Jumat, 19 April 2024

Menjelang Pemilu, Ekspor Menurun

Berita Terkait

batampos.co.id – Meskipun Batam sudah mendapat limpahan investasi hingga puluhan juta Dolar Amerika, namun belum cukup untuk mendorong ekspor Kepri pada bulan Maret lebih baik dari bulan sebelumnya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, nilai ekspor Kepri pada Maret 2019 turun sebesar 2,34 persen dibanding Februari. Nilainya sebesar 736,84 juta Dolar Amerika.

“Ekspor migas Maret sebesar 377,13 juta Dolar Amerika atau turun 4,66 persen dari Februari 2019. Sedangkan ekspor nonmigas mencapai 359,71 juta Dolar Amerika atau naik hanya 0,22 persen,” kata Kepala Bidang Statistik Distribusi, Rahmad Iswanto, Senin (15/4).

Ekspor terbesar yakni barang mesin dan peralatan listrik sebesar 97,06 juta Dolar Amerika. Secara kumulatif dari Januari hingga Maret, nilainya sudah mencapai 305,73 juta Dolar Amerika atau berkontribusi sebesar 24,62 persen untuk ekspor nonmigas.

“Sedangkan negara tujuan ekspor terbesar yakni ke Singapura dengan nilai ekspor 451,82 juta Dolar Amerika. Kalau secara kumulatif dari Januari, maka nilainya sudah mencapai 1.556,96 juta Dolar Amerika atau sekitar 62 persen,” paparnya.

Terpisah, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing mengatakan investasi memang banyak yang masuk ke Batam. Namun saat ini masih dalam tahap pengurusan izin dan merestorasi pabrik yang nanti akan menjadi basis operasionalnya.

foto: batampos.co.id / cecep

Ditambah lagi, situasi dunia usaha di Batam masih menunggu hasil dari pemilu Presiden yang akan berlangsung pada 17 April mendatang. Sehingga banyak pengusaha yang menahan dananya untuk membuka usaha baru atau melakukan ekspansi.

Tapi, momen perang dagang antara Tiongkok dan Amerika yang masih terus berlangsung harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendulang investasi masuk ke Batam.

“Banyak perusahaan yang memindahkan pabrik manufakturnya dari Tiongkok ke tempat lain termasuk Batam. Kabarnya Vietnam yang berbatasan langsung dengan Tiongkok sudah kewalahan menampung limpahan industri dari Tiongkok. Jadi ini sebuah kesempatan besar,” katanya lagi.

Namun, meskipun menjadi sasaran pabrikan dari Tiongkok, Batam tetap punya kelemahan. Di Tiongkok, pabrikan utama bersanding harmonis dengan pabrikan pemasok komponen dan bahan baku. Sehingga biaya produksi sangat murah. Sedangkan di Batam tidak seperti itu.

“Kalau tak punya industri penghasil bahan baku, maka biaya produksi akan tinggi karena harus impor bahan baku dari luar negeri. Di Tiongkok sudah semua. Coba di Batam dibangun supply chain industry, pasti daya tariknya akan semakin meningkat,” ucapnya.

Kemudian, persoalan birokrasi juga harus dibenahi, contohnya soal urusan ekspor impor. Investor harus mengurus izin pemasukan barang ke Kementerian Perdagangan di Jakarta. Jika barangnya terkait dengan kesehatan, maka harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Ini butuh waktu yang lama.

“Sebuah perusahaan punya banyak pabrik di masing-masing negara yang ada kawasan perdagangan bebasnya. Mereka akan membandingkan perlakuan di masing-masing negara tersebut,” ungkapnya. (leo)

Update