Jumat, 29 Maret 2024

Kisah Penyintas Kanker di Batam

Berita Terkait

Pemkab Karimun Adakan Wirid Bulanan

Diskon Dicabut, Tiket Dumai Line Tak Ada Kenaikan

batampos.co.id – Dewi Koriati baru saja bersiap tidur di Somerset Medini Iskandar Puteri, Malaysia, Rabu (26/6) lalu. Ia sudah selesai membersihkan diri setelah seharian mengikuti kegiatan terkait peluncuran alat pengobatan kanker di sebuah rumah sakit swasta di Johor Bahru, Malaysia.

Ia penyintas kanker payudara, stadium 2B. Pertama sekali ia divonis kanker di 2009 lalu. Saat itu, ia bekerja di sebuah perusahaan pengembang properti dan kawasan wisata di Batamcentre, Batam.

“Awal tahu saya mengidap kanker, saya malu. Berusaha menutupinya. Di benak, yang terpikirkan kematian dan kehilangan,” kenangnya.

Dewi sempat terpuruk. Namun, mengingat kedua anaknya yang masih membutuhkannya sebagai orang tua tunggal, ia mencoba bangkit. Meski pada awalnya, ia menutupi penyakitnya tersebut ke orang-orang terdekatnya.

Beruntung, jarak Singapura-Batam dan Johor- Batam membuatnya gampang menjalani pengobatan.

“Saya masih ingat, usai operasi pengangkatan payudara, saya langsung nyetir sendiri. Kantong cairan masih menggantung di dada, sakit, ngilu, tapi saya sudah menyetir sendiri, langsung bekerja,” ungkapnya.

Menjadi penyintas kanker, Dewi pun harus bersahabat dengan kemoterapi. Pengobatan kanker menggunakan cairan kimia. Akibatnya, tubuhnya pernah lemas, kulitnya mengering, bahkan rambut rontok.

“Saya tak mau kalah. Saya menerima dengan ikhlas apa yang terjadi. Sembari berikhtiar, apa yang harus diubah dari dalam diri saya,” ungkapnya.

Setelah menjalani pengobatan, ia pun mengubah gaya hidup dan pola makan. Seluruh makanannya diganti menjadi makanan organik seperti sayur-sayuran, buah-buahan, hingga daging.

“Saat perut kosong, saya langsung minum jus campur buah dan sayur. Atau makan salad atau sekedar buah kosong. Itu sangat baik untuk sel,” ujarnya.

DEWI Koriati, penyintas kanker payudara yang komitmen mengubah pola hidup sehat dengan mengonsumsi buah, sayur, dan daging organik.
Foto: batampos.co.id / Chahaya Simanjuntak

Di sela-sela perubahan pola makan itu, Dewi memutuskan mengundurkan diri dari tempat kerjanya pada 2014. Posisinya yang bagus dalam dunia kerja ia tinggalkan. Dia pindah ke Kuala Lumpur, tinggal bersama kedua anaknya yang saat itu tengah menempuh pendidikan di sana.

Mereka tinggal dekat dengan kawasan kampus. Di sana, ia membuka warung makanan khas rumahan yang kerap menjadi langganan para mahasiswa Indonesia.

“Buka kayak warteg gitu, tapi menunya menu sehat semua. Tanpa micin,” ungkapnya.

Sembari berkegiatan buka warung, Dewi tetap menjalankan pola hidup sehat. Namun, masalah tak berhenti di situ saja. Ia kesusahan mencari bahan-bahan yang 100 persen organik. Tak mau kanker kembali menggerogoti tubuhnya, akhirnya ia pun memutuskan sendiri untuk berkebun, menanam sayur organik, untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

“Saya kembali ke Batam setelah anak-anak sudah bisa mandiri. Anak yang pertama kan sudah menikah di Malaysia,” ujar Dewi.

Sekembalinya ke Batam, pekarangan rumahnya di Komplek Seruni, Batam Center ia manfaatkan untuk berkebun organik. “Ada sawi, daun mint, wortel, semua ada,” ungkapnya.

Awalnya Dewi berkebun organik untuk memenuhi kebutuhan pangannya dengan pola hidup sehat. Namun di tengah perjalanan, ia mulai berpikir, bagaimana supaya ia bisa menginspirasi orang-orang, bukan hanya penderita kanker, tapi juga masyarakat umum supaya mencintai tubuhnya, menghindari kanker dengan pola makan sehat.

Berangkat dari situ, Dewi pun mulai mengembangkan tanaman organiknya. Kini ia punya kebun organik di kawasan Marina, bahkan di Jawa Barat.

“Di Jawa Barat ada peternakan organik. Ayam organik,” jelasnya.

Menjadi survivor kanker selama 10 tahun, Dewi mengungkapkan perlu membagi pengalaman ini, khusunya bagi para penderita kanker di Batam, bahwa menyerah dan pasrah bukan pilihan terbaik, melainkan harus ikhlas menerima dan mengubah segalanya menjadi lebih baik.

ilustrasi

“Kalau dulu saya tutup-tutupi, sekarang, sudah beberapa tahun ini saya speak up. Berbagi pengalaman. Kanker bukan akhir dari segalanya. Jangan menyerah dan terpuruk. Positif thinking, gaya hidup sehat perlu menjadi pilihan,” ungkapnya.

Sejak beberapa tahun belakangan ini, Dewi pun aktif melakukan pelayanan dan sosialisasi terkait kanker bersama komunitasnya, Cancer Information & Support Center (CISC) Batam. Di sana, Dewi sebagai Humas.

Demikian halnya dengan Riginoto Wahjudi Widjaja. Dia seorang yang aktif sebagai cancer supporter di Batam. Hal ini bermula ketika istrinya, Lili Tirta Riginoto, divonis kanker payudara pada 1998 lalu, di usianya yang ke-50 tahun.

Saat mendengar itu, sang istri langsung dihinggapi rasa takut dan putus asa. Bahkan tidak berani menghadapi kenyataan.

“Waktu itu, meskipun sempat kalut, atas dukungan keluarga, saat itu mertua saya masih hidup, langsung support periksa ke RS Harapan Kita di Jakarta. Saya ajak istri diskusi, akhirnya mau periksa. Kebetulan sahabat ada onkolog di sana. Diperiksa mamography, benar ternyata kanker,” kenang Riginoto ketika ditemui di salah satu mal di Baloi, Batam, Jumat (30/8) lalu.

Keluarga tak mau menyerah, akhirnya mencari opini kedua ke Rumah Sakit Mt Elizabeth Singapura. Di sana, sang istri dibiopsi. Cairan dari payudara sebelah kanannya diambil. Diperiksa ke laboratorium. Hasilnya? Positif kanker payudara 2B.

“Kala itu yang memeriksa istri dokter onkolog Ang Peng Thia, dokternya PM Lee Hsien Loong. Dokter tersebut usai patologi, hasilnya, dia bilang, ‘kanker yang diderita istrimu ada good cancer, bukan ganas. So, it’s easy to handle’. Saya pun bersyukur,” jelas Riginoto.

Setelah itu, baik Riginoto dan istrinya banyak mendengar saran-saran keluarga dan para sahabat yang perhatian. Bahkan mereka sempat menjalani pengobatan alternatif herbal selama dua bulan. Tidak menunjukkan perkembangan yang baik, akhirnya diputuskan untuk mengambil langkah medis. Operasi pengangkatan benjolan di payudara sebelah kanan.

“Hanya tiga kali tindakan. Biopsi, patologi, dan operasi. Itu saja,” jelas Riginoto.

Kemoterapi dan radioterapy sebagai tindakan lanjutan? Riginoto menjawab, selama 21 tahun sejak istrinya divonis, tak sekali pun mereka menjalankan kemoterapi.

“Dan dalam kasus istriku, kami putuskan untuk tidak kemo. Gantinya, sejak 1998 itu, usai operasi, kami putuskan food combining. Smoothie buah tiap pagi sehabis bangun tidur. Bukan hanya dia, saya pun turut serta,” jelas pria yang karib disapa Rigi ini.

Awal-awal selama dua hingga tiga tahun berselang, Riginoto dan istri rutin sarapan pagi dengan food combining buah naga, apel, pepaya, nenas, dan mangga. “250 ml per sekali sarapan,” jelasnya.

Tahun selanjutnya, mereka mulai mencampur smoothie buah dan sayur. Seperti campuran brokoli, sayuran hijau lainnya, siomak, apel hijau, nenas, atau markisa serta yang lainnya.
Selama 21 tahun menjalani food combining, baik Riginoto dan istri, merasa hidup lebih sehat dan semangat.

“Makanan rohani, makanan tubuh dua-duanya penting. Hati yang gembira adalah obat, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang. Untuk semua jenis penyakit ini berlaku. Termasuk kanker,” ujar Rigi.

Berdasarkan pengalamannya hidup dengan istri penyintas kanker dan menjalani terapi food combining menjadi kegiatan sehari-hari, saat bertemu dengan penderita kanker lainnya, Rigi pun membagikan resep food combining-nya. Hingga pada 2013 lalu, mereka membuat smoothie buat penderita kanker lainnya hingga akhirnya banyak yang meminta.

Mulai 2013, mereka pun menjalankan bisnis smoothie hingga sekarang. Rata-rata mereka bisa menjual 60-70 smoothie setiap harinya. Umumnya mereka tak pelit berbagi ilmu, khususnya kepada para penyintas kanker lainnya.

“Kami jual Rp 25 ribu per porsi. Jam 4 pagi bangun buatnya, jam 6 sudah kita antarkan ke masing-masing pelanggan. Smoothie bagus untuk sarapan pagi, sehat dan bonus awet muda,” ujar pria yang juga Ketua CISC Batam ini.

***

Berdasarkan data terakhir, CISC Batam saat ini memiliki 70 anggota. Namun yang aktif sekitar 40 anggota. Sepertiga di antaranya adalah penyintas kanker.

“Saat ini, ada sekitar 100 hingga 200-an penderita kanker di Batam, yang terdata. Yang belum terdata akibat kurangnya informasi bisa jadi lebih banyak,” jelas Riginoto.

Selain karena faktor keturunan, gaya hidup menjadi pencetus penyakit kanker diidap oleh masyarakat Batam. Di Batam, jenis kanker yang paling tinggi diderita adalah kanker payudara, kemudian kanker paru-paru, menyusul kanker kelenjar getah bening dan kanker mulut atau lidah.

Dokter spesialis bedah Onkologi Rumah Sakit Awal Bross (RSAB) Batam, Indra Hidayah, Sp.B K (Onk) mengatakan setiap tahun ia menangani hampir 5.000 penderita kanker dari dua rumah sakit di Batam tempatnya bertugas. Sekitar 70 persennya, merupakan warga Batam dan 30 persen dari warga lain di Kepri hingga Riau.

“Kalau melihat luas Provinsi Kepri, jumlah penderita kanker sangat tinggi. Terutama untuk Batam, karena 70 persen penderita kanker ada di Batam,” ujar dokter Indra kepada Batam Pos di sela waktu tugasnya di RSAB Batam, akhir pekan lalu.

Dijelaskannya, awal ia bertugas 50 persen dari pasiennya yang datang terdeteksi menderita kanker stadium 3 dan 4. Sehingga hampir dari 2.000 pasiennya sudah melewati proses bedah hingga kemoterapi. Sedangkan 50 persen lainnya tumor jinak.

Namun, beberapa tahun terakhir tren untuk pemeriksaan stadium 3 dan 4 itu menurun. Saat ini pasiennya lebih awal memeriksakan diri, kemudian terdeteksi menderita kanker di stadium 2 dan 3. Meski begitu, antara stadium 3 dan 4 tak jauh beda. Karena saat pasien sudah berada di stadium 3, maka pergerakan sel kanker akan cepat terjadi. Apalagi di Batam, belum ada pendeteksi kanker yang dapat secara detail mengecek tingkat stadium kanker.

Menurut dia, kanker payudara berada di urutan pertama penderita kanker di Batam. Sekitar 60-70 persen dari penderita kanker di Batam. Kedua, kanker paru-paru yang hampir disebabkan rokok dan polusi udara. Kemudian kanker getah bening, mulut dan lidah.

Waspadai Benjolan di Tubuh

Dokter Indra berharap masyarakat bisa segera memeriksakan diri apabila di tubuhnya terdapat benjolan, meski benjolan itu tidak terasa nyeri. Banyak kasus penderita kanker yang mengungkapkan bahwa penyakit mereka berkembang dari benjolan yang muncul tiba-tiba namun dibiarkan begitu saja. Benjolan yang muncul tiba-tiba ini sering terdapat di payudara, leher, dan area genital.

“Justru yang tidak sakit itu perlu diwaspadai. Biasanya, penderita baru memeriksakan diri setelah merasa sakit, padahal sudah tahu ada benjolan di tubuh, tapi membiarkan. Saat di cek ternyata kanker sudah stadium tinggi,” ujar Indra.

Menurut dia, penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini tergantung stadiumnya, ukuran hingga penyebaran gradenya (rendah, menengah hingga tinggi). Tingkatan menyatakan keganasaan dari suatu kanker. Untuk mengetahui ganas apa tidaknya, harus ada pengecekan lebih lanjut.

“Biasanya kami kirim ke UI, Unpad, atau RS Cipto untuk mengetahui secara spesifik tumor maker itu. Sebab, alat kita di sini tak kuat mendeteksinya,” jelasnya.

Setelah diketahui, maka akan dilakukan tindakan sesuai dengan tingkatan yang diderita. Jika tingkatannya rendah, maka penanganan bisa dilakukan hanya dengan bedah dan pemberian obat untuk penyembuhan yang rutin selama lima tahun. Namun jika sudah ganas,

maka pengobatan harus dengan mengangkat sekitar bagian yang sudah terkena, seperti kanker payudara maka akan mengangkat semua payudara tersebut, untuk kemudian dilakukan kemoterapi dan radiologi. Pengobatannya pun harus rutin dilakukan.

“Namun biasanya, orang yang sudah merasa sembuh, itu jarang mau kontrol lagi. Padahal untuk penyembuhan total harus dikontrol rutin,” jelasnya. (cha, she, yui)

 

TANGGAPAN

Tulisan ini mendapat tanggapan dari Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamatic Acid Indonesia (P2MI)

Menurut kami, tulisan tentang MSG (Monosodium Glutamat) sebagai bahan tambahan pangan yang berbahaya dan harus dihindari adalah tidak benar, karena berdasarkan fakta-fakta ilmiah dan regulasi terkait keamanan pangan, MSG dimasukkan sebagai Bahan Tambahan Pangan yang Aman dikonsumsi dengan pemakaian secukupnya dan tidak menyebabkan masalah tekanan darah, resiko penyakit kanker, dan dampak buruk/berbahaya lainnya bagi kesehatan manusia. MSG sebagai Bahan Tambahan Pangan juga sudah mendapat izin edar dari BPOM-RI.

Selanjutnya kami sampaikan fakta fakta MSG sebagai berikut:

  1. Bahan Tambahan Pangan Penyedap Rasa (MSG) adalah terbuat dari tetes tebu bukan zat kimia (sintetik) atau zat aditif dan MSG dibuat melalui proses fermentasi.
  2. Kandungan zat dalam Bahan Tambahan Pangan Penyedap Rasa (MSG) ada 3 yaitu: Asam Glutamat 7896, Natrium 1276 dan Air 10X, sebagai zat utama adalah Asam Glutamat yang merupakan Asam Amino yang tidak berbeda Asam Glutamat yang terkandung dalam makanan alami sehari hari seperti: Tomat, Susu, Keju dsb.
  3. Bahan Tambahan Pangan Penyedap Rasa (MSG) mudah larut dan dapat dimetabolisme dengan baik dalam tubuh.
  4. Bahan Tambahan Pangan Penyedap Rasa (MSG) sudah diakui keamanannya oleh beberapa badan dunia yang berkompeten dalam bidang makanan seperti: JECFA (Terdiri dari FAO dan WHO), FDA dan juga oleh Kementerian Kesehatan serta BPOM RI.
  5. Bahan Tambahan Pangan Penyedap Rasa (MSG) adalah salah satu Bahan Tambahan Pangan Penguat Rasa yang paling aman dan diizinkan untuk dikonsumsi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.033 Tahun 2012 dengan takaran penggunaan secukupnya.

Berdasarkan penjelasan pada angka 1 s/d 5 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Bahan Tambahan Pangan Penyedap Rasa (MSG) adalah Aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan dampak buruk /bahaya pada kesehatan seperti yang tersebut di atas.

Tanggapan ini ditandatangi oleh M. Fachrurozy, Ketua P2MI

Update