Jumat, 15 November 2024

BP Batam Keluarkan Kebijakan Ini Untuk Mengontrol Lalu Lintas Barang di Batam

Berita Terkait

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam memperkenalkan sistem kuota induk barang konsumsi untuk mengontrol kegiatan lalu lintas barang konsumsi di Batam.

Peraturannya tertuang dalam Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 8/2019 j.o. Perka BP Batam Nomor 11/2019.

“Dalam Perka ini sudah mewajibkan penetapan jenis dan jumlah barang konsumsi yang ditetapkan dalam kuota induk barang konsumsi untk kebutuhan selama periode satu tahun,” kata Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam, Tri Novianta Putra, Rabu (6/11/2019).

Sebelumnya, proses pemasukan barang tidak mengenal istilah kuota induk.

Dalam peraturan sebelumnya, tidak mengharuskan adanya kuota induk dan satuan terkecil sebagai dasar penetapan jenis dan jumha barang, melainkan dengan hanya melalui mekanisme last performance atau indeks realisasi.

Di Batam telah ditetapkan Kuota Induk Barang Konsumsi untuk 2826 HS Code yang merupakan proyeksi kebutuhan selama satu tahun.

serta telah teridentifikasi adanya permohonan kekurangan kuota induk untuk kurang lebih 360 HS Code yang telah diajukan oleh 79 perusahaan/pelaku usaha.

Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Batuampar, Batam, beberapa waktu lalu. BP Batam memperkenalkan sistem kuota induk barang konsumsi untuk mengontrol kegiatan lalu lintas barang konsumsi di Batam melalui Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 8/2019 j.o. Perka BP Batam Nomor 11/2019. Foto: Cecep Mulyana/batampos.co.id

Kuota Induk Barang Konsumsi yang dilakukan secara sistem online di dalam Perka terbaru merupakan bentuk evaluasi dan kontrol terhadap kegiatan lintas barang konsumsi di Batam.

Pembatasan kuotanya dilakukan agar kuota konsumsi dapat tepat dinikmati masyarakat Batam.

“Pemerintah dan pimpinan sudah komplain ke kami (BP Batam dan Bea Cukai), fasilitas pembebasan pajak di Batam merupakan fasilitas khusus bagi para pelaku usaha (ekspor impor),” jelasnya.

Kata dia, impor lebih murah di Batam. Namun lanjutnya barang di Batam jauh lebih mahal.

“Semestinya barang itu lebih murah untuk konsumsi masyarakat Batam dan menjadi nilai tambah untuk ekspor yang meningkat,” ujarnya.

“Tapi faktanya ada anomali lain yang terjadi yang harus dicermati,” kata Tri.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam, Rahyudin, mengungkapkan fakta serupa.

Berdasarkan data BPS saat ini, Batam mengalami defisit di mana posisi impor barang lebih besar dibandingkan dengan Ekspor.

Ia cukup menyayangkan karena Batam didominasi oleh industri berorientasi ekspor, namun data menunjukkan nilai impor barang di Batam justru lebih besar di banding ekspor.

“Melalui hasil survei BPS, banyak impor konsumsi dari pada angka ekspor kita,” jelasnya.

Hal itu lanjutnya memperlihatkan proses nilai tambah kurang. Di Kawasan PBPB Batam kata dia, dengan pembebasan pajak dan fasilitasnya, semestinya biaya impor bahan baku murah, diolah di Batam, untuk menghasilkan nilai tambah lebih untuk di ekspor.

Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Bea dan Cukai, Yosef Andriyansah, mengatakan, kuota barang konsumsi harus diatur sesuai kebutuhan konsumsi Batam.

Kuota lanjutnya, harus dinikmati oleh masyarakat Batam secara tepat sasaran, terserap di Batam tidak kurang dan tidak lebih.

“Karena kuota lebih, memberikan peluang itu merembes (kebocoran bahan keluar Batam/tidak tepat sasaran),” ungkapnya.(leo)

Update