Kamis, 25 April 2024

Lahan Milik Negara Dijual untuk Kavling, BP Batam Tak Memberikan Izin Peruntukan Lahan Kaveling

Berita Terkait

batampos.co.id – Meskipun Badan Pengusahaan (BP) Batam sudah tak mengalokasikan lahan kaveling dan melarang kaveling diperjualbelikan, namun faktanya ada saja pihak yang merusak hutan lindung untuk dijadikan kaveling dan diperjualbelikan ke warga.

Contohnya di Nongsa, ada pihak yang mengaku perusahaan pengembang mengklaim sudah mengantongi izin peruntukan lahan dari BP Batam, meratakan lahan hutan lindung seluas 18 hektare, tepatnya hutan bakau.

Tak hanya itu, lahan yang sudah diratakan menggunakan buldozer dikaveling-kaveling lalu diperjualbelikan bebas ke masyarakat.

Salah satu pengembang itu membuka kantor pemasaran di kawasan Perumahan Bida Asri II. Mereka memasarkan dan menjual lahan hutan lindung tersebut dalam wujud kaveling.

Bahkan untuk memasarkannya, mereka juga memanfaatkan media sosial dengan memposting lahan yang sudah diratakan tersebut, lengkap harga per kaveling dan denah lokasi. Pada gambar denah lahan yang diperjualbelikan per kaveling tersebut, diberi dua warna.

Kuning yang diakuinya sudah laku terjual, putih yang belum terjual.

Bahkan dari pihak perusahaan pengembang tersebut berani mengeluarkan brosur yang dibagikan kepada warga yang datang ke kantor pemasaran yang hanya ditempel selembar kertas putih dengan tulisan ”kantor pemasaran”.

Brosur yang didapat dari kantor pemasaran tersebut tertulis daftar harga per kaveling ukuran rumah standar 8×12 dibanderol Rp 23 juta tunai. Sedangkan kaveling untuk hook dijual Rp 26 juta tunai. Harga tersebut berlaku per tanggal 21 Mei 2019.
Jika membeli kaveling dengan cara diangsur, dihargai Rp 26 juta untuk ukuran standar dan Rp 29 juta untuk kaveling hook.

Jika diangsur, pembeli harus membayar Rp 1.167.000 dan Rp 1.334.000 per bulannya selama 18 bulan untuk ukuran standar. Sedangkan dengan uang pangkalnya wajib dibayar di awal oleh pembelian sebesar Rp 5 juta.

Tak hanya itu, ada juga yang dijual kaveling ruko standar ukuran 5 x 15 dengan harga Rp 34 juta dan kaveling untuk ruko hook Rp 37 juta. Untuk kaveling ruko tersebut kalau pembayarannya dengan cara diangsur 18 bulan, pembeli wajib menyetor uang pangkal di awal Rp 10 juta.

Lahan hutan lindung yang berada di kawasan RT 03 RW 04 Batubesar Nongsa itu, letaknya persis berbatasan dengan Batam Kota, tak jauh dari SMAN 3 dan Perumahan Gardan Raya Batam Kota.

Penelusuran Batam Pos melalui facebook, perusahaan tersebut juga berani mengunggah kuitansi tanda jadi pembelian lahan yang diklaim legal.

Sementara itu, di sekitar lahan tersebut, terdapat pemukiman ruli yang dihuni banyak warga. Batam Pos sempat mendatangi ruli tersebut, mencoba mencari informasi dari warga yang tinggal di sana. Sebagian warga memilih bungkam, namun ada juga yang mau bicara.

”Meski saya tinggal di ruli, saya tahu lahan yang saya tinggali ini belum dialokasikan BP Batam ke perusahaan pengembang. Makanya saya tetap bersikukuh tak mau digusur atau disuruh pergi orang-orang perusahaan tersebut,” ujar salah satu warga Ruli yang masih satu kawasan dengan area hutan lindung yang sudah diratakan pakai alat berat.

Bahkan ada beberapa warga yang sudah terlanjur membayar uang pangkal Rp 5 juta untuk pembelian kaveling meminta tolong kepada Batam Pos untuk mempertanyakan kebenaran apakah lahan tersebut legal atau ilegal.

Ada juga satu pembeli yang ingin membatalkan dan meminta uang pangkal Rp 5 juta yang sudah dibayarkan ke kantor pemasaran perusahaan itu, namun ditolak. Alasan karyawan di kantor pemasaran tersebut, pembelian bisa dibatalkan, namun uang yang sudah terlanjur disetor tak bisa dikembalikan penuh, hanya setengah saja.

”Ini saya sudah rugi karena ketidaktahuan saya. Ini sama saja penipuan, saya sudah tertipu. Untung saya baru setor Rp 5 juta, padahal rencananya suami saya mau ambil dua kaveling,” ujar pembeli dari Taman Raya Batam Kota itu.

Salah satu karyawan di kantor pemasaran mengaku kalau pembayaran setoran uang muka di awal, pembeli akan diberikan bukti berupa kuitansi pembayaran. Selanjutnya kalau sudah lunas angsuran, surat kaveling dari BP Batam akan keluar dan diserahkan langsung ke pembeli.

”Tak usah khawatir Pak, ini lahan kaveling resmi. Nanti kalau sudah lunas pembayaran semua, surat kepemilikan resmi kaveling akan kami serahkan,” ujar salah satu karyawan di kantor pemasaran tersebut, Rabu (12/6) siang.

BP Batam: Itu Ilegal, Waspada Penipuan

Direktur lahan BP Batam, Imam Bachroni, yang dikonfirmasi status lahan kaveling tersebut menegaskan BP Batam sudah lama tak lagi memberikan izin peruntukan lahan kaveling. Apalagi untuk diperjualbelikan ke masyarakat.

”Saya tegaskan bahwa BP Batam tak pernah mengalokasikan lahan ke pihak lain misalnya perusahaan pengembang. Apalagi lahan yang statusnya kawasan hutan lindung seperti di Taman Yasmin Kebun atau Kampung Anak Melayu yang berbatasan dengan Batam Kota itu. Saya tegaskan itu penipuan yang mau mengeruk keuntungan. Itu lahan statusnya masih milik negara. Saya sudah dapat info itu yang menjual dan mengaku-ngaku pihak perusahaan tertentu,” tegasnya.

Kalaupun ada perusahaan yang mengklaim lahan itu legal diperjualbelikan ke publik dalam bentuk kaveling, Imam kembali menegaskan itu merupakan penipuan perusahaan ke masyarakat demi mengeruk keuntungan.

”Kalau sudah dibeli, lahan tersebut mau dibangun tak akan bisa. Karena memang tak dialokasikan, mengingat statusnya masih hutan lindung. Kalaupun dipaksakan, kasihan nanti yang rugi adalah masyarakat yang sudah membeli lahan itu,” tegasnya.

Pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan BP Batam untuk menertibkan dan memastikan agar lahan yang dipromosikan dan diperjualbelikan dalam bentuk kaveling agar tak semakin luas dibuldozer.

Tak hanya Direktur BP Batam yang bersuara lantang terkait penjualan lahan kaveling ilegal tersebut.

Ketua Komisi I DPRD Batam yang membidangi hukum dan pemerintahan, Budi Mardianto juga angkat bicara terkait penjualan lahan kaveling ke masyarakat yang sebenarnya statusnya belum dialokasikan BP Batam dan masih berstatus hutan lindung.

”Terimakasih sudah mengingatkan dan mengangkat penjualan lahan ilegal ke masyarakat. Perusahaan yang sudah nekad menjual lahan negara ke warga dalam bentuk kaveling, sesegera mungkin akan kami panggil ke DPRD Batam, supaya masyarakat tak semakin banyak jadi korban penipuan,” ujarnya.

Hal tersebut harus diusut tuntas. Sebab, dari BP Batam sendiri sudah membuat aturan penegasan yang menyatakan tak lagi mengalokasikan lahan di Batam untuk dijual dalam bentuk kaveling.

”BP Batam harus menertibkan dan mengusut perusahaan yang sudah menjual lahan negara secara ilegal itu. BP Batam harus berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mengusut ulah nakal perusahaan pengembang yang berani menjual lahan milik negara yang belum dialokasikan peruntukannya,” tegasnya.

Informasi yang didapat Batam Pos di lapangan, lahan kawasan hutan lindung itu seluas 18 hektare. Rencanyanya akan dipecah menjadi seribuan kavling atau tepatnya 1.079 kaveling untuk rumah dan 242 unit kavling untuk ruko. Semua akan diperjualbelikan ke masyarakat.

Saat ini lokasi kaveling tersebut susah diakses karena sudah dipagari seng. Tak sembarangan warga bisa masuk ke area itu. (gas)

Update