Rabu, 24 April 2024

Anggaran Mengganjal Pembinaan Atlet Kepri

Berita Terkait

batampos.co.id – Sejumlah atlet Kepri hampir saja batal mengikuti ajang Pra-Pekan Olahraga Nasional (Pra-PON) yang digelar 12-17 November lalu. Padahal, ajang ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan tiket PON tingkat nasional yang rencananya akan dihelat di Papua pada tahun depan.

Di antara atlet yang nyaris gagal mengikuti Pra-PON itu adalah atlet silat Kepri asal Batam. Juga atlet cabang layar. Padahal dua cabang olah raga (cabor) ini merupakan andalan di Kepri. Kedua cabor tesebut paling sering menyumbang emas.

Alasan pemerintah cukup standar. Yakni tidak ada anggaran untuk membeli tiket pesawat bagi para atlet. Anggaran sudah habis. Padahal, ada konsekuensi yang harus ditanggung apabila tahapan Pra-PON ini tidak diikuti.

“Kami tidak diperbolehkan mengikuti PON,” kata Pelatih Tim Layar Kepri, Weng Samsi, Sabtu (16/11/2019) lalu.

Pandangan Weng menerawang. Ia mengingat kembali pergolakan batinnya kala mengajukan dana ke pemerintah pada Agustus lalu untuk kegiatan Pra-PON. Ia mengajukan anggaran yang tidak terlalu besar, yakni hanya Rp 80 juta. Namun pemda tak kunjung menyetujui pengajuan tersebut.

“Sedari awal kami sudah ajukan ke pemerintah. Tapi ternyata tak dapat juga, kecewa, pastinya,” ungkapnya.

Pelatih yang mengabdikan hidupnya membina atlet-atlet muda Batam ini tak patah arang. Ia mencoba berkoordinasi dengan jajaran KONI Kepri. Akhirnya disepakati seluruh atlet layar itu berangkat ke Pra PON. “Sumber dananya dari mana saja,” ucapnya.

Keberangkatan atlet layar ini tidak sia-sia. Mereka berhasil menggondol 5 emas dari beragam kualifikasi. “Ka­mi berhak ikut PON. Namun, berangkat 2020 nanti juga masih belum tahu gimana,” tuturnya.

Selain memikirkan biaya keberangkatan PON 2020, Weng mengatakan pihaknya juga butuh biaya pembinaan untuk pelatihan intensif jelang PON. Masing-masing atlet membutuhkan biaya Rp 200 ribu per hari untuk asupan gizi para atlet.

“Mereka itu setidaknya membutuhkan asupan 2.000 kalori per hari,” ungkapnya.

Dua atlet atletik Kota Batam tengah berlatih di Stadion Gelora Citramas, Kabil, Nongsa, Jumat (23/11/2018) lalu. Atlet-atlet cabor atletik Batam sedang dipersiapkan untuk menghadapi berbagai event di 2019.
foto: batampos.co.id / ryan agung

Weng mengatakan, pengembangan olahraga haruslah lebih serius. Juga jangan dipandang sebagai proyek yang dapat menghasilkan uang.

“Kalau dilihat seperti itu, ya olahraga di Kepri sulit maju,” tuturnya.

Permasalahan dana menjadi momok yang terus meng­hantui pembinaan olahraga prestasi di Kepri. Hal ini diakui Ketua Harian KONI Kepri, Nur Syafriadi.

Menurut pria yang dua kali menjabat sebagai pengurus KONI Kepri ini, hal ini sudah lama terjadi.

“Dari saya pertama kali menjadi ketua harian, dan kini memasuki masa jabatan ketiga, pembinaan olahraga di Kepri terkendala dana,” tuturnya.

Sementara proses pengajuan anggaran, menurutnya, berjalan sebagaimana umumnya. KONI Kepri mengajukan proposal kebutuhan tahunan kepada Pemprov Kepri.

Kemudian dinas terkait, dalam hal ini Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kepri melakukan verifikasi dan kelayakan. Selanjutnya, proposal itu diajukan pada Badan Anggaran (Banggar) Provinsi Kepri untuk melihat kemampuan pemerintah provinsi.

“Baru kemudian diajukan pada rapat pembahasan di dewan. Dan ketentuannya, jika memang ada yang tidak dipahami saat proses pengajuan anggaran, baik pemprov maupun dewan saat sidang komisi bisa memanggil KONI Kepri,” urainya.

Namun yang sering terjadi, lanjut Nur, KONI Kepri tidak pernah diminta keterangan terkait dengan kebutuhan pembinaan olahraga prestasi. “Saat pembahasan, KONI Kepri tak pernah diajak berbicara,” keluhnya.

Terkait dengan keikutsertaan dalam PON 2020 Papua, Nur mengaku KONI Kepri sudah mengajukan anggarannya dan tengah dalam pembahasan. Namun hingga kini belum ada kejelasan soal anggaran itu.

Beberapa skenario juga disiapkan oleh KONI Kepri terkait belum jelasnya ketersediaan anggaran. Apalagi dengan jauhnya jarak yang harus ditempuh oleh kontingen Kepri untuk berlaga di Papua.

Setidaknya, untuk transportasi saja satu atlet membutuhkan biaya Rp 10 juta pergi pulang.

“Belum untuk akomodasi, transportasi selama di Papua, dan juga kebutuhan selama di sana,” katanya.

Rencananya, akan ada 150 atlet dan ofisial yang akan diberangkatkan ke PON di Papua. Dan perkiraan anggarannya mencapai Rp 9 miliar hingga Rp 10 miliar.

Sementara Kadispora Kepri, Maifrizon, mengungkapkan hal serupa. Pihaknya sudah berusaha untuk melakukan verifikasi dan asistensi terkait dengan pengajuan anggaran KONI Kepri.

“Apalagi saya juga menjabat sebagai Bimtek KONI Kepri. Tentu saja punya kewajiban moral untuk bisa membantu pengajuan anggaran KONI Kepri. Tetapi, dana yang sudah diajukan itu lenyap saat pembahasan dan hanya muncul dana tahunan sebesar Rp 2 miliar,” urai Maifrizon.

Namun yang harus digarisbawahi, kata Maifrizom, tanggungjawab terhadap pengembangan olahraga sebenarnya bukan hanya di tangan pemerintah. Masyarakat juga harus ikut berperan.

“Ini tugas bersama,” tegas Maifrizon.

Terkait dengan skema koordinasi dan komunikasi, Maifrizon mengaku antara pemerintah daerah dan KONI Kepri tidak mengalami kendala. “Semua bisa dikoordinasikan dan dikomunikasikan. Tetapi terkait anggaran ini yang susah untuk dipahami,” katanya.

Ke depan Maifrizon berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Apalagi Plt Gubernur Kepri Isdianto telah memberikan komitmen serupa saat pelepasan kontingen Kepri menuju ke Porwil akhir Oktober lalu.

“Dispora tetap akan berupaya membantu dalam proses penyusunan dan pengajuan anggaran KONI Kepri. Apalagi tahun 2020 nanti akan digelar PON di Papua. Dan ini memang harus dianggarkan jauh-jauh hari mengingat besarnya anggaran yang diperlukan,” kata Maifrizon.

Sementara itu, hampir seluruh cabor yang berangkat dalam Porwil Bengkulu awal November lalu mengeluh dengan persiapan kontingen Kepri. Dari persiapan yang sekadarnya, hingga tidak adanya pemusatan latihan.

“Mohon maaf jika Muaythai hanya mampu menyumbang dua medali perunggu. Persiapan minim, sementara tidak ada pemusatan latihan. Otomatis tidak maksimal dan belum bisa memenuhi target untuk lolos ke PON Papua,” ujar pelatih Tim Muaythai Kepri, Hendri Koto.
Ketua PBSI Kepri Sukriadi juga sempat mengeluhkan kondisi kontingen Kepri.

“Bagaimana kami bisa berprestasi sementara untuk berlatih saja terkendala dana. Masing-masing cabor harus menggelar pemusatan latihan mandiri, dan menggunakan dana pribadi,” keluhnya.

Hal senada disampaikan anggota DPRD Batam dari Komisi IV, Aman. Menurut Aman, perhatian pemerintah, khususnya Pemko Batam, terhadap dunia olahraga sangat minim. Terutama dari sisi anggaran.

Komisi IV selalu mengusulkan anggaran yang layak untuk pengembangan olahraga dalam setiap pembahasan APBD. Namun usulan tersebut selalu ditolak dan nilai anggaran selalu dipangkas.

“Sampai sekarang nol besar,” ujarnya.

Pembinaan untuk olahraga prestasi, lanjut Aman, sangat minim dilakukan di Batam. Di sisi lain sebenarnya pemerintah sudah memberikan dana hibah ke KONI. Namun sepertinya lebih terkonsentrasi anggarannya di KONI dengan dana hibah. Sedangkan untuk di Dispora Batam yang harusnya menjadi ujung tombak untuk urusan olahraga di Batam justru anggarannya kecil sekali.

“Apakah dengan dana hibah itu cukup atau tidak untuk melakukan pembinaan atlet dan pencapaian prestasi, itu kami yang tak paham,” terangnya.

Masih kata Aman, harusnya dari Dispora Batam itu melakukan pembinaan sejak dini sudah harus digenjot baik di tingkat sekolah maupun lainnya. Yang ada saat ini justru yang banyak diurusi Dispora Batam adalah olahraga yang sifatnya tidak pada pembinaan dan prestasi.

“Ada juga sumber-sumber dana dengan memaksimalkan potensi seperti perusahan melalui CSR dan sebagainya untuk digandeng membina atlet. Namun memang tak semua perusahan mampu dan mau menyalurkan CSR nya untuk pembinaan atlet,” tegasnya.
Menurut Aman, dalam setahun anggaran pembinaan olahraga di Dispora Batam hanya Rp 800 juta per tahun. Angaran tersebut biasanya habis hanya untuk satu cabang olahraga saja, misalnya bola voli.

“Jadi wajar jika di Batam ini prestasi atletnya minim. Sebab pembinaannya juga terbatas,” terangnya. (cha/ska/gas)

Update