Sabtu, 20 April 2024

Pelaku Penusukan Wiranto Sudah Diintai 3 Bulan

Berita Terkait

batampos.co.id – Densus 88 Anti Teror Polisi sebenarnya telah mengintai Syahrial Alamsyah jauh sebelum dia menikam Menko Polhukam Wiranto, Kamis lalu (10/10/2019).

Namun, Densus 88 Anti Teror belum memutuskan menangkap Syahrial karena belum ada bukti permulaan yang cukup.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (P) Budi Gunawan sempat memberikan informasi yang mengejutkan saat menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soe­broto, Jumat (11/10/2019).

Ternyata, BIN telah memantau Syah­rial selama tiga bulan, sebelum melakukan penusukan.

Pergeseran lokasi dari Syahrial juga terdeteksi dengan begitu detail, dari Kediri berpindah ke Bogor.

Hingga anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi itu tinggal di Menes, Pandeglang. Pernyataan itu memunculkan tanda tanya, mengapa Densus 88 Anti Teror belum menangkap Syahrial dalam masa tiga bulan pengintaian.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo membenarkan bahwa gerak-gerik Syahrial sebenarnya telah terpantau Densus 88 Anti Teror.

”Namun, belum dilakukan penangkapan selama masa itu,” paparnya.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menunjukkan foto tersangka pelaku dan barang bukti penikaman Menko Polhukam Wiranto saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Foto: Miftahul Hayat/Jawa Pos

Alasannya, sangat mendasar untuk sebuah proses penegakan hukum. Yakni, bukti per­mulaan belum memadai.

Untuk bisa menangkap seorang terduga teroris, dibutuhkan sejumlah bukti.

”Bukti itu didapatkan dari sejumlah ta­hapan kelompok teroris,” ujarnya.

Densus 88 Anti Teror baru bi­sa menangkap terduga teroris, bila menempuh lima ta­hapan.

Yaitu, berjaga-jaga, istilah ini yang digunakan kelompok teror untuk masa membangun komunikasi dengan calon anggota, baik bertemu fisik maupun media sosial.

”Setelah berjaga-jaga, ada tahap taklik umum,” paparnya.

Baca Juga: Menko Polhukam Wiranto, Ditusuk, Begini Kondisinya

Untuk taklim umum, biasanya tokoh dari kelompok teror memberikan doktrin. Baik ajaran teroris dan cara-cara melakukan perlawanan.

”Tahap ini dalam rangka mematangkan mental dan spiritual dari seorang calon anggota kelompok teror,” jelasnya.

Tahap ketiga, berupa taklim khusus. Yang juga bisa dilakukan secara langsung atau pertemuan fisik atau melalui media sosial.

”Tahap keempat adalah penilaian dari tokoh senior terhadap kemauan yang kuat untuk bergabung dengan kelompok,” terangnya.

Tahap terakhir berupa idad, semacam latihan perang atau latihan lainnya. Dengan target lawan pemerintah atau kepolisian.

”Baru kemudian bisa melakukan perencanaan amaliyah,” papar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut.

Densus 88 baru bisa melakukan penangkapan dengan preventive strike atau serangan pencegahan bila barang bukti permulaan cukup saat anggota teroris itu setidaknya telah sampai tahap empat atau lima.

”Masalahnya, Syahrial belum sampai ke sana,” tuturnya.

Dedi menjelaskan, Syahrial baru sampai ke tahap tiga, mendapatkan taklim khusus. Taklim khusus itu dilakukan oleh Abu Zee, amir JAD Bekasi.

”Yang kemudian tertangkap saat mengajarkan Abu Rara hingga tahap tiga,” jelasnya.

Saat berada di Menes itu, Densus 88 juga belum menemukan bukti bahwa Syahrial akan melakukan sesuatu.

”Itulah mengapa belum bisa ditangkap,” paparnya di kantor Divhumas Polri, Jumat (11/10/2019).

Apalagi, sesuai keterangan dari Syahrial diketahui aksinya itu dilakukan secara spontan. Awalnya, hanya melihat helikopter yang diikuti berduyun-duyunnya warga menuju ke alun-alun.

”Kalau Syahrial menyebut helikopter itu kapal. Syahrial juga mengaku sedang khawatir dan stres karena pimpinannya Abu Zee tertangkap,” paparnya.

Syahrial, lanjut Dedi, berasumsi bahwa ada pejabat yang datang. Namun, tidak diketahui siapa pejabat yang datang ke alun-alun itu. Ia tak tahu korbannya adalah Wiranto.

”Syahrial mengajak istrinya, Fitri Adriana beraksi. Keduanya bersepakat melakukan penusukan. Syahrial memakai kunai dan istrinya memakai gunting,” jelasnya.

Setelah itulah, keduanya melakukan aksi. Syahrial menusuk menkopolhukam dan istrinya menusuk Kapolsek Menes.

Lokasi rumah kontrakan dengan alun-alun hanya 300 meter.

”Artinya, aksi mereka spontan sekali,” ungkapnya.

Apakah tidak ada penjagaan bagi terduga teroris yang dalam kondisi semacam Syahrial? Yang belum memiliki bukti permulaan cukup dan ada agenda pejabat di dekat tempat tinggalnya.

Dedi menjawab bahwa negara tidak mampu untuk melakukan antisipasi progresif semacam itu.

”Dia bisa melakukan aksinya kapan saja dan dimana saja, spontan,” urainya.

Sementara Pengamat Terorisme, Al Chaidar, menuturkan bahwa untuk menanggulangi kondisi semacam Syahrial, seharusnya ada assessment atau penilaian yang cukup.

Bahwa seseorang telah mendapatkan radikalisasi yang begitu kuat.

”Atau, justru mendapatkan perintah melakukan aksi teror dari pimpinannya,” ujarnya.

Hal itu sebenarnya merupakan inti dari pemeriksaan terhadap anggota teroris. Apalagi, diketahui Amir JAD Bekasi Abu Zee telah tertangkap.

”Harusnya Densus 88 mengetahui sejauh apa radikalisasi yang didapatkan Abu Rara dan apakah sudah dapat perintah melakukan aksi,” jelasnya.

Dia mengatakan, perintah dari pimpinan kelompok teroris itu dianggap sebagai amar bagi anggotanya.

Semacam akan kualat bila tidak menjalankan perintah tersebut. ”Kalau hal semacam ini tidak diketahui Densus 88, ya sayang sekali,” paparnya.(idr/jpg)

Update