Jumat, 26 April 2024

Terkait Kasus yang Membelit Nurdin Basirun, KPK Periksa 27 Saksi

Berita Terkait

batampos.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami peran pengusaha Batam, Kock Meng, dalam kasus suap izin reklamasi yang menjerat Gubernur Kepri (nonaktif) Nurdin Basirun. Untuk kepentingan penyidikan, KPK melarang Kock Meng bepergian ke luar negeri.

“Kock Meng ini kami cegah ke luar negeri. Pelarangan ke luar ne­­geri ini selama enam bulan ke depan, terhitung sejak Juli,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah usai acara workshop Jurnalis Lawan Korupsi di Kampus Universitas Batam, Selasa (6/8).

Selasa (6/8) kemarin sebenarnya KPK menjadwalkan pemeriksaan dua orang saksi di Jakarta. Salah sa­tunya Kock Meng. Namun, Kock Meng mangkir dari panggilan KPK. Se­lain Kock Meng, KPK juga telah me­meriksa dua pengusaha Batam lain­nya. Namun, berbeda dengan Kock Meng, kedua pengusaha Batam ter­sebut tidak dilarang ke luar negeri.

Sejauh ini, kata Febri, sudah ada 27 saksi yang telah dipe-riksa KPK terkait kasus suap izin reklamasi yang menyeret Nurdin Basirun dan tiga tersangka lainnya. Selain dari kalangan pengusaha, para saksi tersebut umumnya merupakan pejabat dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Kepri. Ke-27 saksi ini diperiksa guna melengkapi beberapa keterangan yang dianggap kurang oleh penyidik KPK.

Febri mengatakan, sampai saat ini masih ada empat tersangka dalam kasus tersebut. Yakni Gubernur Kepri (nonaktif) Nurdin Basirun; Abu Bakar; Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri Edy Sofyan; dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Kepri Budi Hartono.

Namun, Febri menyebut, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka kasus ini akan bertambah. “Apabila ada bukti permulaan yang cukup, kalau memang ada, baru kami umumkan tersangka barunya,” ungkapnya.

Gubernur Provinsi Kepri Nonaktif, Nurdin Basirun. Foto; Dokumentasi Batam Pos

Selain mengungkap dugaan kasus suap izin reklamasi, KPK saat ini juga tengah mendalami dugaan kasus gratifikasi yang dilakukan Nurdin Basirun. Hal ini bermula dari temuan uang sebanyak Rp 5 miliar lebih di rumah dinas Nurdin Basirun di Tanjungpinang, beberapa waktu lalu.

Uang dalam berbagai pecahan mata uang asing dan rupiah itu diduga uang gratifikasi terkait jabatan Nurdin sebagai Gubernur Kepri, saat itu. “Perlu kami dalami bentuknya, apakah ini setoran rutin atau pemberian dengan tujuan lain,” ucapnya.

Terkait gratifikasi ini, Febri mengatakan, penyidik KPK akan melakukan pengecekan. Apakah Nurdin Basirun melaporkan adanya pemberian gratifikasi dari pihak-pihak terkait.

“Apabila laporannya kami terima minimal 30 hari kerja sejak (uang) diterima, maka itu langkah pencegahan. Tapi kalau tak ada laporan, maka itu ada risiko pidana 4 hingga 10 tahun penjara,” ungkapnya.

Febri mengakui, kasus serupa kerap terjadi di daerah lain di Indonesia. Kasus suap dan gratifikasi selalu bersinggungan dengan praktik pencucian uang. Namun, pihaknya perlu membuktikan melalui penyidikan lebih lanjut.

Ramai-Ramai Ajukan Izin Reklamasi

Sementara itu, sejumlah pengusaha dan pengelola kawasan pariwisata ramai-ramai mengajukan izin alokasi lahan dan reklamasi di pesisir pantai di Kepri. Di antaranya di kawasan wisata Lagoi dan Pulau Nikoi.

Berdasarkan draf Ranperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir (RZWP3K) Provinsi Kepri, pengelola kawasan Lagoi mengajukan permintaan lahan pesisir pantai seluas 28,93 hektare di Teluk Sebong, Bintan.

Sedangkan pengelola Pulau Nikoi mengajukan rencana pengelolaan ruang laut untuk pembangunan water base pesawat atau bandara udara (bandara) perairan seluas 19,34 hektare.

Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Kepri Buralimar mengaku pernah mendengar permohonan alokasi dan pemanfaatan wilayah pesisir tersebut. Namun, menurut dia, persoalan tersebut masih berada di bawah Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kepri.

“Jika memang itu untuk kebutuhan pariwisata, tentu harus didukung. Karena pasti ada feedback-nya untuk daerah,” jelas Buralimar.

Terpisah, Kepala Bidang Perhubungan (Kabid) Kepalabuhanan Dishub Kepri Aziz Kasim Djou mengatakan, permintaan alokasi ruang laut tersebut bukan untuk kegiatan reklamasi. Tetapi pemanfaatan ruang untuk pendaratan pesawat jenis amfibi. Sehingga tidak perlu ada aktivitas reklamasi karena pendaratan pesawat di atas air.

“Sama seperti di Pulau Bawah, Anambas, yang sudah mendapatkan izin bagi pendaratan pesawat amfibi,” ujar Aziz, kemarin.

Selain itu, berdasarkan draf Ranperda RZWP3K yang sudah dibukukan Pemprov Kepri pada 2018 lalu, ada 10 titik reklamasi strategis yang akan diplot sebagai kawasan jasa perdagangan.

Antara lain

  • di Tugu Pensil, Tanjungpinang (Zona II Gurindam 12) dengan luas 7,37 hektare (Ha),
  • Bandar Sri Bintan seluas 48,91 Ha,
  • Coastal Area Karimun dengan luas 7,68 Ha,
  • Zona I Gurindam 12 Tanjungpinang (Zona I) seluas 20,79 Ha.
  • Water Front City, Natuna seluas 9,52 Ha,
  • Teluk Tering Batam 914,09 Ha,
  • kawasan Komersial Jodoh, Batam, seluas 27,78 Ha.
  •  Kawasan Komersial Tanjunguma, Batam, dengan luas rencana reklamasi 225,96 Ha.
  •  Kawasan Komersial Coastal Area Karimun seluas 179,23 Ha. (ska)

Update