Rabu, 24 April 2024

Warga Batam: Semoga Pak Rudi Ingat Janjinya Soal Pembebasan UWTO

Berita Terkait

batampos.co.id – Keputusan pemerintah menjadikan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, sekaligus sebagai Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam membuat masyarakat Batam menaruh harapan besar.

Jika kalangan pengusaha berharap fasilitas Free Trade Zone (FTZ) dipertahankan dan semua bentuk perizinan dipermudah.

Sementara bagi masyarakat umum harapan terbesar selain perbaikan ekonomi adalah penghapusan uang wajib tahunan (UWT) untuk kawasan perumahan, khususnya perumahan yang tidak masuk kategori perumahan mewah.

Harapan tersebut salah satunya datang dari kalangan buruh atau pekerja di Kota Batam. Apalagi, pembebasan UWT (dulu UWTO) menjadi salah satu ”jualan” Rudi sebelum diangkat menjadi kepala BP Batam.

”Semoga Pak Rudi ingat janjinya soal pembebasan UWTO di perumahan,” kata seorang orator dalam aksi buruh di depan Kantor Wali Kota Batam di Batam Center, Rabu (2/10/2019).

Rudi yang dimintai komentar soal ini mengatakan, pihaknya akan melihat terlebih dahulu apa yang sudah dilakukan pimpinan BP Batam yang lama.

Ilustrasi Perumahan. Foto: Dalil Harahap/batampos.co.idam, 

”Apa yang saya mau lanjut, saya harus tahu dulu, langkah apa yang Pak Edy (Kepala BP sebelumnya,red) sudah lakukan, barulah setelah itu saya mulai lagi,” ucap Rudi.

Ia mengaku belum mengetahui apa yang sudah dilakukan pimpinan BP Batam yang lama. Beberapa di antaranya yakni regulasi, dan administrasi terkait hak perdata lahan.

”Sabar saja ya, akan kami dudukkan (bahas) semua,” imbuhnya.

Selain Rudi, yang getol menyuarakan bebas UWT bagi perumahan adalah Anggota DPR RI Nyat Kadir.

Bahkan, Nyat menyebutkan dua kewajiban warga Batam terkait tanah yakni membayar UWT dan PBB sekaligus, tidak sesuai dengan asas keadilan sebagai warga negara.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil, Jumat (21/6) lalu mengatakan, keputusan pembebasan UWT untuk lahan rumah dengan luas 200 meter ke bawah akan diambil tahun 2019 ini.

Hanya saja, lahan-lahan tersebut tidak menjadi hak milik melainkan hanya Hak Guna Ba-ngunan (HGB).

”Enggak hak milik, itu (lahan untuk rumah 200 meter persegi) Hak Guna Bangunan (HGB),” katanya.

Bahkan, sejumlah rumah yang pernah diberikan hak milik, dengan berdasar pada persyaratan yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam akan diturunkan statusnya jadi HGB seandainya dijual.

”Akan turun jadi HGB, cuma UWT-nya nol (bebas UWT),” kata dia.

Ia berpendapat, jika ingin menata Batam ke depan, sistem kepemilikan HGB adalah sistem yang baik. Dalam hal ini ia bandingkan dengan yang diterapkan di Singapura.

”Di sana (Singapura) semua tanah HGB, kecuali tanah seperti rumah sejarah,” imbuh dia.

Menurutnya, Batam jika dijalankan dengan kebijakan yang baik akan bagus dalam tempo waktu 20 tahun hingga 30 tahun mendatang.

”Kalau diberikan hak milik (untuk 200 meter) akan merepotkan di lain waktu,” ucap dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan, kebijakan pembebasan UWT bagi lahan permukiman de-ngan luasan tersebut ditargetkan selesai tahun ini.

”Ini juga jadi prioritas kita selain penyelesaian legalitas kampung tua,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pembebasan UWT hanya berlaku untuk lahan permukiman dengan luasan tersebut, tidak termasuk kawasan bisnis.

”Untuk kawasan bisnis, me-reka tetap bayar UWT,” terangnya.

Kelak, sambungnya, tidak perlu ada pengukuran kembali. Penentuan luasan lahan merujuk pada dokumen yang dimiliki oleh masyarakat masing-masing.

”Hampir semua tanah di Batam terukur, jadi pakai dokumen yang ada,” imbuhnya.(iza)

Update