Jumat, 19 April 2024

Pebisnis Minta Perka 10 Jangan Sampai Ganggu Industri

Berita Terkait

Ratusan Tewas akibat Banjir Afghanistan-Pakistan

Warga Antre Beli Gas Melon

Penerimaan Pajak April Lebihi Target

batampos.co.id – Banyaknya keluhan dari dunia usaha, khususnya pengusaha industri di Batam terkait penerbitan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10/2019 Mei lalu, membuat BP Batam akan mengidentifikasi satu per satu daftar barang kebutuhan industri yang termasuk dalam daftar barang konsumsi kena pajak dan cukai yang terkena imbas dari Perka ini.

Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam Tri Novianta mengatakan, Perka ini bertujuan untuk rasionalisasi barang konsumsi. Karena seharusnya yang bebas pajak itu barang kebutuhan masyarakat. Sedangkan barang penunjang industri itu bukan barang yang bisa memperoleh fasilitas FTZ.

“Tapi memang kalau kita cabut fasilitasnya, maka akan ada keterkaitan dengan industri. Kita kan utamakan industri agar jangan sampai tergangggu,” kata Novianta, kemarin.
Ia memahami keluhan pengusaha yang barangnya banyak tertahan di Singapura usai terbitnya Perka ini.

“Makanya kami identifikasi satu per satu karena sulit bagi kami untuk memahami model bisnis tiap perusahaan,” jelasnya.

Identifikasi ini untuk mencari solusi terbaik mengatasi persoalan tertahannya barang-barang pengusaha di Singapura.

“Ini bisa diemail ke kami, masalahnya apa, tolong dijelaskan. Ini merupakan konsen kami soal modal bisnis mereka,” jelasnya.

DIREKTUR Lalu Lintas Barang BP Batam Tri Noviata Putra (dua kiri) memberikan penjelasan saat sosialisasi Perka Nomor 10 Tahun 2019 di Gedung IT Center BP Batam, Kamis (20/6).
foto: batampos.co.id / cecep mulyana

Novi memahami bahwa banyak barang konsumsi yang masuk dalam daftar kena pajak dan cukai tersebut merupakan bahan pendukung industri. Sifatya seperti pemasok komponen (suppy chain) bagi industri yang menghasilkan produk utama. Dengan terganggunya supply chain maka bisa mengganggu proses industri di Batam.

Tapi ada juga barang pendukung industri yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun selama ini bebas pajak dan cukai. Dampaknya sa­ngat minimalis bagi industri sehingga dikeluarkan dari daf­tar barang konsumsi bebas pajak.

“Contohnya precursor yang mengurus izinnya sangat ribet. Soalnya berkaitan dengan keamanan negara, karena bisa dibuat menjadi bom. Prosedurnya ketat dan hanya bisa dilakukan oleh yang berbisnis itu,” katanya.

Mengenai Perka ini sendiri, ada beberapa perubahan yang cukup mendasar, khususnya mengenai barang konsumsi yang diberikan fasilitas bebas pajak.

Novi mengatakan, sebelumnya semua perusahaan pemegang Angka Pengenal Importir Umum (APIU) diberikan fasilitas oleh BP Batam untuk memasukkan barang konsumsinya ke Batam. Fasilitas yang didapat, seperti fasilitas bebas PPnBM, bea masuk, pajak barang mewah dan cukai.

“Dengan perka ini, dilakukan rasionalisasi terhadap barang konsumsi. Ini hasil evaluasi dari tim evaluator pusat. Evaluasi dilakukan terhadap kawasan bebas Batam, Bintan, Karimun dan Sabang. Mereka evaluasi, barang konsumsi yang diberikan BP Batam saat ini terlalu lebar, luas,” katanya.

Persoalannya saat ini, banyak pemegang API-U yang bertindak sebagai pendukung industri, banyak barang mereka berupa barang baku, barang modal yang dijual ke industri, tidak masuk dalam lampiran HS code. Sehingga mereka harus membayar pajak.

“Tapi BC belum melayani (pembayaran pajak). BC masih berkoordinasi dengan pusat,” kata Novi.

BP Batam kata Novi sudah lama melakukan rapat dengan BC. BP Batam juga sudah berkirim surat ke Dewan Kawasan, dan berkirim surat sebanyak dua kali dengan BC.
Karena ada rentang kendali yang cukup besar dari BC ke pusat, makanya perlu waktu.

Dari pihak BC mengatakan, akan berkoordinasi lagi dengan pusat. Kendala yang dihadapi, karena BC belum mendapat instruksi pemungutan pajak.

“Kalau sudah ada instrumen bisa memungut pajak, saya kira tinggal jalan saja,” ujarnya. (leo)

Update