Sabtu, 20 April 2024

Kinerja Mahkamah Konstitusi Dinilai Belum Maksimal

Berita Terkait

batampos.co.id – Kinerja Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan perkara konstitusional pada pengujian berbagai undang-undang dinilai belum maksimal.

Hal itu disampaikan Setara Institute usai meneliti putusan MK satu tahun terakhir. Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menjelaskan, pada rentang waktu 10 Agustus 2018 sampai 10 Agustus 2019, ada 91 putusan judicial review yang diketuk MK.

Dari jumlah tersebut, Setara Institute memberikan tone positif pada 4 putusan, tone negatif 8 putusan, dan selebihnya sebanyak 79 putusan lainnya diberikan tone netral.

Tone negatif merujuk pada kualitas putusan yang regresif dan melemahkan prinsip rule of law dan demosi hak asasi manusia,” kata Ismail Hasani dalam refleksi hari konstitusi di Kantor Setara institute, Jakarta, Minggu (18/8/2019).

Delapan putusan yang di nilai tidak progresif itu di antaranya putusan tentang Presidential Threshold, putusan tentang Penyerahan Masa Konsesi Jalan Tol Seutuhnya Pada Pemerintah dan Pengusaha.

Serta putusan tentang Penyelenggaraan Peradilan Pengujian Peraturan secara Tertutup oleh Mahkamah Agung.

Kemudian putusan tentang Gugurnya Institusi Praperadilan Ketika Sidang Pokok Perkara Dimulai dan putusan tentang Limitasi Akses Data Informasi kepada Penyelenggara Telekomunikasi Semata untuk Penegak Hukum.

Dengan data tersebut, di mana masih banyak putusan tidak progresif dan minim yang bertone positif, Ismail menilai kinerja MK sepanjang tahun tidak terlalu istimewa.

Anggota kepolisian saat melakukan penjagaan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (26/6) lalu. Kinerja MK dianggap belum maksimal dalam memutuskan perkara konstitusional. Foto: Miftahulhayat/JAWA POS

”Pada periode riset ini, hakim-hakim MK menunjukkan prestasi biasa saja,” imbuhnya.

Meski demikian, Setara Institute mencatat ada hal positif yang dikerjakan MK dalam periode satu tahun belakangan.

Dalam menyelenggarakan disiplin peradilan Konstitusi dan mendukung praktik peradilaan yang transparan dan akuntabel, MK dinilai lebih maju.

Indikatornya adalah pengetatan praktik prosedur dismissal dan pengaturan waktu beracara yang menutup ruang negosiasi perkara.

”Pengaturan waktu beracara juga mendukung percepatan keadilan dan kepastian hukum,” tuturnya.

Saat dikonfirmasi, Juru Bicara MK Fajar Laksono menilai MK sudah menjalankan tugasnya. Yakni dengan memutuskan setiap perkara yang menjadi kewenangannya.

Terkait adanya kritik atas putusan tersebut, MK menilai sebagai hal yang wajar sebagai bentuk perhatian masyarakat.

”Bahwa hal itu dipandang ada yang progresif dan ada yang kurang progresif, ya silakan saja. Itu kami anggap sebagai bentuk perhatian dan kecintaan terhadap MK,” ujarnya

kepada Jawa Pos (grup Batam Pos).Yang pasti, kata Fajar, MK sudah berupaya dan akan terus melakukan hal-hal terbaik, menjadi peradilan modern, transparan, dan cepat.

Soal penilaian, terlebih soal putusan, sepenuhnya diserahkan kepada publik. Dan sejauh ini, selalu ada beragam respons.

”Ada yang puas, ada yang tidak. Ada yang menganggap adil, ada yg tidak. Ada yang positif, juga ada yang negatif memandangnya. Itu wajar-wajar saja,” pungkasnya.(far/jpg)

Update