Jumat, 19 April 2024

Nadya Valerie, Penyintas Kanker yang Ceritakan Pengalaman di YouTube

Berita Terkait

DK PBB Bahas Keanggotaan Penuh Palestina

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Dua pekan sejak diunggah, video Nadya Valerie yang membotaki kepala sudah ditonton 2,1 juta kali. Keputusan itu dilakukan beberapa hari pascakemoterapi kedua. Dengan berbagi pengalaman, kini tak ada lagi alasan untuk bersedih.

Ditemui Senin (8/7/2019), Nana sapaan Nadya Valerie tampil dengan kepala yang benar-benar plontos.

Dia tak sungkan melepas topi beludru putih tulang yang dikenakannya. Sekarang dia memang sudah terbiasa dengan kepala botak itu.

Katanya, rasanya lebih dingin. Tak kurang dari 17 ribu komentar merespons video tersebut. Hampir semuanya menuliskan dukungan, simpati, dan semangat.

Banyak di antara mereka yang salut atas ketegaran Nana. Kendati sakit, masih bisa semringah dengan mata berbinar-binar.

Bahkan, bisa dibilang sakit yang dihadapinya hanya flu. Nana mengaku terkejut.  Mengingat subscribersnya masih ratusan ribu, namun yang menonton sudah jutaan.

Rupanya, banyak orang yang membagikan dan merekomendasikan video tersebut untuk ditonton.

Hingga kemudian mencapai jutaan viewers sejak diunggah pada 26 Juni.

”Kaget banget sih bisa seramai itu. Enggak nyangka viral. Karena niat awalnya bukan ke situ,” ujarnya di rumahnya di Semolowaru, Surabaya.

Anak ketiga di antara empat bersaudara itu memang tak punya obsesi untuk menjadi lebih dikenal karena mengidap kanker.

Dia memutuskan untuk membuat channel YouTube pada akhir Mei lalu. Video pertamanya diunggah pada hari pertama Juni.

Nadya Valerie, seorang penyintas kanker yang aktif berbagi pengalamannya di YouTube. Foto: Bhagas Dani Purwoko/Radar Bojonegoro/JPG

Awalnya, hanya video yang berisi perkenalan dirinya sebagai seorang perempuan yang didiagnosis kanker kelenjar getah bening.

”Padahal, selama ini aku anaknya dikenal enggak pernah sakit. Selama 23 tahun hidupku, enggak pernah masuk rumah sakit,” ujarnya.

“Kalau di rumah yang lainnya pada sakit, aku sendiri yang masih sehat,” terangnya lagi.

Menurut penjelasan dokter, kanker yang diderita Nana termasuk agresif. Persebaran sel kanker begitu cepat.

”Meskipun kelenjar getah bening itu tergolong kanker yang tingkat kesembuhannya paling tinggi dibanding kanker lainnya, kebetulan aku kena yang tipe agresif,” jelasnya.

Kepastian diagnosis kanker diketahui Nana pada April lalu dari dua dokter di dua rumah sakit berbeda di Surabaya.

Hasil tersebut lantas dibawanya ke salah satu rumah sakit di Singapura saat checkup kesehatan. Dia berharap ada hal berbeda yang disampaikan.

Namun, harapan itu tak terpenuhi. Malah, Nana mesti menjalani operasi pengangkatan tumor atau benjolan sebesar 10 sentimeter yang ternyata ada di perut bagian bawah sebelah kanan.

Ususnya juga ikut dipotong sepanjang 50 sentimeter. Dari hasil biopsi pascaoperasi tersebut, dokter Singapura menyatakan bahwa ada kanker pada tumor tersebut.

Karena itu, Nana harus segera melakoni prosedur kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker di tubuhnya.

Sehari sebelum kemoterapi pertama itulah, dia mengunggah video pertamanya. Isi perkenalannya kurang lebih begini: Setelah positif kanker, Nana punya dua pilihan. Seorang Nana tiba-tiba meng­hilang dari dunia ini, mengurung diri dan tidak mau menceritakan pada siapa pun. Atau Nana tetap menjadi dirinya sendiri. Terbuka, ceria, dan selalu menebar energi positif.

Dan, Nana memutuskan memilih opsi yang kedua. Perempuan 23 tahun itu bilang, dirinya merupakan pribadi yang sangat ekstrover sejak dulu.

Sumber kebahagiaannya adalah ketika bertemu dengan orang-orang. Bertukar kabar dan pikiran.

”Jangan sampai penyakit ini mengubahku jadi orang lain. Jadi, sebetulnya sharing perjalananku berjuang melawan kanker ini adalah karena aku ingin tetap menjadi diriku sendiri,” kata perempuan yang berkuliah di program kenotariatan Universitas Airlangga itu.

Nana lalu memvideokan dirinya saat sedang menjalani kemoterapi, menjelaskan apa itu biopsi, hingga berbagi pengetahuan mengenai penyebab limfoma.

Harapannya, orang lain juga bisa sadar bahwa penyakit itu bukan hanya perkara gaya hidup atau mitos tentang dosa di masa lalu.

Melainkan suatu proses mutasi sel yang bisa terjadi secara random pada siapa pun.
Usahanya untuk survive kini didukung ratusan ribu orang.

”Hal yang aku syukuri dari sakit ini, aku jadi merasa bisa lebih berguna buat orang lain,” terangnya.

Nana kini menjalani hidup sembari belajar. Pada 18 Juli, dia akan mempertahankan tesis di hadapan penguji di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Dia sosok perempuan muda yang pantang menyerah.(Nurul Komariyah/jpg)

Update