batampos.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat tambahan alat bukti untuk mendalami indikasi suap dan gratifikasi Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun. Yakni, uang tunai dalam pecahan rupiah daan asing yang ditemukan saat penggeledahan di rumah dinas Nurdin, Jumat (12/7).
Total uang yang disita Rp 4,3 miliar (sebelumnya disebutkan KPK Rp 5,3 miliar).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, uang itu terdiri dari Rp 3,5 miliar, USD 33.200 (Rp 468,12 juta), dan SGD 34.711 (Rp 350,5 juta).
Uang itu ditemukan di kamar gubernur dan disimpan dalam 13 tas, kardus, dan paper bag.
”Kami juga menyita sejumlah dokumen terkait dengan perizinan (reklamasi, red),” paparnya, Sabtu(13/7).
Sebelumnya, KPK juga me-ngamankan uang tunai dalam bentuk rupiah dan asing saat operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Kepri pada Rabu (10/7).
Yakni, SGD 6 ribu (Rp 62,4 juta), SGD 5 ribu (Rp 52 juta), dan Rp 45 juta.
Kemudian, SGD 43.942 (Rp 456,996 juta), USD 5.303 (Rp 74,772 juta), EURO 5 (Rp 79.180), RM 407 (Rp 1,39 juta), Riyal 500 (Rp 1,872 juta), dan Rp 132,61 juta.
Bila ditotal, uang yang sementara diamankan dalam perkara suap dan gratifikasi Nurdin sebanyak kurang lebih Rp 5,145 miliar.
KPK bakal menelusuri dari mana asal usul uang tersebut. Apakah terkait dengan suap perizinan rencana reklamasi atau milik Nurdin pribadi.
”Kami tentu akan menda-lami temuan tim di lapangan,” ungkapnya.
Selain mendalami temuan uang tersebut, KPK kembali menegaskan bahwa pihaknya juga tengah mendalami komunikasi unik yang digunakan para tersangka untuk menyamarkan transaksi suap.
Febri mengatakan, pihaknya mengidentifikasi penggunaan kata ‘ikan tohok’, ‘kepiting’, dan ‘daun’ yang diduga menjadi sandi komunikasi untuk transaksi suap.
Penggunaan kata ‘ikan’ teridentifikasi oleh tim sebelum rencana penyerahan uang dilakukan dari tersangka Abu Bakar kepada Kabid Perikanan Tangkap Kepri Budi Hartono. Pada saat uang akan diserahkan di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang pada Rabu (10/7) sekitar pukul 13.30, para tersangka menggunakan sandi ‘penukaran ikan’ sebagai kode untuk serah terima uang.
”Selain itu, terkadang (para tersangka, red) menggunakan kata ‘daun’ (sebagai kata ganti uang, red),” terangnya.
Sementara ‘kepiting’, Febri menyebut kata itu keluar ketika para tersangka yang diamankan tim KPK di lapangan.
Para pihak yang kemudian dibawa ke Mapolres Tanjungpinang itu berdalih tidak ada uang dalam pertemuan di pelabuhan. Melainkan penye-rahan ‘kepiting’.
”Semua kata sandi itu kami duga merupakan cara kamuf-lase untuk menutupi transaksi yang dilakukan,” kata Febri.
”KPK telah berulang kali memecahkan sandi-sandi seperti ini, dan hal ini sangat terbantu dengan informasi yang kami terima dari masyarakat,” ungkap mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Febri juga mengungkapkan para tersangka dalam OTT kasus Nurdin masih ditahan di tempat berbeda. Nurdin di rutan KPK di Kaveling 4 (K4), Edy Sofyan di Pomdam Jaya Guntur, Budi Hartono di Polres Metro Jakarta Timur, dan Abu Bakar di Rutan Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK. (*)