Minggu, 2 Februari 2025

Hari Baik, Memulai Suatu yang Baik

Berita Terkait

HARI baik, bulan baik. Ya, di waktu yang tepat ini, saya memutuskan kembali menulis semacam remah (sisa [makanan], yang sebaiknya tak langsung dibuang), catatan, atau pandangan pribadi terhadap apa saja atau siapa saja. Tentu bukan bermaksud ingin menjadi “kunci inggris” ketika saya ingin menulis tentang segala hal, namun lebih kepada niat untuk berbagi pegetahuan, ikut bersembang dalam pemikiran, sejauh pengetahuan atau pengamatan saya. Mungkin dengan atau tanpa referensi yang cukup. Mengalir saja.

Bukankah wartawan itu adalah “orang yang tahu sedikit tentang banyak hal”? Ciyeee…
Lebih sepuluh tahun lalu pun seperti itu, saya menulis saja. Mengalir saja. Karena saat itu posisi saya di redaksi adalah pemimpin redaksi, menulisnya jadi lebih enak, karena setiap hari berkutat dengan berita.

Ada supply and demand on present news. Setiap hari. Seterusnya saat jadi general manager, masih ada bau-bau berita, meskipun makin sedikit. Kolomnya di sini juga, bertajuk “Catatan Akhir Pekan”. Kumpulan tulisannya kemudian dijadikan buku oleh kedua teman saya, Ramon Damora dan Rizal Saputra, yang kebetulan saat itu menjadi redpel dan koordinator liputan di koran ini. Bukunya bertajuk Membranding Batam, Menjual Kepri. Ah, judul yang provokatif, bukan?

Rasanya, malu sekali ketika sebagai pemegang kartu wartawan, dan kebetulan saat ini sebagai kepala wartawan di PWI Kepri, namun tak satupun tulisan yang lahir dari tangan ini. Hiks. Betapa malunya kalau cuma nulis di medsos, padahal Anda punya media “benaran” untuk menuliskan pandangan atau pikiran.

Bukankah medsos di luar sana sedang disorot karena kerap dianggap terlalu bebas, hampir tanpa reserve, sehingga semakin sulit membedakan mana yang kabar (layak siar) dan mana yang kabar bohong (hoax)?

Batam Bandar Madani, Apa Kabar?

Mungkin sebagian kita masih ingat bahwa di paruh waktu 2000-an dulu, oleh Pemerintahan Kota Batam saat itu, dicanangkanlah sebuah visi besar tentang kota madani. Visinya “Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”.

Sebagai uraiannya, ada lima misi yang hendak dicapai, yakni 1). Mensukseskan misi pemerintah untuk mengembangkan Kota Batam sebagai bandar modern berskala internasional sebagai kawasan investasi dilengkapi dengan fasilitas pusat perdagangan, kawasan industri besar, menengah kecil, koperasi, usaha rumah tangga, industri pariwisata, pusat perbelanjaan dan kuliner, hiburan, pengelolaan sumberdaya kelautan melalui kerja sama dengan Pengelola Kawasan dan pemangku kepentingan pembangunan lainnya.

Selanjutnya, 2). Mengem­bangkan sistem pendukung strategis penataan ruang terpadu meliputi komponen fasilitas sarana dan prasarana sistem transportasi darat laut dan udara yang memadai, sistem telekomunikasi dan teknologi informasi (ICT) modern dan prima, ekosistem hutan kota, penataan lingkungan kota yang bersih, sehat, aman, nyaman dan lestari.

3). Meningkatkan pelayanan prima dalam hal pendidikan, kesehatan, perumahan yang layak dan terjangkau, ketenagakerjaan, sosial budaya, fasilitasi keimanan dan ketaqwaan, kepemudaan dan olahraga agar kualitas hidup manusia dan kecerdasan seluruh lapisan masyarakat meningkat serta pengentasan kemiskinan.

Lalu yang ke 4). Menumbuhsuburkan kehidupan harmonis dan berbudi pekerti atas dasar nilai multi etnis, multi kultur, multi agama dan melestarikan nilai-nilai seni budaya Melayu, kearifan lokal, dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, 5) Mewujudkan pelaksanaan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.

Pertanyaan saat ini adalah, apakah visi dan misi itu masih berjalan, masih dapat diharapkan, dan masih relevan? Saya menangkap kesan bahwa hal itu sudah kurang digaungkan, atau minimal sudah kurang “dihalo-halokan” oleh Pemko Batam.

Apakah visi misi Kota Batam mutakhir sudah berubah? Misalnya, hanya terfokus membangun fisiknya saja, namun agak abai terhadap ruhnya? Terus terang saya kurang mengikuti perkembangannya. Namun menurut hemat saya, visi menjadi Batam sebagai bandar dunia yang madani, masih amat relevan hingga kapanpun.

Mengapa?

Ada baiknya kita melihat definisi dari masyarakat madani (civil society) yang merupakan masyarakat yang sangat diidam-idamkan semua bangsa itu. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu. Syamsudin Haris menuliskan, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.

Nurcholis Madjid menyebutkan, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi, dan musyawarah.

Selain itu, masih banyak definisi masyarakat madani menurut beberapa pakar atau penulis buku, misalnya Muhammad AS Hikam, M. Ryaas Rasyid, dan sebagainya.

Dalam Islam, banyak literatur menyebutkan, istilah masyarakat madani itu merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad di negeri Madinah. Madinah sendiri dalam bahasa Arab dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama, secara konvensional kata madinah dapat bermakna sebagai “kota”, dan kedua, secara kebahasaan dapat berarti “peradaban”.

Dari uraian di atas, mestinya Batam harus terus memeluk erat visi-misi yang pernah dicetuskan tersebut. Sebab, menjadikan Batam sebagai Bandar Dunia Madani, sama sekali tidak berbau eksklusivisme.

Dia bahkan inklusif. Tidak menyinggung sensitivitas hal-hal berbau etnis tertentu atau agama tertentu. Dia adalah peradaban, pranata, yang semua agama mau menjadi “pengikutnya”, yakni menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.

Maju terus Batamku! (*)

Update