Jumat, 29 Maret 2024

Premium Langka, Wali Kota dan DPRD Minta Warga Batam Beralih ke BBM Nonsubsidi

Berita Terkait

batampos.co.id – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Kota Batam, khususnya jenis premium terjawab sudah.

Selain disebabkan banyaknya kendaraan terbilang mewah menggunakan premium, Pertamina ternyata setiap tahunnya memang mengurangi kuota premium.

Hal ini terungkap setelah Wali Kota Batam, Muhammad Rudi memanggil pihak Pertamina, Rabu (9/10) malam guna membicarakan persoalan kelangkaan BBM yang kerap terjadi di Batam.

”Tadi malam (kemarin malam, red) saya sudah panggil kepala Pertamina,” kata Rudi di Best Western Panbil (BWP) Hotel, Kamis (10/10/2019) siang.

“Sebetulnya yang terjadi ada transformasi dari premium ke BBM yang tidak subsidi (BBM nonpenugasan),” jelasnya lagi.

Rudi menjelaskan, transformasi yang dilakukan Pertamina dari penggunaan BBM penugasan (subsidi Pertamina) khususnya jenis premium ke nonsubsidi, berkonsekuensi pada pengurangan BBM jenis premium.

”Memang kuotanya (BBM Penugasan) dikurangi setiap tahun. Kalau semua kita mengejar subsidi, maka terjadilah kelangkaan,” katanya.

Rudi juga mendukung langkah Pertamina mengurangi pasokan premium yang notabene BBM penugasan atau subsidi Pertamina.

Asalkan Pertamina menjamin ketersediaan BBM nonsubsidi, khususnya pertalite. Pada pertemuan tersebut, kata Rudi, Pertamina menyanggupi menjamin pasokan BBM jenis pertalite tidak terputus, seperti yang terjadi pada BBM premium.

”BBM nonsubsidi nyaris tidak ada kendala pasokannya, berbeda dengan BBM subsidi yang kerap kosong karena memang kuotanya dikurangi setiap tahunnya,” ujar Rudi.

Kendaraan antre untuk mengisi bahan bakar permium di SPBU Tanjunguncang, Batuaji, Rabu (9/10). Dalam beberapa hari terakhir, BBM jenis premium, pertalite, dan solar mengalami kelangkaan. Foto: Dalil Harahap/batampos.co.id

Rudi yang juga menjabat Kepala BP Batam meminta masyarakat beralih ke BBM nonsubsidi.

Dengan alasan stoknya dijamin Pertamina, meski harganya lebih mahal dari BBM yang disubsidi Pertamina.

”Masyarakat Kota Batam beralih lah ke bahan bakar nonsubsidi karena stoknya tak akan pernah kurang,” pintanya.

Rupanya, bukan hanya Rudi yang mendukung langkah Pertamina mengurangi kuota BBM Subsidi dan menambah kuota BBM nonsubsidi, anggota dewan Batam juga mendukung langkah itu.

Hal itu tercermin dari komitmen Komisi II DPRD Batam yang menyetujui penambahan kuota BBM nonsubsidi.

Meski meminta syarat ada kajian dan investigasi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Batam bersama Pertamina.

”Sebab tanpa adanya kajian, sulit rasanya menyetujui penambahan kuota BBM (nonsubsidi),” ujar Ketua Komisi II DPRD Batam Edward Brando, kemarin.

Edward juga meminta oknum atau pemain BBM ditindak, agar kelangkaan BBM ke depan tak terjadi lagi.

”Kami akan kaji dalam beberapa minggu ke depan bersama Disperindag Batam dan Pertamina soal penambahan kuota BBM nonsubsidi agar pengawasannya efektif,” ujarnya.

Terkait dukungan penambahan kuota BBM nonsubsidi itu, Edward juga mendukung langkah Disperindag Batam yang mengusulkan penambahan aggaran pengawasan khusus kuota dan distribusi BBM di Batam ke Komisi II.

”Kami berharap dengan ada-nya penambahan anggaran pengawasan untuk BBM di Batam, maka apa yang kita harapkan dari sisi pengawasan itu bisa lebih efektif,” ujarnya.

Disperindag Batam, lanjutnya, dilibatkan dalam menentukan kuota BBM di Batam. Saat penentuan kuota, otomatis harus berbanding lurus dengan pengawasannya.

”Selama ini memang di Batam kurang konsen untuk pengawasan kuota maupun pendistribusian BBM,” ujarnya.

“Makanya Pemko Batam melalui Dispe-rindag Batam mengusulkan penambahan kuota BBM seperti saat ini penambahan kuota untuk jenis pertalite. Kami dari Komisi II tak bisa melihatnya hanya satu sisi saja,” terangnya lagi.

Kepala Disperindag Batam, Gustian Riau, membenarkan pihaknya mengajukan usulan penambahan anggaran pengawasan untuk meminimalisir permasalahan kelangkaan BBM di Batam.

”Baru sebatas usulan saja yang sudah kami sampaikan ke Komisi II DPRD Batam. Apakah disetujui atau tidak nantinya, itu kewenangan Komisi II DPRD Batam,” ujarnya

Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPRD Batam, Marketing Branch Manager Pertamina Wilayah Kepri, Awan Raharjo, menyebutkan besar harapan Pertamina kepada masyarakat beralih dari BBM subsidi ke BBM nonsubsidi.

Namun, ia menolak berkomentar jika hal ini disebut sebagai upaya Pertamina menghapus premium dan beralih ke pertalite dan pertamax.

Ia hanya mengatakan, premium bukan satu-satunya BBM yang dijual.

”Faktanya, subsidi ini beban negara. Negara pun berharap beban subsidi ini berkurang dan bisa ke bahan bakar yang memang tidak bersubsidi yang kualitasnya lebih baik,” imbuhnya.

Ia berharap, agar tidak melihat persoalan BBM hanya pada kelangkaan semata. Ia mengajak agar semua pihak berpartisipasi mengedukasi masyarakat perihal baiknya BBM nonsubsidi.

”Masyarakat bisa beli kendaraan minimal Rp 200 juta, apakah memang mereka berhak mendapat subsidi atau tidak. Seharusnya ini semaksimal mungkin dinikmati masyarakat ekonomi bawah,” kata dia.

Sementara itu, harga pertalite Batam dan Kepri merupakan yang tertinggi se-Indonesia selain Riau.

Jika daerah lain Rp 7.650 hingga Rp 7.850 per liter, di Batam dan Kepri harganya Rp 8 ribu per liter.

Awan menyebut salah satu penyebabnya penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang ditetapkan Pemprov Kepri di angka maksimal, yakni 10 persen, sementara daerah lain hanya 5 persen.

”Kami tidak menyalahkan ini ketinggian ya, karena PPN-nya 0 persen karena FTZ (free trade zone). Kalau disebut tertinggi se-Indonesia tak jauh juga perbedaannya,” katanya.

Bahkan, secara khusus ia meminta PBBKB tidak dipersoalkan. Ia berdalih pajak akan kembali ke pembangunan masyarakat.

”Batam ini pembangunannya luar biasa, ini kan dari pajak itu juga,” ujarnya.

Ia menerangkan, komponen penetapan harga BBM yakni harga dasar, biaya distribusi, PBBKB, dan PPN.

Akan tetapi jika merujuk pada nol persen PPN di Batam seharusnya harga lebih murah.

Awan yang ditanyai apakah Pertamina menaikkan komponen lain, mengaku setiap daerah tentu berbeda.

”Memang kalau kita lihat, saya bukan ahli ekonomi, tapi ketika jelaskan dengan bahasa sederhana, ketika makan di Batam dan di Jakarta pada restoran yang levelnya sama, harganya pasti berbeda,” ujarnya.

Apakah ini artinya harga dasar dan biaya distribusi yang dinaikkan? Menjawab hal ini Awan beralasan tidak mengetahui secara pasti.

”Harga dasar tinggi atau tidak, saya harus cek dulu pada bagian yang menangani,” katanya.

Langka di SPBU, Dijual Eceran di Tepi Jalan

Sementara itu, pantauan Batam Pos di lapangan, kelangkaan premium terus terjadi di sejumlah SPBU hingga Kamis (10/10/2019).

Tetapi anehnya, justru premium atau bensin ini malah mudah ditemui di pinggir jalan yang dijual dengan botolan.

”Saya sudah keliling dari beberapa SPBU tadi pagi (kemarin), tak ada premium,” kata Lina.

Ia mengatakan, sudah beberapa bulan ini kesulitan mendapat premium di SPBU. Padahal harga premium lebih murah dibanding BBM lainnya.

”Tapi kok di pinggir jalan tetap banyak ya yang jual premium. Dari mana mereka dapatkan itu. Ini juga patut diperta-nyakan,” katanya.(iza,gas,ian)

Update