Jumat, 29 Maret 2024

Ini Penjelasan Kepala BP Batam Terkait Perka Nomor 10/2019

Berita Terkait

batampos.co.id – Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady, menjelaskan, penerbitan Perka Nomor 10 Tahun 2019 berawal dari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kata dia, sebelumnya, KPK melakukan kajian optimalisasi penerimaan negara di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (FTZ) seperti Kota Batam.

Kajian itu kemudian ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea Cukai (BC).

Selanjutnya, BC mencabut fasilitas bebas cukai untuk produk minuman beralkohol dan rokok ke kawasan FTZ.

Kebijakan ini berlaku mulai 14 Mei 2019. BP Batam sendiri  menertbitkan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 8/2019 tentang Penyelenggaraan Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Ratusan peserta sosialisasi Perka BP Batam Nomor 10 memadati lantai 3 Gedung IT Centre BP Batam. Foto: Rifki/batampos.co.id

Melalui perka tersebut, BP Batam mengurangi jumlah barang konsumsi yang mendapat fasilitas bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan cukai.

“Dari 2.466 jenis berdasarkan HS-Code menjadi hanya 947 jenis barang konsumsi,” jelas Edy, Jumat (21/6/2019) lalu..

“Perka ini juga mempertegas definisi barang konsumsi yaitu barang kebutuhan masyarakat luas yang sifatnya tidak diolah lagi dan dapat dikonsumsi langsung,” ujarnya lagi.

Terkait banyaknya keluhan dari kalangan pelaku usaha dan industri, Edy berjanji pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada kalangan pengusaha. Jika perlu, perka tersebut akan dievaluasi.

“Saya kembalikan ke pusat, lalu saya tunggu. Bagi saya, jangan sampai kegiatan usaha berhenti,” paparnya.

Menurut Edy, 1.500 lebih jenis barang tersebut dikeluarkan dari daftar karena dianggap bukan barang konsumsi.

Namun begitu, ia akan menyampaikan ke pemerintah pusat terkait respon pengusaha di Batam saat ini.

“Kami akan meminta pemerintah pusat untuk mendalami dan membuat kajian mengenai barang konsumsi ini,” katanya.

Edy menjelaskan, Perka Nomor 10/2019, hanya menghapus bahan penolong atau bahan pendukung kegiatan industri.

Barang-barang tersebut selama ini diimpor oleh importir atau pedagang, bukan pelaku industri.

Sehingga menurut dia, pihak yang dirugikan perka tersebut umumnya para pedagang, bukan pelaku industri.

Selama ini, kata Edy, pelaku industri membeli bahan pendukung industri tersebut kepada para pedagang umum.

Mereka tidak mengimpor sendiri, meskipun sebenarnya hal itu bisa dilakukan.

“Karena butuhnya hanya sesekali, makanya beli dari pedagang. Kalau beli dari pedagang, ya tidak dapat pembebasan pajak dan cukai,” bebernya.

Ia mencontohkan, bahan pendukung industri itu misalnya cat untuk kebutuhan industri galangan kapal.

Banyak pengusaha galangan kapal lebih memilih membelinya dari pedagang karena sifatnya bukan bahan baku.

Banyaknya keluhan dari dunia usaha, khususnya pengusaha industri di Batam terkait penerbitan Perka BP Batam Nomor 10/2019 Mei lalu, membuat BP Batam akan mengidentifikasi satu per satu daftar barang kebutuhan industri yang termasuk dalam daftar barang konsumsi kena pajak dan cukai yang terkena imbas dari Perka ini.

Sementara itu Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam Tri Novianta mengatakan, Perka ini bertujuan untuk rasionalisasi barang konsumsi.

Karena seharusnya yang bebas pajak itu barang kebutuhan masyarakat.

Sedangkan barang penunjang industri itu bukan barang yang bisa memperoleh fasilitas FTZ.

“Tapi memang kalau kita cabut fasilitasnya, maka akan ada keterkaitan dengan industri,” katanya.(leo)

Update