YANG harus Bapak/Ibu ingat adalah bahwa Bapak/Ibu semua bekerja di sektor pelayanan. Dalam hal ini, pelayanan kesehatan. Ini salah satu kebutuhan dasar. Juga menyangkut manusia yang sakit, bahkan menyangkut nyawa. Saat pelayanan kita bagus, jangan mengharapkan pujian. Namun saat pelayanan kita jelek, harus siap-siap dikritik, bahkan dimaki-maki.
Begitulah. Selasa, 11 Juni 2019, untuk ketiga kalinya saya ikut rapat bersama manajemen Rumah Sakit Embung Fatimah (RSEF) Batam sebagai anggota Dewan Pengawas (Dewas) RS berstatus BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) tersebut. Rapat saat itu dipimpin Ketua Dewas Abdul Malik (unsur Pemko), dihadiri anggota Dewas lainnya, dr Didi Kusmarjadi (unsur Dinkes), Direktur RSEF drg Ani Dewiana, para wadir, dan jajaran manajemen.
Saya merasa perlu menekankan pentingnya soal pelayanan di rapat tersebut. Sebab, sampai hari ini, masih kita dengar berbagai keluhan dari pasien maupun keluarga pasien RS milik daerah tersebut. Keluhan itu ada yang disampaikan secara langsung, banyak pula yang saya baca dari berbagai media.
Misalnya, keluhan pasien soal minimnya obat jenis tertentu di RS dan harus membeli di luar, terbatasnya ruang rawat inap, masih minimnya ruang ICU, tenaga dokter, sering ngaretnya jam visit dokter, minimnya spesialis, hingga masalah hak-hak pegawai honor yang berbeda dibanding pegawai dengan status ASN.
Secara bergantian, Abdul Malik, dr Didi, dan saya memberikan berbagai saran dan catatan kepada Direktur RSEF dan jajarannya. Intinya, semua ingin pelayanan menjadi lebih baik, sebab RS adalah tempat di mana si sakit berharap sehat, dan RSEF adalah salah satu wajah pelayanan Pemko Batam kepada warga kota ini.
Secara lisan, hasil rapat sudah saya laporkan ke Wali Kota Batam HM Rudi, karena Dewas memang bertanggung jawab dan melapor ke beliau. Wali Kota menerima baik dan memberikan berbagai catatan atas laporan lisan saya itu, yang saya sampaikan sehari setelah rapat Dewas. Namun, tulisan di koran ini adalah pendapat pribadi saya, demi perbaikan pelayanan RS, terlepas dari laporan Dewas kepada Wali Kota Batam.
RS milik pemerintah adalah salah satu pintu depan pelayanan pemerintah daerah kepada warganya, maka dia haruslah menerapkan prinsip service of excellent (pelayanan prima). Sebab, apapun yang terjadi di tempat warga berkumpul seperti rumah sakit, yang berharap kesehatannya pulih, bahkan terkadang si pasien dan keluarganya harus berjuang dan berdoa untuk menyelamatkan nyawa, maka mau tidak mau, di situ juga manjadi wadah bercampurnya informasi. Baik dan buruk.
Informasi menyebar menjadi baik jika pelayanannya baik, sebaliknya, akan menjadi kampanye negatif jika pelayanannya jauh dari ekspektasi masyarakat. Ujungnya, wajah pemerintah daerah dipertaruhkan, bukan saja wajah direksi, menajemen, dan karyawannya. Informasi ini akan semakin mudah menjadi viral di era teknologi digital saat ini.
Di perusahaan-perusahaan swasta, prinsip service of excellent ini sudah puluhan tahun dikenal dan diterapkan. Pelayanan ramah, pelayanan tanggap, dan pelayanan cepat, serta menjalin hubungan yang hangat ke pelanggan, adalah kunci untuk membangun awal yang baik dengan produk dan brand. Yang paling penting, bagaimana kita mampu memberikan kesan/pengalaman lebih dari yang customer bayangkan. Sehingga, pengalaman yang dirasakan oleh customer adalah pengalaman unik dan personal yang sangat susah untuk dilupakan.
Menurut literatur, service of excellent adalah attitude di setiap departemen, dimulai dan diakhiri dengan orang-orang kita, dari customer service, kasir hingga CEO. Jika seumpama di RSEF Batam, hingga Dirut atau Direkturnyalah. Hal ini membutuhkan lebih dari satu departemen layanan pelanggan yang efisien. Tips yang dapat membantu Anda untuk fokus pada elemen yang paling penting dari service of excellent, di antaranya: selalu fokus pada layanan sebelum hal lain, memberikan pengalaman terbaik.
Kemudian, menciptakan pengalaman pelanggan yang unik dan personal, gunakan pelanggan sebagai alat pemasaran, selalu ingat bahwa Anda menjual sesuatu, selalu memperbaiki layanan, selalu menghormati pelanggan Anda, mengukur kepuasan dan keterlibatan mereka, tahu basis pelanggan Anda (segmentasi), mengintegrasikan proses operasi ke dalam strategi pemasaran pelanggan, memahami bahwa kepuasan pelanggan didasarkan pada loyalitas, identitas, values, dan relationships. Sebab, interaksi khusus akan membuat pelanggan datang kembali.
Lha, itu kan bagi perusahaan swasta. Apakah RS pemda seperti RSEF juga harus seperti itu? Prinsipnya, sama saja. Harus dan dapat dilakukan seperti itu. Makanya RS Embung Fatimah dijadikan BLUD. Salah satu maksudnya adalah agar pelayanan semakin baik, karena boleh berpraktik seperti perusahaan swasta, tanpa meninggalkan fungsi sosial, karena masih mendapat asupan APBD Kota Batam. Itulah sebabnya, RSEF yang BLUD itu boleh meng-up grade “pendapatan lain-lain” untuk menunjang biaya operasional. Apakah hal itu sudah dilakukan?
Utang Menurun
Dari pemaparan drg Ani dan Dodi Hermanto (Keuangan RSEF), sejak dipegang oleh manajemen baru, RSEF berhasil menurunkan utang kepada pihak ketiga dalam penurunan yang cukup signifikan. Utang menurun drastis dari hampir Rp 30 miliar menjadi Rp 6 miliar lebih saja di saldo terakhir. Tentu tidak semua cicilan utang itu diperoleh dari suntikan APBD, namun juga bersumber dari hasil kinerja RSEF.
Utang sebesar itu sebagian besar ditinggalkan rezim lama yg terkena kasus hukum, saat RSEF dipimpin dr FM. Akan tetapi, saat ini RSEF masih menghadapi kendala karena pendapatan rata-rata perbulan hanya mencapai Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar.
Sedangkan biaya operasional mencapai Rp 4,5 miliar hingga Rp 5 miliar. Artinya, masih defisit hampir separuh.
Oleh sebab itu, perlu direkomendasikan agar pihak RSEF lebih aktif menambah sumber-sumber pendapatan baru, yakni meminta DAK ke pusat, memaksimalkan faktor-faktor produksi di RS, dan mengajukan penambahan subsidi ke APBD Batam.
Untuk meningkatkan pendapatan, kendalanya antara lain ditemukan fakta bahwa sebagian besar gedung, lahan, dan beberapa fasilitas RS masih tercatat sebagai aset Pemko Batam, sehingga masih sulit dioperasionalkan (secara aturan) sebagai sumber pendapatan bagi RS tersebut.
Sebagai contoh adalah lahan parkir, yang saat ini tak bisa dicatat sebagai sumber pendapatan RS. Juga hasil penyewaan lokasi ATM di areal RS. Harus ada aturan hukum berupa peraturan kepala daerah untuk mengalihkan status aset tersebut dari Pemko ke BLUD RSEF.
Tinggal sekarang, jika Pemko Batam benar-benar mengharapkan BLUD RSEF semakin mandiri, mampu mebiayai operasional, dan dicintai masyarakat, ya harus diperjelas status asset dan pendapatan yang terkait dengan operasional dan pelayanannya. Namun jika tak mau memperjelas hak itu, ya harus ditambah subsidinya melalui APBD.
Bagi manajemen RSEF, mereka harus benar-benar menginventarisir secara rigit semua potensi pendapatan, aset-aset yang mereka minta untuk dikelola, serta berjuang minta dana DAK ke pusat. Sehingga, utang akan dapat dilunasi, pelayanan akan makin baik, masayarakat semakin terlayani, dan pegawai (ASN dan non-ASN) dapat bekerja lebih tenang. (*)