Sabtu, 8 Februari 2025

BP Batam Usulkan PBB Permukiman Dihapus

Berita Terkait

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam mendukung upaya Pemko Batam menghapus iuran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) untuk perumahan dengan luas lahan 200 meter persegi ke bawah.

Termasuk wacana peralihan Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk lahan di permukiman sederhana. Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady, mengatakan, wacana penghapusan UWTO untuk perumahan sederhana bukan hal baru.

BP Batam di bawah kepemimpinan Lukita Dinarsyah Tuwo juga sudah menyampaikan usulan tersebut ke Dewan Kawasan (DK).

“Saya sendiri juga pernah sampaikan ke Pak Sofyan (Sofyan Djalil, Menteri ATR, red) dan Pak Menko Darmin bahwa UWTO nol rupiah untuk masyarakat di kampung tua,” kata Edy, Selasa (28/5/2019).

Bahkan, ia juga sudah mengusulkan agar masyarakat Batam tidak perlu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) seperti di Jakarta. Terutama untuk PBB di perumahan sederhana. Tapi PBB tersebut terbatas untuk luasan dan kemampuan masyarakat tertentu.

Ilustrasi Perumahan. Foto: Dalil Harahap/batampos.co.id

“Dan juga Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Setahu saya masalah ini juga terus dibahas di rapat-rapat teknis di Sekretaris Kabinet (Setkab),” ucapnya.

Namun, Edy mengaku belum mengetahui, apakah usulan yang disampaikan Pemko Batam dan BP Batam tersebut sudah diproses di pusat.

“Biarlah dewa-dewa yang mempertimbangkannya,” katanya. Baca Juga: Walikota Batam: UWTO Perumahan dengan Lahan 200 Meter Persegi ke Bawah akan Dihapus, tapi

Karenanya, ia mengaku tidak bisa berkomentar banyak saat dikonfirmasi terkait pernyataan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, yang menyebut perumahan dengan lahan seluas 200 meter persegi ke bawah akan bebas UWTO.

Yang secara otomatis lahan di perumahan tersebut akan beralih statusnya dari HGB menjadi hak milik. “Saya tidak tahu dan tidak mendengar itu, juga tidak ada info dari pusat,” kata Edy.

Hanya saja, Edy mengaku akan mendukung jika pusat menerapkan kebijakan peng-hapusan UWTO dan peralihan status HGB menjadi hak milik untuk permukiman sederhana.

Khususnya untuk perumahan dengan lahan 200 meter persegi ke bawah. Menurut Edy, penghapusan UWTO untuk permukiman sederhana ini merupakan upaya pemerintah menciptakan kenyamanan masyarakat untuk mendukung iklim investasi di Batam.

baca Juga: Kepala BP Batam Tak Bisa Menghapus UWTO

“Kan sejak awal saya masuk Batam, sudah saya sampaikan kenyamanan investasi itu perlu didukung oleh kesejahteraan pekerja dan masyarakat,” jelasnya.

Kesejahteraan masyarakat yang dimaksud Edy itu meliputi tempat tinggal murah, biaya sekolah murah, biaya berobat murah, biaya transportasi murah dan belanja barang konsumsi murah.

“Saya amati biaya hidup di Batam relatif mahal bahkan bahan-bahan pokok hampir dua kali lipat dari Jakarta, padahal daerah Free Trade Zone (FTZ),” jelasnya.

Menurut Edy, selain masalah UWTO, yang tak kalah penting menjadi perhatian saat ini adalah soal perizinan di Batam yang masih dikeluhkan pengusaha. Banyak pengusaha yang mengaku masih kesulitan mengurus izin usaha dan investasi di Batam.

“Di masa tutup buku, saya malah kaget dengan masih banyak hambatan untuk harmonisasi perizinan berusaha,” tuturnya.

Makanya, ia sudah meminta tim 12 dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) untuk mengevaluasi jenis perizinan usaha non-BP Batam yang menyusahkan masyarakat.

“Saya minta tim 12 untuk cek validasi dan kepatuhan perizinan terhadap sistem perizinan lewat Online Single Submission (OSS) yang diminta Presiden dan ditetapkan dalam Perpres 91/2017 dan PP 24/2018,” ungkapnya.

Perpres 91/2017 ini tentang kemudahan perizinan dalam berusaha sedangkan PP 24/2018 menyangkut pelayanan perizinan berusaha. Menurut Edy, ada perizinan yang sudah jelas peraturannya, namun masih ada juga yang belum jelas.

“Ketentuan jangka waktu Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan jenis usaha wajib Amdal sudah jelas dan tegas, juga masalah RPTKA yang tadinya sudah didelegasikan telah ditarik kembali. Ini beban kepastian dan daya saing investasi di Batam,” tuturnya.

Baca Juga: Komisi II DPR RI Sebut UWTO Tak Bisa Dihapus, Tapi Bisa Rp 0

Sedangkan Ketua Dewan Pakar Kadin Batam Ampuan Situmeang mengatakan, wacana penghapusan UWTO dan peralihan status lahan sudah ada sejak tahun 2000 silam. ”

Itu bukan hal yang baru,” kata Ampuan, Selasa (28/5/2019).

Menurut Ampuan, semua lahan di Batam harus berstatus HPL dulu baru bisa dialokasikan ke pihak ketiga.

“Baru setelah itu keluar perjanjian dan keputusan. Selanjutnya dapat dimohonkan peningkatan administrasinya menjadi sertifikat,” jelasnya.
Sertifikat itu ada beberapa jenis. Seperti sertifikat HGB, SHM, sertifikat hak pakai, dan lainnya.

“Di luar itu, legalitasnya diragukan atau dapat dipermasalahkan alias dapat menjadi bahan temuan,” katanya.

Sebelumnya, Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan, pemerintah pusat tengah menyiapkan kebijakan peralihan status lahan dari HGB ke SHM khusus untuk permukiman dengan luas lahan 200 meter persegi ke bawah.

“Bagi masyarakat yang sudah memiliki tanah seluas sama atau di bawah 200 meter persegi, akan diizinkan jadi hak milik,” kata Rudi, Senin (27/5/2019) lalu.

Rudi menyebutkan, akan ada regulasi yang akan diterbitkan untuk mengatur peralihan status ini.

Ia menyebut, dengan beralihnya status HGB menjadi SHM, otomatis status lahan HPL akan gugur. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi membayar UWTO.

“Makanya perlu aturan dalam proses pengguguran HPL ini untuk menghindari masalah kemudian hari,” kata dia.(leo)

Update