batampos.co.id – Para pengemÂbang mengeluhkan regulasi pemerintah yang dianggap mengÂhambat bisnis properti di Batam. Khususnya aturan yang terkait dengan persyaratan kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA).
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam Achyar Arfan mengatakan, pemerintah harus memperbaiki regulasi dan memberikan lebih banyak insentif bagi sektor properti. Sehingga para pengembang di Batam bisa lebih mudah memasarkan propertinya kepada warga asing.
“Pengembang Malaysia mudah berjualan properti di Batam. Tapi sebaliknya, pengembang Batam mengalami kesulitan menjual produknya di luar negeri,” kata Achyar, Rabu (7/8) lalu.
Menurut dia, ada empat poin utama regulasi yang menghambat bisnis properti di dalam negeri. Antara lain persoalan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), izin tinggal, hak pakai, dan penjaminan kepemilikan bagi warga negara asing (WNA).
Orang asing wajib memiliki NPWP jika akan membeli properti di dalam negeri. Untuk masalah ini, REI menyararankan agar NPWP-nya ditumpangkan ke NPWP developer saja. Dengan catatan, nilai pajak dan transaksi tetap tercatat.
Selanjutnya adalah persoalan izin tinggal.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Pasal 2 Ayat 2, WNA boleh membeli properti di Indonesia tapi harus memiliki izin tinggal. Biasanya izin tinggal ini disebut juga sebagai Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).
“Namun untuk mendapatkannya, WNA harus bekerja dulu di Indonesia dan KITAS ini wajib diperpanjang selama dua tahun sekali. Saya hanya berharap ada kemudahan terkait ini, karena saya yakin penjualan properti akan meningkat,” ucapnya.
Lalu, mengenai hak pakai, ketika membeli apartemen, WNA hanya bisa memiliki status hak pakai. Dan hak pakai ini tidak berlaku di perbankan.
Kemudian soal penjamin, Achyar mengatakan, pihaknya masih menunggu langkah konkret dari Badan Pengusahaan (BP) Batam mengenai wacana penjaminan ini. Salah satu persyaratan penting yang diatur pemerintah pusat soal jual beli properti kepada warga negara asing adalah harus memiliki penjamin.
Khusus di Batam, lahan yang ada dikuasai oleh BP Batam. Sehingga dalam hal ini BP Batam harusnya bisa menjadi penjamin bagi WNA yang ingin membeli properti di Batam.
Selain menunggu insentif dari pemerintah, REI Batam juga berharap sektor industri di Batam terus membaik. Sebab perbaikan sektor industri akan berpengaruh pada naiknya bisnis properti di Kota Batam.
“Di Batam, industri pengolahan merupakan pilar utama. Kalau tidak ada industri baru yang masuk atau industri yang sudah eksis melakukan ekspansi, maka daya beli akan berkurang,” kata Achyar.
Achyar menegaskan, industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 50 persen terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Kepri. Sedangkan porperti berkontribusi 10 persen. Tapi pertumbuhan properti diangkat oleh sektor industri pe-ngolahan.
“Investasi memang harus didukung karena perannya penting bagi properti. Untuk sekarang memang belum terlalu pengaruh, tapi tidak tahu ke depannya,” ujarnya lagi.
Achyar mengungkapkan, usaha pemerintah pada semester ini dalam menggaet investasi akan coba dilihat pada perhelatan pameran REI Expo pada September nanti.
Sementara pihak BP Batam sebelumnya mengatakan, lahan yang tersisa di Batam akan dimanfaatkan untuk mencari investor dan diutamakan sektor industri. Sebab saat ini alokasi lahan untuk properti jauh lebih besar dibandingkan lahan industri. Yakni 28 persen untuk properti, sedangkan lahan industri baru mencapai sekitar 16 persen.
Sedangkan untuk lahan yang sudah terlanjur dialokasikan dengan peruntukan perumahan, maka lahan tersebut harus dibangun untuk permukiman vertikal. Lahan di Batam memang terbatas, tapi jumlah penduduk terus meningkat.
BP Batam sudah bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPU-PERA) untuk membangun sejumlah hunian vertikal.
“Kami mau bangun beberapa hunian vertikal. Tapi belum cocok data saja dengan KemenPU-PERA,” kata Kepala Biro Perencanaan Teknik BP Batam Cahyo Prionggo.
Cahyo menegaskan, BP Batam tidak akan mengeluarkan izin alokasi lahan baru untuk permukiman rumah tapak (landed house). Jika ada developer yang mengajukan alokasi lahan untuk memÂbangun permukiman, maka jenis bangunannya harus vertikal.
“Bangun rumah tak bisa lagi. Makanya yang bisa dibangun hanya rumah susun. Nanti skemanya bisa pakai cicilan atau opsi lainnya,” jelasnya. (*)