Kamis, 25 April 2024

Satu Pulau, Dua Kebijakan

Berita Terkait

batampos.co.id – Kemudahan usaha dan insentif yang lebih banyak. Itulah alasan utama mengapa pemerintah pusat melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam terus memperjuangkan penetapan KEK di Batam. Jika dibandingkan FTZ, KEK dinilai lebih efektif untuk mengerek pertumbuhan ekonomi Batam.

Pemerintah tidak main-main soal KEK ini. Bahkan di BP Batam ada deputi yang secara khusus akan mengurusi KEK berikut insentif-insentif serta kemudahan yang akan ditawarkan ke para calon investor. Yakni Deputi II.

“Deputi ini bicara tentang apakebijakan pemerintah. Contoh, Batam FTZ menyeluruh dan akan dikembangkan KEK, ini bagian dia,” kata Kepala BP Batam Muhammad Rudi, Minggu (29/9/2019) lalu.

Dalam pertemuan selanjutnya, di sela-sela acara di Best Western Premier Panbil Hotel, Kamis (10/10) lalu, Rudi kembali menyebutkan kelak KEK ini dijalankan oleh operator.

“Khusus di Batam operatornya di bawah kendali BP Batam,” katanya.

Soal respon sebagian pengusaha yang masih ragu dengan efektivitas KEK, Rudi mengaku punya strategi sendiri. Ia menyebut, untuk tahap awal KEK bisa diterapkan di kawasan yang merupakan milik pemerintah. Misalnya kawasan bandara. Sehingga jika kelak berhasil, para pengusaha yang masih sangsi itu akan melihatnya sendiri.

“Maka kita beri contoh, yang milik pemerintah seperti pelabuhan dan airport,” imbuhnya.

Rudi mengaku mendapat pesan secara khusus dari Presiden Joko Widodo soal penetapan KEK ini. Ia diminta menggesa penetapan KEK Bandara Hang Nadim dan KEK Nongsa Digital Park (NDP) di Nongsa, Batam. Selanjutnya, segera disiapkan penetapan KEK Kesehatan dan KEK di kawasan Pelabuhan Batuampar.

“Jika prosesnya lancar, maka dua bulan ke depan sudah bisa jalan. Mudah-mudahan awal November selesai,” katanya.

Deputi II BP Batam, Enoh Suharto Pranoto, mengatakan ia dan jajaran pimpinan lainnya masih harus menghadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang baru, Airlangga Hartarto pada Senin (28/10) hari ini. Tujuannya, untuk meminta arahan terkait pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Batam.

“Kami belum dapat arahan dari menteri baru. Makanya Senin kami laporkan ke Menko,” kata Enoh di Gedung BP Batam, Sabtu (26//10/2019).

Hingga saat ini, baru ada dua usulan KEK yang tengah diprioritaskan di Batam, yakni dari Nongsa Digital Park (NDP) yang ingin menjadi KEK digital hub dan Bandara Hang Nadim yang direncakan menjadi KEK maintenance repair and overhaul (MRO).

“Ini sudah dibahas di Dewan Kawasan (DK), dan sekarang tengah diproses di menteri dan Dewan Nasional (Denas) KEK. Masih harus dibahas lagi,” ucapnya.

Enoh kemudian menjelaskan, sebenarnya proses penetapan beberapa wilayah di Batam menjadi KEK sangat mudah. Karena dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2009 tentang ketentuan mengenai KEK Pasal 48, ada klausul yang menyatakan bahwa kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (KPBPB/FTZ) bisa segera diusulkan menjadi KEK sesuai dengan ketentuan UU ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.

“Pemerintah memang menawarkan konsep baru KEK yang ada di dalam kawasan Free Trade Zone (FTZ). Ini untuk pengembangan industri dan KEK menjadi salah satu model fasilitas yang didukung oleh DK,” paparnya.

Meski sudah didukung penuh DK dan merupakan arahan dari pemerintah pusat, penetapan KEK di Batam masih harus menunggu selesainya revisi dari UU/39/2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96/2015 tentang fasilitas dan kemudahan di dalam KEK.

“Saat ini revisinya sudah di Sekretariat Negara (Setneg). Adapun perubahannya kalau dulu agak rumit sekarang lebih sederhana. Kalau dulu ikut PP lama, banyak dokumen seperti Amdal dan lain-lain, maka nanti disederhanakan. Kriteria lebih tegas saat pembangunan dan pengelolannya,” ucapnya.

Hanggar pesawat lion air di Bandara Internasional Hang Nadim Batam sudah beroperasi dan sudah di fungsikan untuk perawatan pesawat lion air. F Dalil Harahap/Batam Pos

Enoh menyebut, KEK menawarkan insentif lebih banyak dibandingkan FTZ. Antara tax holiday. Kemudian aturan kepemilikan lahan. Pada umumnya, tanah di Batam hanya bisa dimiliki dengan status hak guna bangunan (HGB) dengan masa sewa 30 tahun sewa awal, lalu dilanjutkan dengan 20 tahun perpanjangan pertama dan 20 tahun perpanjangan berikutnya.

“Maka di KEK setelah pabriknya mulai komersil, bisa ajukan langsung perpanjangan selama 50 tahun,” ucapnya lagi.

Berikutnya, KEK menawarkan kemudahan ekspor ke dalam wilayah pabean. Selama ini, jika produk Batam masuk ke wilayah pabean di Indonesia, maka harus membayar bea masuk.

“Produk KEK bisa masuk pasar dalam negeri asal tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih dari 40 persen,” ungkapnya.

Mengenai siapa administratornya, Enoh mengungkapkan di Batam aturan mainnya beda.

“Tata kelola agak beda dengan yang lainnya. Khusus usulan BP Batam, aturan mainnya agak beda,” paparnya.

Administrator KEK, kata dia, dibranded di BP Batam,dimana layanan perizinan di BP dan Pemko disatukan dilimpahkan ke BP sebagai administrator sehingga tidak ada tumpang tindih.

“Tapi khusus hal ini ini masih dibahas, kami masih harus mendapatkan arahan dari Menko terlebih dahulu,” katanya lagi.

Sedangkan mengenai pemasukan barang ke dalam wilayah KEK dari luar KEK atau dari kawasan FTZ juga tidak ada problematika sulit. Tidak akan ada pengurusan perizinan barang ke BC karena BC sudah menerapkan sistem online.

“Masalah pemasukan barang, nanti Bea dan Cukai (BC) pakai IT Inventory. Sehingga lalu lintas barang, perizinannya tidak ada itu,” jelasnya.

Brand KEK memang digunakan untuk menarik investor asing dengan mengandalkan insentif-insentif menarik. Tapi meski begitu, target investasi akan diberikan pemerintah pusat kepada si pengusul KEK.

“Misalnya di MRO dikasih target Rp 6,5 triliun dan di Nongsa Rp 4,5 triliun. Contoh di Kendal hingga 2025, maka harus dapat 5 miliar dolar Amerika. Kalau tidak tercapai, nanti dievaluasi oleh Denas KEK,” ungkapnya.

Di Batam, potensi wilayah yang bisa dijadikan KEK sangat banyak. Selain itu infrastruktur pendukung baik dari infrastruktur digital maupun pendidikan sudah sangat mendukung.

“Ada data centre BP Batam, Poltek Batam yang sudah kerja sama dengan Singapura. Ada macam-macam,” katanya.

BP tetap berencana untuk menetapkan dua KEK awal ini dalam rentang waktu tiga atau empat bulan. BP juga akan menawarkan KEK ini kepada calon investor ataupun investor yang sudah eksis di Batam.

“Kami akan tawarkan fasilitas baru kepada pengusaha tanpa kurangi fasilias yang ada. Misalkan pindah ke KEK, maka akan dapat fasilitasnya. Jadi kalau ingin masuk silahkan,” jelasnya.

Dua KEK di Batam memang sudah disetujui pemerintah. Hal itu pernah disampaikan oleh Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Sesmenko), Susiwijono Mugiarso.
Dua kawasan ekonomi khusus (KEK) di Batam sudah disetujui oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yakni KEK Bandara Hang Nadim dan KEk Nongsa Digital Park. Setelah disetujui, maka peraturan pemerintah (PP) terkait dua KEK tersebut akan disahkan.

“Dari hasil rapat 1 Oktober kemarin sudah diputuskan menyetujui dua KEK, yakni KEK maintenance repair and overhaul (MRO) dan KEK Nongsa Digital Park. Menko selaku Ketua Dewan Kawasan (DK), Darmin Nasution juga sudah menyampaikannya kepada Dewan Nasional KEK agar segera diproses dan diajukan PP-nya,” kata Susi.

Menurut Susi, kedua KEK tersebut sudah benar-benar siap baik secara administrasi dan teknis. Sedangkan usulan KEK satu lagi di Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam masih dalam tahapan finalisasi.

Realisasi KEK ini kabarnya akan rampung dalam satu bulan karena juga merupakan target yang diberikan DK kepada Walikota Batam, Rudi yang juga menjabat sebagai Kepala BP Batam.

“Deputi II BP Batam sekarang, Pak Enoh juga merupakan sekretaris di Dewan Nasional KEK, makanya proses KEK di Batam akan jauh lebih cepat dari KEK yang lain,” katanya lagi.

Prospek properti pada tahun depan masih tanda tanya. Meski begitu, pengembang properti masih mengambil sikap untuk menunggu. Mereka masih menunggu progres pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Batam.

“Hal yang menarik dari KEK ini yakni produk Batam bisa keluar ke daerah pabean. Sebelumnya, barang lain dari seluruh negara yang terikat perjanjian bebas bisa masuk pasar Indonesia dengan bebas, tapi malah barang Batam tak bisa masuk,” kata ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam, Achyar Arfan, Kamis (24/10) di Batamcentre.

Jika model KEK nanti sesuai dengan yang REI pikirkan, maka industri akan bangkit kembali. “Kalau benar modelnya seperti itu, maka akan menjadi harapan baru bagi Batam,” katanya lagi.

Kalau industri sudah bertumbuh dengan baik, maka sektor perdagangan dan jasa akan tumbuh. “Dan sektor properti bisa ikut tumbuh karena dikerek oleh industri yang berkembang dengan baik di KEK,” jelasnya.

Tapi meskipun begitu, menggenjot properti di Batam juga gampang-gampang susah. Meski akan segera didorong dengan penetapan KEK, pada kenyataannya investasi properti di Batam masih hanya berdasarkan kepada kebutuhan semata.

“Orang beli rumah di Batam masih sebagai tempat tinggal saja. Padahal beli rumah itu lebih baik jika untuk investasi,” jelasnya.

Akademisi yang juga pengamat ekonomi Batam, Muhammad Gita Indrawan, menyebutkan status Batam yang kembali memperkenalkan KEK tanpa menghilangkan FTZ sangat membingungkan.

“Saya gagal paham sebenarnya. Bingung. Dalam satu kawasan ada dua status ekonomi. Seperti apa konsepnya,” ujar Gita ketika dihubungi koran ini, Minggu (27/10).

Dosen Uniba itu juga menyebutkan, belum pernah ada kawasan di mana pun yang menjalankan dua status dalam satu kawasan.

“Terlalu ribet. Ini insentif tujuannya untuk menarik investor ke Batam kan? Jangan mundur ke belakanglah. Dari dulu FTZ sudah menjadi trademark Batam di dunia,” katanya.

Menurut Gita, jika penetapan KEK bertujuan untuk menarik invertor karena menawarkan insentif dan beragam kemudahan, maka sebaiknya cukup dengan menambah insentif FTZ. Tidak perlu menerapkan konsep baru seperti KEK.

Gita menyebutkan, FTZ sendiri di Batam telah dijalankan sejak 1970. Butuh waktu lama untuk mensosialisasikan ini kepada para investor untuk menanamkan modalnya di Batam. Kepres Nomor 74/1971 menjadi pegangan kala itu dimana Batam diberi otoritas khusus untuk pengembangan ekonomi Indonesia di Selat Singapura.

Selain diberi legalitas berupa peraturan, pemerintah pusat juga memberikan anggaran pengembangan infrastruktur melalui Badan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam/OB). Pada saat itu, masa kepemimpinan Ketua OB dijabat oleh almarhum Prof. BJ Habibie.

Di tangannya, pembangunan infrastruktur di Batam pesat. hal ini disebabkan komitmen tinggi dari pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan Batam. Bahkan pemerintah Tiongkok menjadikan Batam sebagai pusat percontohan, mengadopsi perkembangannya untuk pembangunan kawasan industri perdagangan baru di Shen Zhen.

“Harusnya, saat ini pemerintah berpikiran bagaimana mengembalikan kejayaan Batam dahulu di masa sekarang. Sebaiknya FTZ dipertahankan, soal penambahan insentif dalam dunia usaha itu memang penting, memberi kemudahan. Tapi bukan berarti mengganti status yang telah berjalan apalagi menambah KEK,” ujarnya.

BC Tetap Lakukan Pengawasan

Terpisah, Kabid Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) Bea dan Cukai (BC) Batam, Sumarna, mengatakan pihaknya akan tetap melakukan pengawasan atas lalu lintas barang yang keluar masuk Batam, apapun status Batam nanti. Upaya meningkatkan pengawasan keluar masuk barang itu salah satunya dengan melakukan pemetaan wilayah-wilayah yang rawan di Batam terkait keluar masuknya barang-barang secara ilegal.

“Peta-peta kerawanan yang dimungkinkan terjadi pengeluaran dan pemasukan barang yang ilegal itu berada di tempat-tempat baik yang sudah menjadi pelabuhan resmi maupun yang belum resmi atau pelabuhan rakyat,” ujar Sumarna, Kamis (10/10) malam lalu.

Untuk pelabuhan dan bandara resmi, misalnya di Batuampar, Sekupang, Kabil dan Bandara Hang Nadim Batam, sudah menggunakan dokumen kepabeanan dan menjadi atensi utama BC Batam. Meskipun proses keluar-masuk barang dari dan ke Batam sudah diimplementasikan menggunakan dokumen pabean, tapi harus tetap diawasi secara intens terkait keluar masuknya barang.

Mekanisme keluar masuk barang dengan dokumen itu juga bagian dari pengawasan BC Batam, selain memang BC sangat memberdayakan staf di bidang intelijen untuk bisa mendeteksi informasi-informasi yang berkaitan dengan pemasukan barang ilegal melalui pintu-pintu masuk di Batam.

Masih kata Sumarna, yang juga penting untuk dipetakan adalah tempat keluar masuk barang yang ada di pelabuhan rakyat atau pelabuhan tak resmi. Data yang ada di BC Batam, terdapat sekitar 56 pelabuhan rakyat atau tak resmi yang diidentifikasi sangat dimungkinkan digunakan sebagai tempat sandar kapal dan spot untuk mengeluarkan dan memasukkan barang dari dan ke Batam.

Secara formal sesuai aturan, terkait dengan pengawasan barang dari luar negeri ke Batam, menurut Sumarna sebenarnya berdasarkan standar barang masuk dari luar negeri ke Batam, diterapkan jalur hijau.

“Kenapa? Karena memang barang dari luar negeri masuk ke kawasan FTZ, belum ada pemungutan yang masuk maupun pajak dalam rangka impor. Sehingga kami terapkan jalur hijau,” katanya

Akan tetapi, pihaknya tetap menggunakan mekanisme pemeriksaan acak. Kaitannya dengan ini, maka BC menggunakan jalur merah (atas pemasukan barang dari luar negeri ke Batam dilakukan pemeriksaan fisik) tapi secara random.

Lantas siapa yang mengacaknya? Sumarna menegaskan sistemlah yang mengacak pemeriksaan itu. Pihaknya sudah membuat sistem pengawasan yang pemasukan barang dari luar negeri ke Batam dengan mekanisme yang dinamakan PP FTZ 01.

“Dan itu pengawasannya kami lakukan by system dalam rangka untuk mendeteksi adanya barang-barang ilegal, itu kami lakukan jalur merah acak,” katanya. (cha/leo/iza/gas)

Update