Sabtu, 20 April 2024

10 Titik Tambang Pasir Laut Dalam Ranperda RZWP3K, Total Luas 50.720 Hektare

Berita Terkait

batampos.co.id – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang jadi sorotan publik setelah tertangkapnya Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak hanya membahas titik reklamasi pantai. Ranperda yang digagas Pemprov Kepri ini juga telah menyepakati 10 titik tambang pasir laut seluas 52.720 hektare (Ha).

Tambang pasir laut adalah bisnis yang menjanjikan di Kepri sejak dulu, sejak Singapura memulai proyek reklamasi pada 1976. Banyak orang kaya mendadak setelah terjun dalam bisnis yang melibatkan duit besar dan pemain kakap ini. Tak heran, sekelas menteri pun bisa tersandung fulus pasir laut Kepri.

Menteri Kelautan (2001-2004) Rokhmin Dahuri harus duduk di kursi pesakitan pengadilan tindak pidana korupsi karena kedapatan menerima suap sebesar 400 ribu dolar AS dari pengusaha Singapura pemilik kapal keruk pasir laut.

Kisruh akibat penambangan yang tak terkendali, akhirnya dihentikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan saat itu Rini Suwandhi. Ia menerbitkan surat keputusan nomor 117/MPP/Kep/II/2003 pada 28 Februari 2003 yang menetapkan dihentikannya ekspor pasir laut demi mencegah kerusakan lingkungan pesisir dan pulau-pulau. Sejak itu, para pemain pasir laut di Kepri hilang satu demi satu. Mereka yang dulu kaya mendadak dan hidup mewah dari duit pasir, tak sedikit yang jatuh miskin dan terpuruk.

Besarnya putaran uang bisnis pasir selalu dikenang mereka yang pernah menikmati masa-masa kejayaan ekspor pasir laut ke Negeri Singa. Korban pejabat sekelas menteri, tak membuat surut keinginan mereka untuk menghidupkan lagi penjualan pasir ke negara tetangga.

ilustrasi

Rencana menghidupkan kembali tambang pasir laut ini muncul secara resmi dalam draf Ranperda RZWP3K yang digagas Pemprov Kepri di bawah komando Gubernur Nurdin Basirun sejak tahun lalu. Sebanyak 10 titik tambang pasir laut yang telah ditetapkan dalam ranperda tersebut tersebar di beberapa daerah di Kepri, yakni di Kabupaten Karimun, Kota Batam, dan Kabupaten Lingga.

Berdasarkan draf Ranperda RZWP3K yang sudah dibukukan pada 2018 lalu, yang diperoleh Batam Pos, menyebutkan di Karimun terdapat enam titik pertambangan paĀ­sir laut dengan luas area 46.759 Ha. Kemudian di Batam sudah disepakati seluas 2.320 Ha. Lokasinya di laut Galang dan Belakangpadang. Sedangkan di Kabupaten Lingga hanya ada satu titik yang ditetapkan dengan luas 3.640 Ha.

Selain itu, Ranperda RZWP3K juga sudah menyepakati area-area pertambangan logam, yakni di Karimun dan Lingga. Di Kabupaten Karimun ada empat lokasi pertambangan logam dengan luas area 54.329 Ha. Sedangkan di Bunda Tanah Melayu, Lingga, ada dua titik dengan luas area 104.822 Ha. Berubah atau tidaknya substansi Ranperda RZWP3K ini, tergantung dari evaluasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Terkait masalah ini, penyampaian ke publik sudah diserahkan ke pimpinan Pansus. Dan ini sudah disepakti oleh semua anggota Pansus,” ujar seorang anggota Panitia Khusus (Pansus) Ranperda RZWĀ­P3K DPRD Kepri yang enggan ditulis namanya, Senin (29/7).

Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Ranperda RZWP3K Iskandarsyah membenarkan, melalui Ranperda RZWP3K itu nanti Pemerintah Provinsi Kepri akan memplot BaĀ­tam dan Karimun sebagai kawasan pertambangan strategis. Yakni, pertambangan pasir laut dan timah.

Dijelaskannya, penetapan Batam dan Karimun sebagai daerah pertambangan pasir laut dan timah tentunya dengan melihat potensi yang ada sekarang ini. Maka kedua daerah tersebut dimasukkan sebagai daerah pertambangan.

Ditanya mengenai Lingga yang tidak dimasukkan dalam rencana daerah strategis tambang timah, legislator dari dapil Karimun tersebut menegaskan, porsinya sudah dibagi-bagi. Termasuk ada daerah yang wilayah ruang lautnya ditetapkan sebagai daerah konservasi dan peruntukan bagi budidaya.

“Dengan berbagai pertimbangan, maka kita menetapkan Karimun dan Batam sebagai daerah kawasan strategis pertambangan pasir laut dan timah. Karena untuk mendukung kebutuhan rek-lamasi daerah-daerah industri,” kata Iskandarsyah.

Iskandarsyah menambahkan, Ranperda RZWP3K tersebut wajib untuk diselesaikan dan disahkan menjadi Perda. KaĀ­rena itu sudah menjadi keĀ­wajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah. Menyikapi persoalan yang terjadi sekarang ini, Pansus akan melakukan verifikasi kembali mengenai titik pertambangan maupun titik reklamasi pantai yang akan diakomodir dalam PerĀ­da itu nanti. Berdasarkan renĀ­cana sekarang ini, 42 titik reklamasi tersebar di Batam, Karimun, Tanjungpinang, dan Bintan.

Menurut Iskandarsyah, pembahasan dan pengesahan Ranperda RZWP3K menjadi Perda berjalan alot karena beberapa hal. Di antaranya belum terbitnya Surat Tanggapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) disebabkan oleh perubahan jumlah titik rencana reklamasi dalam Ranperda RZWP3K. Yakni dari 85 titik saat tanggapan saran, menjadi 114 titik saat perbaikan pertama, dan terakhir menjadi 42 titik saat perbaikan akhir.

Kedua, karena masih adanya perbedaan antara rencana penetapan titik reklamasi dalam Ranperda RZWP3K dengan data yang dimiliki oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Ketiga, menyangkut wacana pembangunan Natuna sebagai beranda terdepan Indonesia. Kemudian yang keempat adalah surat tembusan PT Timah Tbk kepada Gubernur Kepri terkait dengan IUP PT Timah yang tidak terakomodir dalam Ranperda RZWP3K.

“Adanya permasalahan tersebut, KKP memutuskan bahwa dokumen Ranperda RZWP3K Kepri harus difinalisasi ulang di daerah. Selain itu, harus dilakukan rapat tanggapan saran ulang di KKP,” jelas Iskandarsyah. (*)

Update