Kamis, 18 April 2024

Valerie Demi Vokasi Mumpuni

Berita Terkait

  • Usai Kurikulum 1000 Jam, Langsung Kerja
  • Tamat Sekolah, Masuk Kerja

Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia, khususnya Kepri tak kalah mumpuni dibandingkan dari luar negeri. Tapi semua ini, butuh peran serta seluruh lini. Mulai dari pemerintah daerah hingga Industri. Sinergi pemerintah dan industri, diyakini bisa mendorong SDM Indonesia terus membumbung tinggi.

Vokasi tak hanya mendapatkan respon dari dalam negeri. Tapi juga luar negeri. Salah satunya Executive Vice Presiden SEA, Laurent Dubedout, yang mengapresiasi sinergi industri yang diwakili Citramas Grup dengan SMKN 6 Batam.

Ia menilai program vokasi Citramas yang diberi nama Valerie (Vocational Accelerated Learning & Recruiting towards Industrial Excellent) ini adalah program terbaik. Karena akselarasi pemikiran siswa dari SMK ke industri, begitu luar biasa.

Komentar ini disampaikan Laurent saat memberikan sambutan dalam penutupan program Valerie 2018.

“The best program, because participants can have company and can compete after completing this program, and provide an opportunity to join us faster,” katanya kala itu.

Akselerasi perpindahan pola pikir siswa SMK agar sinkron dengan industri ini, telah cukup lama dirintis di Batam. Salah satu perusahaan yang cukup getol memfasilitasi ini, Citramas Grup. Adalah Naradewa, salah seorang yang berjasa dan memiliki andil dalam program Valerie Citramas Grup. Lelaki ini juga menjabat HR dan GA Citramas Group.

Naradewa menuturkan, Citramas sudah mencoba memulai sejak awal 2013. Kala itu, belum ada program link and match ataupun prakerin (praktek kerja industri) demi meningkatkan pendidikan vokasi. “Awalnya ini bentuknya seperti program CSR, namun seiring waktu terus berkembang,” ungkapnya.

Banyak hal yang terjadi selama 2013 hingga 2016. Pada mulanya Citrmas melalui beberapa perusahaanya, seperti Citratubindo merekrut anak-anak dari berbagai SMK di Batam untuk berpartisipasi dalam program magang tersebut.

Tercatat di 2013 sebanyak 25 orang yang ikut. Namun tak semua yang berpartispasi dalam program ini dipekerjakan. Di 2013 hanya 12 orang di kontrak sebagai pekerja, sisanya ada yang melanjutkan ke universitas dan bekerja di beberapa perusahaan lainnya.

Tahun 2014 sebanyak 30 siswa, yang diterima bekerja setelah lulus sekolah 11 orang. Selebihnya melajutkan pendidikan ke universitas dan bekerja di perusahaan lain. Di 2015 program ini sempat berhenti.

Namun dilanjutkan kembali di 2016, sebanyak 20 siswa. Diterima bekerja setelah menyelesaikan studinya di SMK 18 orang. Selebihnya memilih untuk melanjutkan pendidikan di jenjang lebih tinggi lagi.

Di tahun 2017 Citramas mencoba lebih fokus ke satu sekolah. Pilihannya jatuh ke SMKN 6. Naradewa mengatakan sebelum mengambil SMKN 6 sebagai mitra peningkatan pendidikan vokasi.

Awal 2016, ia disambangi oleh Direktur Pembinaan SMK Kemendikbud, almarhum Mustafirin Amin. Kala itu terjadi diskusi yang menjadi tonggak masuknya kurikulum 1.000 jam Citratubindo ke SMKN 6 Batam.

“Beliau menyebut agar lulusan sekolah vokasi disiapkan untuk diserap industri. Saya jawab, lulusan SMKN saat itu tidak siap. Karena saat anak PKL (praktek kerja lapangan) mereka disuruh ngapain. Sering hanya disuruh buat kopi,” ungkapnya.

Siswa SMKN 6 Batam sedang praktek kerja.

Ia memapaparkan banyak hal yang tidak efisien serta buang waktu dan uang. Apabila tujuannya mempersiapkan lulusan SMK diserap Industri, perlulah keseriusan dari kedua belah pihak.

“Saya minta ke bapak Mustafirin, untuk membawa kurikulum 1.000 jam (semulanya pelatihan training untuk masuk kerja ke Citratubindo) ke sekolah,” ucap Naradewa.

Usulan ini diterima baik. Dan saat pertemuan diadakan di awal tahun 2016, Mustafirin menjamin perubahan kurikulum itu akan disetujui.

Kemudian meminta Naradewa memilih sekolah yang akan berkolaborasi dengan Citramas. “Beliau bilang bagus, dan menyebutkan itulah tujuan SMK dibuka. Link and match dengan industri,” ungkapnya.

Begitu program ini disetujui, mulailah Citramas fokus melakukan pengembangan dan penggemblengan dengan salah satu SMK saja, yakni SMKN 6 Batam yang lokasinya tak jauh dari Kawasan Industri Kabil.

Terkait kurikulum 1.000 jam, Naradewa menerangkan bahwa itu dilaksanakan selama 6 bulan. Dengan sistem bekerja sembari balajar, seharinya 8 jam. Disesuaikan dengan jam bekerja di pabrik.

“Gimana mau link and match apabila siswa dan gurunya saja tidak masuk ke pabrik,” tuturnya.

Perlahan-lahan tapi pasti program 1.000 jam masuk ke SMKN 6. Tidak hanya siswa saja yang mendapatkan pengetahuan mengenai industri.

Tapi guru-guru SMKN 6 juga dilatih mengenali segala hal berkaitan dengan pekerjaan di pabrik atau industri.

“Inpres tentang vokasi itu 2016. Lalu peraturan kementrian industri terkait link and match 2017. Inpres baru turun, kami sudah jalan. Bisa dibilang naluri kami saja,” katanya.

Demi meningkatkan link and match ini. Ada dua hal penting perlu ditanamkan ke siswa serta sekolah yakni quality dan safety. Naradewa mengatakan perusahaan sekelas citramas sangat mengedepankan aspek kualitas serta keamanan.

“Program ini hampir diberhentikan, karena ada kecelakaan kecil dialami siswa. Tapi kami kembali meyakinkan manajemen untuk lanjutkan program ini,” ucapnya.

Agar pemahaman mengenai kualitas dan keamanan ini bisa serap siswa, Naradewa meminta sekolah agar menerapkan sedini mungkin hal ini. Pihak SMKN 6 menyanggupi permintaan tersebut.

Kini saat masuk ke SMKN 6 Batam, aura safety di industri akan terasa. Saat Batam Pos menyambangi sekolah tersebut, terlihat beberapa anak menggunakan baju wearpack, sepatu safety, helm hingga kacamata serta penutup telinga.

“Kami harapkan sekolahnya itu seperti masuk pabrik. Atau setidaknya melatih kedisiplinan siswa sedari dini, agar safety dan quality di industri selalu terjaga,” tuturnya.

Nardewa mengaku setiap tahun Citramas menerima siswa SMKN 6 untuk mengikuti kurikulum 1.000 jam. Namun kuota yang diberikan terbatas, dikisaran 40 an orang. Siswa yang akan mengikuti program ini, akan menjalani serangkaian tes. Tes tersebut telah dimulai sejak siswa di kelas XI.

Tes di kelas XI itu berupa tes akademik yang berisikan soal matematika, bahasa inggris, dan IQ. Siswa yang lulus seleksi awal ini, akan mengikuti berbagai rangkaian tes lagi.

“Jadi tes masuk program ini layaknya masuk perusahaan kami. Mereka menjalani medical check up dan interview,” ungkapnya.

Anak-anak yang memenuhi kualifikasi lah yang diterima dan mengikuti program ini. Naradewa menuturkan anak-anak yang mengikuti program ini, setelah tamat sekolah langsung bekerja di Citramas Grup.
“Jadi mereka masuk perusahaan tanpa harus tes dan pelatihan,” tuturnya.

Selama menjalani kurikulum 1.000 jam, perusahaan akan melihat siswa tersebut berbakat di bidang apa. “Cocoknya jadi operator, teknisi atau reager. Kami pantau mereka selama itu dan dinilai hasil kerjanya,” ungkapnya.

Proses ini, kata Naradewa membutuhkan uang yang besar. Melatih satu siswa, membuat Citramas harus mengeluarkan uang ribuan dolar.

Dari data yang dimiliki Citramas tahun 2017 sebanyak 30 siswa SMK ikut program kurikulum 1.000 jam, dan dipekerjakan 22 siswa. Lalu di 2018 ada 37 siswa, dipekerjakan 21 siswa. Dan di 2019 terdapat 45 siswa yang sedang mengikuti program ini. Apabila dihitung dari 2013 hingga 2019, Citrmas telah melatih sebanyak 187 siswa dan merekrut 84 orang siswa.

Naradewa menuturkan ada beberapa siswa yang tidak diterima bekerja di Citramas. Namun setidaknya mereka telah memiliki ilmu dan pengetahuan mengenai cara bekerja di industri.

Mengenai link and match, Naradewa mengaku perusahaanya bersama SMKN 6 Batam telah melakukan sinkronisasi kurikulum, training guru, pelatihan siswa, teaching factory (ada dua mesin disediakan untuk dioperasikan siswa) serta sertifikasi.

“Untuk sertifikasi kami bekerjasama dengan Pemerintah Kota Batam, dan Walikota Batam menyambut baik ini, memfasilitasi sertifikasi,” tuturnya.

Kurikulum 1.000 jam ini terbagi dari kelas umum, kelas CNC (Computer Numerical Control), dan kelas inspeksi. Pemahaman yang diberikan ke siswa di kelas umum yakni pengarahan keamanan, profil perusahaan, aturan program, 5S (seiri, seiton, seiso, seikatsu dan shitsuke), analisis keselamatan kerja, ISO 14001, OHSAS 18001, SMK3 (sistem manajemen keselamatan, kesehatan kerja), kesadaran keselamatan listrik, LOTO, MSDS, pemadam kebakaran dasar, sistem manajemen mutu, QC tools dan belajar manufaktur, peningkatan dan spesifikasi API berkelanjutan, pengukuran dasar dan tipe koneksi serta tes destruktif dan non destruktif.

Sementara itu kelas CNC meminta siswa dapat memahami Auto CAD dasar, melakukan persiapan sebelum mengoperasikan mesin CNC, mengoperasikan mesin CNC machine secara manual maupun otomatis, melakukan pemeriksaan kualitas, mengidentifikasi dan menjalankan program CNC, mengatur mesin CNC di tempat dan melakukan pelatihan kerja.

Kelas inspeksi berisi ilmu untuk memahami produk dan alat pengukuran, mengatur pengukur, untuk melakukan inspeksi koneksi ulir dan melakukan pelatihan kerja.

Terkait pelatihan yang diberikan ini, Training Spesialis Citratubindo, Adi Setiadi menjelaskan beberapa materi diberikan dalam Bahasa Inggris. Namun ada juga dalam bahasa indonesia. Selama sebulan awal seluruh siswa akan berada di kelas, dan belajar memahami segala hal yang ada di kurikulum kelas umum. Lalu di bulan kedua mereka akan belajar mengenai teori keterampilan teknis. “Ada praktek maupun teorinya,” tuturnya.

Kemudian di bulan ke 3 hingga 6 bulan. Seluruh siswa akan berada di lapangan. Tapi saat mereka berhadapan dengan mesin, diberi satu pendamping. “Istilahnya buddy. Selama mereka dilapangan ada satu buddy. Satu siswa, satu buddy,” ucapnya.

Siapakah yang akan dipekerjakan? Adi mengatakan siswa dengan nilai tertinggi dan memiliki sikap yang baik. “Di akhir program ada evaluasinya. Dari sinilah penilaian siapa yang akan direkrut atau tidak. Kadang semua siswa bagus, tapi kebutuhan perusahaan hanya beberapa. Sehingga dipilihlah yang terbaik dari yang terbaik,” ungkapnya.

Salah satu siswa SMKN 6 yang telah lulus, dan kini bekerja di Citratubindo, Arizky mengaku mengikuti program ini tidaklah sulit. Karena dari awal masuk sekolah, ia telah mendapatkan pemahaman dan gambaran mengenai dunia industri. Lalu saat mengikuti program ini, ia mengaku para trainer cukup baik dalam mengarahkan siswa-siswa yang ada.
“Waktu magang, saya operator CNC. Dan setelah bekerja saya juga operator CNC,” ucapnya.

Pemuda asli Batubesar, Nongsa ini mengaku prakerin di Citratubindo dengan perusahaan lain berbeda. Dari cerita-cerita dari teman sebayanya, perbedaan itu cukup kentara. Di Citratubindo diajari mulai dari teori dasar hingga praktek. Sehingga runutan pekerja di industri, bisa pahami dengan baik oleh para siswa.

“Saya sangat bersyukur bisa ikut program ini,” ujarnya.

Saat ini, Arizky dapat membantu ekonomi keluarganya. Walaupun baru bekerja selama 6 bulan, pendapatannya dalam sebulan berada dikisaran Rp 8 juta hingga 10 juta.

Kepala Sekolah SMKN 6 Batam, Deden membenarkan penuturan dari Nardewa dan Adi. Ia mengaku kurikulum 1.000 jam ini meningkatkan kualitas dan daya serap siswa SMKN 6 Batam. “Seperti disebutkan, sedari dini kami tanamakan materi mengenai manajemen industri mutu, ISO, K3, 5S. Hal-hal berkaitan dengan kualitas dan keamanan ini benar kami tanamkan,” ujarnya.

Deden mengaku pendidikan vokasi mumpuni ini, tidak dapat terlaksana tanpa ada campur tangan berbagai pihak. Sinergi yang baik antar sekolah dan industri, membuat penyerapan tenaga kerja lebih baik.
“Kami kirim siswa dan guru untuk belajar di kawasan industri. Di sekolah juga ada beberapa kelas industri, yang gurunya merupakan teknisi dari industri. Setiap minggu selalu ada satu orang teknisi mengajari siswa di sini,” ucapnya.

Ke depan ia berharap sinergi ini semakin baik. Agar lulusan pendidikan vokasi SMK menjadi sandaran industri mencari SDM.

Dukungan sinergi sekolah dan industri, juga datang dari Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Batam, Rudi Sakyakirti. “Saya sudah melihat dan memantau sinergi Citramas dengan SMKN 6 Batam. Dan terbukti lulusan SMKN bisa bersaing di dunia kerja,” ucapnya.

Rudi meminta sekolah dan industri lain dapat mencontoh sinergi SMKN 6 dengan Citramas. Sehingga dapat meningkatkan serapan tenaga kerja. SMK-SMK ada di Batam, kata Rudi agar dapat melekat dan menjalin kerjasama dengan industri di sekitarnya. “Lalu kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan industri,” ujarnya.

Penerapan vokasi di SMKN 6 ini, dinilai Rudi sangat efektif, Karena perusahaan tidak perlu lagi melakukan pelatihan. Karena telah masuk dalam kurikulum 1.000 jam. “Saya menilai pendidikan vokasi Batam dari tahun ke tahun membaik. Terkait angka serapan tenaga kerja, saya kurang mengetahuinya. Namun yang pasti, semakin baiklah,” ungkapnya.

Hal yang senada disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Muhammad Dali. Ia mengaku secara keseluruhan pendidikan vokasi di Kepri, telah berjalan lama. Namun secara kemitraan baru berjalan 70 persen. “Pendidikan vokasi di Kepri, semakin meningkat dengan keluarnya Inpres no 9 tahun 2016, esensinya untuk meningkatkan daya saing dan kualitas SDM di Indonesia,” ucapnya.

Setelah inpres ini turun, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membuat pilot project SMK di 9 provinsi, dan diikuti 17 SMK se Indonesia. Salah satunya di Kepri pada Agustus 2019. Dali mengaku di Kepri ada tiga sekolah yang masuk pilot project tersebut yakni SMKN 1, SMKN 5 dan SMKN 6.

Pilot project tersebut sudah dimulai sejak tahun ajaran baru di Juli 2019, dan mencakup 17 kompetensi pada 6 sektor, yaitu agribisnis, pariwisata, manufaktur, pertambangan, seni dan industri kreatif, serta kemaritiman.

Hal ini diharapkannya mendorong industri berperan lebih besar lagi dalam peningkatan pendidikan vokasi. Industri yang berperan dalam pengembangan SDM ini, mendapakan imbal balik. Pemerintah memberi insentif bagi industri yang terlibat dalam usaha pengembangan SMK, Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Dalam aturan tersebut, pemerintah memberikan potongan sebesar 200 persen dari biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk vokasi.(Fiska Juanda)

Update