuk mengeluarkan argumen sangat tidak menarik. Banyak pendapat yang disampaikan kedua calon, terpotong saat hendak mendekati klimaks.

Saat menuju poin permasalahan, langsung dipotong moderator Retno Pinasti maupun Zulfikar Naghi. Akhirnya, keseruan debat pun hilang. Hanya sepenggal yang saya dapat. Saya pun menjadi yakin bahwa pilihan untuk tidur di rumah pada 17 April adalah pilihan yang tepat.

Esensi debat tidak terlihat. Hilang oleh waktu. Padahal debat menjadi salah satu momen bagi calon pemilih untuk lebih mengenal visi-misi dan kemampuan calonnya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan, debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Artinya, Jokowi dan Prabowo berhak beradu argumen sampai tuntas.

Masyarakat Indonesia juga punya hak untuk mendapat sajian debat calon pemimpin kita yang berkualitas. Saya pikir, mau dibuat debat selama 6 sampai 7 jam tidak ada masalah. Justru makin baik. Lebih bermutu.

Mungkin sudah banyak yang memberikan masukkan kepada KPU. Sejak awal debat. Namun realisasinya nol. Polanya sama saja. Sistemnya itu-itu saja. Pakai sesi, dibatasi waktu, tidak ada kebebasan berekspresi.

Ini yang menurut saya agak rawan. Waswas angka golput makin tinggi. Anggaran besar yang digelontorkan untuk menyelenggarakan pesta demokrasi terhambur begitu saja. Sangat sia-sia.

Masih ada debat terakhir yang rencananya digelar 13 April. Kita berharap durasinya makin panjang. Biarkan kedua calon adu argumen. Saling serang satu sama lain. Pamer gagasan dan program.

Toh, apa yang diperdebatkan nantinya untuk kepentingan masyarakat. Demi bangsa dan negara. Sehingga, masyarakat mendapat tontonan cerdas nan berkualitas. Sayang jika momen seperti ini terlewatkan.

Biarkan saja kedua pasangan saling menjatuhkan. “Gontok-gontokkan”. Saling lempar pertanyaan, saling menanggapi. Mau bawa laptop atau contekkan biarkan saja. Ini debat bebas. Demi pemimpin yang berkualitas.

Semoga, KPU dapat mendengarkan aspirasi ini. Kita beri tontonan terbaik sebelum hari pencoblosan. Sebagai pengobat rindu akan pemimpin yang berkualitas.

Jangan sampai antiklimaks. Di saat para kandidat sudah menunjukkan performa terbaik, malah tersandera oleh aturan debat yang menurut saya agak aneh.

Toh, tidak usah khawatir ada yang dipermalukan. Ingat lho, mereka putra-putra terbaik bangsa. Bukan orang biasa. Jadi akan sangat lucu jika ada kekhawatiran saling mempermalukan.

Ayolah, kasih tontonan terbaik. Sajikan debat bebas. Insya Allah hasilnya akan berkualitas. (*)

Update