batampos.co.id – Penyanyi senior Mus Mulyadi, yang dikenal sebagai maestro keroncong tanah air, meninggal dunia pada Kamis pagi ini (11/4/2019).
Kabar meninggalnya Mus Mulyadi diungkapkan oleh Erick Haryadi, anak kedua dari pernikahannya dengan Helen Sparingga. Sang ayah sempat dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) sebelum akhirnya kalah melawan sakit diabetes yang diidapnya sejak lama.
“Meninggal jam 9.08 WIB tadi pagi. Dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah. Tadi habis sarapan, terus meninggal,” ungkap Erick saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (11/4).
Mus Mulyadi dilarikan ke RSPI karena kadar gula yang tinggi. Kemudian, sempat turun dan membaik. Bahkan, nafsu makannya sempat membaik.
“Apa ya tadi (kata-kata terakhir), bilangnya sudah enakan padahal. Gulanya juga sudah turun. Habis makan (sarapan), beliau bilang makanannya enak. Sudah habis itu hilang, ke rumah Bapa di Surga,” ujar Erick getir.
Mus Mulyadi meninggal dunia di usia 73 tahun. Musisi kelahiran Surabaya, itu disebut sebagai buaya keroncong. Lagu-lagu yang populer dibawakannya antara lain, Kota Solo, Dinda Bestari, Telomoyo, dan Jembatan Merah.
Rencananya, jenazah Mus Mulyadi akan disemayamkan di rumah duka Dharmais. Sementara untuk pemakaman belum dibicarakan karena masih menunggu anak-anaknya kembali dari Australia.
“Masih dibawa ke Rumah Duka Dharmais. Rencananya dimakamkan di Joglo, tapi kapannya belum tahu. Nanti saya update lagi. Karena ini sedang menunggu kakak saya. Kakak saya di Australia,” tandasnya.
Mus Mulyadi adalah penyanyi keroncong yang terkenal di era 70-an. Lahir di Surabaya pada 14 Agustrus 1945 dari pasangan Ali Sukarni dan Musimah. Anak ketiga dari tiga bersaudara yang terlahir dengan nama Mulyadi ini sejak usia muda sudah akrab dengan dunia musik. Adiknya, Mus Mujiono, juga menekuni dunia musik.
Mus Mulyadi mengawali karirnya di dunia musik dengan menjadi pelatih band Irama Puspita yang kemudian berubah nama menjadi Dara Puspita. Kemudian, pada 1964, ia mendirikan sebuah grup band bernama Arista Birawa. Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi berhasil menelurkan satu album yang diproduksi PT Demita Record pada 1965.
Perjalanan karirnya dimulai tidak dengan cara mudah, Mulyadi bahkan pernah mengamen di Singapura karena kena tipu. Dikisahkan, pada 1967, Mus Mulyadi meninggalkan Surabaya untuk menghadiri sebuah undangan manggung di Singapura. Namun, sesampainya di sana, undangan yang disampaikan seorang teman itu nyatanya tak pernah ada.
Mus Mulyadi terpaksa mengamen demi menyambung hidup di Singapura dan mencari ongkos pulang. Di Singapura jugalah lahir beberapa lagu yang salah satunya dibeli label Singapura Sedetik Dibelai Kasih dan Jumpa dan Bahagia. Hingga akhirnya berhasil pulang ke Indonesia dari hasil lagu tersebut.
Pada 1971, pencipta lagu A. Riyanto mengajak Mus tergabung di Empat Nada Band yang kemudian hari berganti nama menjadi Favourite Band yang mengusung aliran musik pop.
Grup band tersebut akhirnya membuat album kaset di bawah label Musica. Bersama Empat Nada Band, Mus Mulyadi berhasil mencetak lagu-lagu pop yang menjadi hit, seperti Cari Kawan Lain, Angin Malam, Seuntai Bunga Tanda Cinta, dan Nada Indah.
Album tersebut ternyata mendulang sukses besar di pasaran dan membawa berkah tersendiri khususnya bagi Mus Mulyadi, sang vokalis yang kemudian dibuatkan lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul Rek Ayo Rek. Lagu ini juga mendapat sambutan hangat dari pencinta musik Indonesia.
Mus kemudian mencoba memberikan sedikit sentuhan keroncong pada lagunya dan disukai masyarakat. Sebut saja lagu Kota Solo, Dinda Bestari, Dewi Murni, Telomoyo dan Jembatan Merah yang sangat populer di masanya.
Nama besar Mus Mulyadi bukan hanya menggema di Indonesia tapi juga hingga Belanda dan Amerika Serikat. Di sana, ia terkenal dengan sebutan The King of Keroncong. Sedikitnya, 80 album keroncong dan belasan album rohani telah ditelurkannya.
Selain sibuk berkarir sebagai musisi, suami penyanyi Helen Sparingga ini juga pernah merambah dunia seni peran dengan membintangi film Putri Solo, sebuah film produksi PT Agasam Film yang yang dirilis pada 1974.
Dalam film yang disutradarai Fred Young itu, ia beradu akting dengan Mieske Bianca Handoko, Harris Sudarsono, Ratmi B-29, Rendra Karno, S.Poniman, Chitra Dewi, dan Debby Cynthia Dewi.
Karirnya kemudian perlahan meredup saat ia divonis menderita diabetes melitus pada 1984. Penglihatannya pun mulai menurun efek dari sakitnya hingga tak lagi bisa melihat. (jpc)