Kamis, 25 April 2024

Keadilan untuk Rafi, 16 Orang Dihukum Mati

Berita Terkait

Nusrat Jahan Rafi bisa beristirahat dengan tenang. Orang-orang yang membakarnya hidup-hidup April lalu sudah mendapat hukuman. Sebentar lagi mereka akan meregang nyawa di tiang gantungan.

KESEDIHAN masih me­nyelimuti Mahmudul Hasan Noman. Kenyataan bahwa adiknya, Nusrat Jahan Rafi, meninggal dengan cara yang sadis membuatnya terluka.

Luka itu sedikit terobati saat hakim Pengadilan Pencegahan Represi Perempuan dan Anak-Anak di Kota Feni, Bangladesh, Mamunur Rashid mengetukkan palu putusan, Kamis (24/10/2019).

Rashid menjatuhkan hukuman mati kepada 16 pembunuh Rafi.

”Mereka semua ambil bagian dalam pembunuhan itu. Kini mereka harus menghadapi konsekuensinya,” ujar Noman seperti dikutip Al Jazeera.

Siraj Ud Doula, kepala Sonagazi Islamia Senior Fazil Madrasa, sekolah Rafi, termasuk yang dijatuhi hukuman mati.

Pelaku lainnya adalah dua politikus di partai pe­nguasa Awami League, pegawai administrasi sekolah, dua guru, dan beberapa siswa.

Sebanyak 12 pelaku mengaku bersalah. Sedangkan Doula dan tiga pelaku lainnya menolak putusan. Mereka akan mengajukan banding.

Nestapa Rafi dimulai 27 Maret lalu. Doula memanggil Rafi ke ruangannya, lantas menggerayangi perempuan 19 tahun itu.

Rafi bisa melarikan diri dan melapor ke polisi. Dia mengungkap bahwa siswi lain juga mendapat perlakuan serupa.

Polisi yang bertugas sempat merekam Rafi dan mengatakan bahwa kejadian itu bukan masalah besar. Video tersebut bocor dan membuat para aktivis perempuan dan HAM berang.

Sejumlah aktivis perempuan di Bangladesh menuntut pelaku pembunuhan Nusrat Jahan Rafi segera dieksekusi mati, Kamis (24/10/2019) lalu. Foto: Sazzad Hossain/AFP

Doula akhirnya ditahan. Berada di balik jeruji besi tidak membuat Doula jera. Dia malah memerintah beberapa orang untuk membungkam Rafi dan memintanya mencabut laporan.

Pada 6 April, Rafi ke sekolah untuk menjalani ujian akhir. Seorang siswi mengatakan kepadanya, ada anak yang dipukuli di atap sekolah. Dia meminta Rafi ikut ke atap.

Tanpa pikir panjang, Rafi ikut. Di atap sudah ada 4–5 orang yang memakai burqa. Mereka mengikat tangan dan kaki Rafi serta mengancamnya agar mau mencabut laporan terhadap Doula.

Rafi menolak. Mereka akhirnya membakarnya hidup-hidup. Kejahatan itu akan disamarkan sebagai tindakan bunuh diri.

Nasib berkata lain. Api membakar tali yang mengikat tangan dan kaki Rafi. Dia berhasil menuruni tangga dan melarikan diri.

Kepada seorang polisi, Noman, Rafi memaparkan apa yang terjadi dan siapa saja pelakunya.

Noman merekamnya dan menjadikannya sebagai barang bukti ke polisi. Rafi yang mengalami luka bakar hingga 80 persen tak bisa diselamatkan. Empat hari pascakejadian, dia meninggal dunia.

Kasus itu membuat geram banyak pihak. Perdana Menteri Syekh Hasina ditekan untuk lebih melindungi perempuan.

Dia lalu memerintah 27 ribu sekolah di Bangladesh agar membentuk komite pencegah kejahatan seksual. Kasus Rafi langsung diproses.

”Putusan itu membuktikan bahwa tak seorang pun akan lolos dari kasus pembunuhan di Bangladesh,” tegas jaksa Hafez Ahmed seperti dikutip Agence France Presse.

Sebelum putusan keluar, rumah keluarga Rafi dijaga. Baik di luar maupun dalam. Ada ketakutan bahwa keluarga para pelaku akan membalas dendam.

Rafi adalah sosok yang tidak biasa. Dia berani buka suara. Padahal, biasanya korban pelecehan seksual di Bangladesh memilih tutup mulut.

Itulah yang membuat budaya pelecehan terhadap kaum hawa kian merajalela.
Kasus Rafi menjadi titik balik.

Sejak Doula ditangkap, ada lima guru lain di beberapa sekolah yang ditahan karena kasus pemerkosaan dan pelecehan terhadap siswanya.

Lembaga HAM Mahila Parishad mengungkapkan, pada semester pertama tahun ini, ada 731 insiden kekerasan seksual.

Termasuk 592 pemerkosaan, 113 pemerkosaan beramai-ramai, dan 26 perempuan yang dibunuh setelah dilecehkan.

”Kami harap hukuman (pada 16 orang) itu akan me­ngirimkan pesan kepada para pelaku kejahatan seksual dan kaki tangannya,” tegas aktivis perempuan Bangladesh, Maleka Banu.(*/c10/dos/jpg)

Update