Jumat, 29 Maret 2024

Korea Utara Ubah Konstitusi, Jong-un Jadi Kepala Negara

Berita Terkait

batampos.co.id – Kim Jong-un punya gelar baru. Yaitu, kepala negara. Status tersebut didapatkan setelah mengamandemen konstitusi.

Sebelumnya, jabatan kepala negara disematkan kepada Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Choe Ryong-hae. Dialah yang selama ini menjadi wajah Korut dalam pertemuan di berbagai negara.

”Kim (Jong-un) sebagai chairman Komisi Urusan Negara (SAC) adalah perwakilan tertinggi dari semua rakyat Korea yang berarti kepala negara dan panglima.” Demikian bunyi amandemen konstitusi Korut yang diunggah di portal berita milik pemerintah, Naenara, Kamis (16/7).

Sebelumnya, dalam undang-undang, Jong-un disebut sebagai pemimpin tertinggi yang memberikan komando kepada seluruh pasukan militer Korut. Profesor di Kyungnam University’s Far East Institute, Seoul, Korsel, Kim Dong-yup, mengungkapkan bahwa Jong-un sudah lama ingin menjadi presiden Korut.

Amandemen UU itu membuat impiannya menjadi nyata. Jong-un tak bisa memakai istilah presiden. Sebab, mendiang kakeknya, Kim Il-sung, sudah diberi gelar presiden abadi.

Amandemen konstitusi itu hanya mengubah gelar Kim Jong-un. Tidak ada pengaruhnya dengan kekuasaan. Jong-un tetaplah orang paling berpengaruh dan berkuasa di Korut.

Klausul yang menyebut bahwa Korut adalah negara yang memiliki kekuatan senjata nuklir juga tidak diganti.
Hong Min, peneliti senior di Korea Institute for National Unification, Seoul, punya pendapat berbeda. Menurut dia, perubahan gelar itu punya tujuan khusus. Yaitu, persiapan kemu-ngkinan perjanjian damai dengan Amerika Serikat (AS).

”Amandemen itu akan menjadi kesempatan untuk menetapkan status Kim Jong-un sebagai penandatanganan kesepakatan damai suatu saat nanti,” ujar Hong seperti dikutip Channel News Asia.

Status baru itu juga bakal membuat Korut tampil seperti negara normal pada umumnya yang memiliki kepala negara sungguhan. Korut ingin perjanjian damai dengan AS maupun Korsel.

Jong Un (kanan

Selama ini Korut dan Korsel berstatus gencatan senjata. Saat perang Korea berlangsung, Korut didukung Rusia dan Korsel oleh AS. Persekutuan itu berlangsung hingga saat ini.

Pembicaraan damai Korut, Korsel, dan AS masih jalan di tempat. Namun, setidaknya, pintu menuju perdamaian itu belum tertutup.

Akhir Juni Presiden AS Donald Trump bahkan mengunjungi Jong-un di zona demiliterisasi (DMZ) selama sekitar satu jam. Bulan ini AS dan Korut juga akan memulai lagi pembicaraan tentang denuklirisasi.

Kedua pihak ingin sama-sama menormalkan kembali hubungan diplomatiknya.

Korut memang belum memusnahkan semua senjata dan fasilitas nuklirnya. Tapi, sejak 2017 mereka sudah menghentikan uji coba misil jarak jauhnya. Korut kembali berulah dengan melakukan uji coba misil jarak pendek setelah pertemuan dengan AS Februari lalu di Hanoi, Vietnam, gagal.

Media Korsel Yonhap me-ngungkapkan bahwa AS tengah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara beberapa sanksi ke Korut setidaknya selama 12-18 bulan. Utamanya untuk larangan ekspor batu bara dan tekstil yang dulu menjadi sumber utama pemasukan Korut.

Tapi, ada syaratnya. Pyong-yang harus menghancurkan fasilitas nuklirnya. Selain itu, menghentikan semua program nuklir. Jika perkembangannya bagus, bisa jadi sanksi akan dicabut sepenuhnya. (sha/c10/dos)

Update