Sabtu, 20 April 2024

Wakil Rakyat Kesulitan Bahas Pasal Pemidanaan

Berita Terkait

batampos.co.id – DPR sedang sibuk membahas beberapa rancangan undang-undang (RUU). Salah satunya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Namun, pembahasan peraturan baru itu harus disinkronkan dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), karena keduanya sangat berkaitan.

Khususnya soal pasal pemidanaan. Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS sudah panjang. Judul pada peraturan itu juga menjadi perdebatan panjang.

“UU ini kalau hanya administratif tidak cukup, karena perilaku di lapangan yang luar biasa itu butuh pemidanaan,” terangnya, Rabu (4/9/2019).

Menurut dia, dalam RUU tersebut dicantumkan sembilan kategori kekerasan seksual yang masuk kategori pidana.

Dua kategori sudah ada dalam KUHP, yaitu pasal perkosaan dan pencabulan. Selain itu ada juga eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, dan kekerasan lainnya.

Politikus PKB itu mengatakan, dalam membahas peraturan baru itu, pihaknya menemukan kesulitan dalam membahas pasal pemidanaan.

“Apakah kami berhak membahas ketentuan pemidanaan?” papar dia.

Sebab, ada dua pasal yang tercantum dalam RKUHP. Hal itu lah yang perlu dilakukan pendalaman.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily saat menjawab pertanyaan wartawan, beberapa waktu lalu. Foto: Antara

Ace Hasan Syadzily, wakil ketua Komisi VIII mengatakan, dengan adanya sembilan kategori kekerasan, maka ada pula sembilan jenis pemidanaan.

Pasal itu tentu harus disinkronisasi dengan RKUHP. Menurut dia, RUU PKS adalah UU lex specialis, sedangkan RKUHP ialah lex generalis.

Jadi, RUU PKS mengacu ke RKUHP.Politikus Partai Golkar itu me-ngatakan, UU lex specialis tidak boleh bertentangan dengan UU induk, dalam hal ini RKUHP.

Dalam melakukan sinkronisasi RUU, Komisi VIII akan melakukan rapat koordinasi dengan Komisi III. Khususnya terkait materi kesusilaan.

“Koordinasi akan dilakukan secara intens, sehingga RUU PKS bisa segera diselesaikan dan disahkan,” ungkap Ketua DPP Partai Golkar itu.

Ketua Komisi VIII M Ali Taher Parasong mengatakan, pembahasan RUU PKS perlu dilakukan harmonisasi, sinkronisasi, dan pembulatan konsepsi.

“Ini menjadi ranah penting, karena kita masuk dalam sistem hukum Indonesia. Bukan sekedar hukum yang parsial,” terang dia.

Dia pun menegaskan bahwa tidak boleh ada UU lex specialis bertentang dengan lex generalis.

Meski perlaku khusus, tapi tidak boleh bertentangan dengan UU yang bersifat umum.
Ali Taher menambahkan, persoalan gelombang sosial sekarang sangat besar.

Maka persoalan jangka pendek juga harus diatasi. Persoalan penindakan terhadap peristiwa-peristiwa kekerasan yang sedang berlangsung juga harus diperhatikan, supaya negara ini memberi rasa aman kepada warganya.(lum/jpg)

Update