Sabtu, 20 April 2024

Menyebar Pemanfaatan Gas Bumi, Menebar Untung Bagi Para Pelaku Ekonomi

Berita Terkait

Sebagai Subholding Gas, PT PGN terus memperluas pemanfaatan gas bumi di pasar domestik. Sehingga usaha kecil, menengah, hingga industri merasakan untung lebih karena efisiensi dari penggunaan energi baik tersebut.

Suparman, Batam

Senja mulai turun saat Rusdi menyeruput kopi terakhirnya di kedai kopi di dekat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di Batam Centre, Rabu (6/11/2019) lalu. Ia baru saja mengisi gas untuk taksinya. Sebelum pulang ke rumah, Rusdi ngopi sambil berbincang santai dengan sesama sopir taksi lainnya.

Rusdi kemudian menceritakan, bagaimana ia merasakan untung dengan gas bumi. Sejak menggunakan bahan bakar gas (BBG) ia bisa menghemat biaya antara 40-50 persen.

Ia mengisahkan, sebelum beralih ke BBG, rata-rata ia menghabiskan 10 liter bahan bakar minyak (BBM) per hari.

Biasanya, ia menggunakan BBM non subsidi dengan harga Rp 8.150 per liternya. Sehingga dalam sehari, ia bisa menghabiskan Rp 81.500 untuk membeli BBM.

Namun sejak beberapa bulan terakhir, ia beralih ke BBG. Dengan harga BBG Rp 4.500 per liter setara premium (LSP), kini ia hanya menghabiskan uang Rp 45 ribu per hari untuk membeli bahan bakar untuk taksinya.

“Meskipun dibandingkan dengan premium, pakai BBG ini masih lebih murah,” kata Rusdi.

Selain itu, BBG juga lebih irit dibandingkan dengan BBM. Rusdi membandingkan, dengan 1 liter premium, taksinya bisa menempuh jarak sejauh 12 kilometer. Namun dengan 1 LSP BBG, taksinya bisa menempuh jarak hingga 15 kilometer.

“Karena irit dan murah, kita lebih berani mutar cari penumpang. Jadinya pintu rezeki terbuka lebih lebar,” kata Rusdi.

Soal tarikan mesin, Rusdi menyebut tidak ada masalah. Taksinya masih bisa melaju kencang meski menggunakan BBG. Hanya saja, saat melewati tanjakan, posisi persneling harus di gigi satu.

“Tapi untungnya di Batam tidak banyak tanjakan,” katanya.

Lumba Simamora mengamininya. Sopir taksi online ini mengaku sudah setahun lebih menggunakan BBG untuk operasional taksinya.

Sebelum beralih ke BBG, biasanya ia menghabiskan Rp 81 ribu per hari untuk membeli BBM.

”Setelah ganti BBG, sehari hanya habis sekitar Rp 45 ribu. Jadi, hematnya antara 40 sampai 50 persen,” kata Lumba.

Soal tarikan mesin, kata Lumba, hampir tidak ada bedanya antara BBM dengan BBG. Hanya saja, saat awal menjalankan kendaraan, mesin terasa sedikit kurang responsif.

”Soal tarikan mesin beda tipis saja,” katanya.

***
Senja akhirnya berganti menjadi malam. Namun bagi M Nuh dan istrinya, Eem Suhartini, malam adalah awal bagi mereka untuk memulai rutinitas memasak. Tapi malam itu, M Nuh tidak ditemani istrinya. Ia bersama seorang karyawannya.

“Ibu baru saja tidur. Capek nyiapin bumbu,” kata Nuh saat ditemui di dapurnya di Perumahan Bida Asri 1 Blok B1 Nomor 26 Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau, Kamis (14/11/2019) malam lalu.

Tujuh dari 11 tungku dinyalakan. Api berwarna biru terlihat konstan memanaskan perkakas dapur yang sudah ditaruh di atas masing-masing tungku yang menyala. Ada tiga dandang ukuran besar, dua wajan, dan dua panci ukuran sedang.

Tiga dandang itu untuk memasak nasi. Dandang 1 untuk memasak nasi putih, dandang 2 nasi kuning, dan dandang ketiga untuk memasak nasi uduk.

Sementara di dua panci ukuran sedang tengah dimasak tahu dan ayam ungkep. Kemudian dua wajan untuk memasak bumbu dan sambal.

M Nuh terlihat fokus pada wajan sambal. Sesekali ia mengaduk-aduknya supaya tidak gosong.

“Ini persiapan saja. Nanti jam 3 baru benar-benar masak,” kata M Nuh.

Petugas dari Perusahaan Gas Negara (PGN) Batam melakukan pengecekan jaringan gas bumi di dapur pemilik Rumah Makan Favorit, Eem Suhartini, di Perumahan Bida Asri I Batam Center, Batam, beberapa waktu lalu. Foto: Cecep Mulyana/batampos.co.id

Kecuali tiga jenis nasi, kata M Nuh, yang dimasak malam itu memang baru sebatas bumbu-bumbu saja.

Sementara ayam baru akan digoreng pada pukul 3 pagi. Begitu juga dengan sayuran untuk nasi campurnya.

Semua masakan itu merupakan menu sarapan pagi di Rumah Makan Favorit yang sudah lama dikelola M Nuh dan istrinya, Eem Suhartini.

Lokasi rumah makan masih berada di dalam komplek perumahan Bida Asri 1. Pelanggannya kebanyakan merupakan para pekerja pabrik.

M Nuh kemudian menceritakan, dulu ia memasak dengan menggunakan gas elpiji ukuran 3 kilogram.

Dalam sehari rata-rata menghabiskan 7 tabung gas. Dengan kata lain, dalam sebulan ia menghabiskan 210 tabung gas.

Jika dinominalkan, dalam sebulan ia memerlukan biaya Rp 3.780.000 untuk membeli gas epiji.

Namun sejak 2013, ia beralih gas dari PGN. M Nuh menyebut, pemakaian gas alam jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan gas elpiji.

“Tagihannya tak sampai dua juta setiap bulan,” kata M Nuh.

Selain lebih hemat, M Nuh mengaku merasakan banyak keuntungan lain dengan menggunakan gas alam.

Di antaranya tidak perlu mengganti tabung gas, gas mengalir terus sehingga kompor bisa terus menyala. Memasak tidak terganggu.

Tak hanya itu, saat masih menggunakan gas elpiji ia juga sering dihantui kelangkaan atau kehabisan stok gas.

Sebab dalam sepekan, biasanya hanya ada tiga kali pasokan gas elpiji ke pangkalan gas.

“Sering juga kesulitan mencari gas, takut meledak, macam-macam lah masalahnya,” kata M Nuh.

Namun sejak beralih ke gas alam dari PGN, ia menjadi lebih tenang. Tidak takut lagi akan terjadi tabung meledak.

Tidak pernah khawatir akan kehabisan pasokan gas. M Nuh makin tenang dan nyaman menggunakan gas bumi karena petugas PGN rutin mengecek dan memeriksa jaringan gas.

Dan yang jelas, ia bisa menambah pundi-pundi keuntungan karena gas alam jauh lebih hemat dibandingkan gas elpiji.

“Selain itu Mas bisa lihat sendiri, dapur saya menjadi lebih bersih. Kalau pakai elpiji ada kerak-kerak di tungku,” katanya.

Tak hanya sektor UMKM, komersial, dan para sopir taksi, para pelaku usaha sektor industri di Batam juga ikut menghitung untung dengan gas bumi.

Beberapa industri pengolahan di Batam kini sudah beralih menggunakan gas bumi. Yang terbaru adalah pabrik pembuatan katup untuk tujuan ekspor, PT Tomoe Valve Batam, yang beralih menggunakan bahan bakar gas bumi dari sebelumnya elpiji.

PT Tomoe Valve Batam menggunakan gas bumi dari PGN untuk menggerakkan mesin produksi seperti die casting dan painting.

Di wilayah Batam Centre, beberapa rumah makan juga mulai beralih ke gas bumi dari PGN. Seperti RM Mie Terempak, RM Ikan Bakar Cianjur, Rumah Makan Bu Joko, dan masih banyak lagi.

Sejumlah mal dan pusat perbelanjaan juga ramai-ramai mengoperasikan mesin pembangkit listrik dengan menggunakan gas alam PGN. Mereka tak lagi mengandalkan PLN untuk menyuplai listrik bagi para tenan.

Ribuan Pelanggan Gas Bumi

Hingga September 2019, jumlah total pelanggan gas bumi di Batam mencapai 4.800 pelanggan yang terdiri dari berbagai sektor. Mulai sektor rumah tangga, komersial, industri, hingga pembangkit listrik.

“Kebanyakan merupakan pelanggan gas rumah tangga. Saat ini jumlahnya sekitar 4.600 pelanggan,” Sales Area Head PGN Batam, Wendi Purnomo, Rabu (20/11) lalu.

Jumlah pelanggan gas bumi di Batam terus tumbuh dari waktu-ke waktu. Khusus untuk sektor industri dan komersial, pelanggan gas PGN tumbuh sekitar 10 persen tahun 2019.

Pertumbuhan itu didorong peningkatan infrastruktur gas yang dilakukan PGN bersama pemerintah, serta bukti bahwa energi baik itu lebih efisien dibandingkan energi lainnya.

Wendi mengatakan, tahun lalu jumlah pelanggan gas bumi sektor industri dan komersial mencapai 80 pelanggan.

Namun, per September 2019 jumlahnya naik menjadi 88 pelanggan. “Ada penambahan 8 pelanggan,” kata Wendi.

Wendi mengatakan, efisiensi menjadi alasan utama mengapa pelaku industri dan usaha komersial memilih menggunakan gas bumi.

Menurut dia, gas bumi lebih hemat dibandingkan bahan bakar lain seperti solar ataupun elpiji. Untuk sektor industri, tingkat efisiensi bisa mencapai 20 persen hingga 30 persen.

Sementara untuk sektor komersial seperti restoran, hotel, usaha laundry, dan lainnya bisa menghemat biaya bahan bakar antara 40 persen hingga 50 persen jika memakai gas bumi.

Selain efisiensi, lanjut Wendi, rata-rata pelanggan memilih beralih ke gas bumi karena alasan kemudahan.

Sebab dengan menggunakan gas bumi, pelanggan cukup membuka kran saat hendak menggunakan gas bumi.

Berbeda jika menggunakan solar atau elpiji. Para pelaku usaha harus melakukan penyetokan solar atau tabung gas elpiji.

Selain itu, mereka juga harus sering mengganti tabung gas saat isinya habis. Juga menyiapkan gudang penyimpanan gas untuk cadangan atau stok.

“Jadi lebih repot. Kalau pakai gas bumi simple, mudah, dan murah,” katanya.

Selain dari segi jumlah pelanggan, jumlah volume pemakaian gas bumi di Batam dari sektor industri dan komersial juga meningkat.

Jika tahun lalu hanya mencapai 62 BBTUD, tahun ini meningkat menjadi 70 BBTUD.

”Jadi ada peningkatan sekitar 11 sampai 12 persen. Karena lebih efisien, industri berani meningkatkan kegiatan produksinya,” kata Wendi.

Jika pelanggan sektor industri dan komersial naik, maka tidak demikian dengan pelanggan rumah tangga.

Sebab program gas rumah tangga atau jargas sifatnya penugasan dari pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM.

“Kebetulan tahun ini tidak ada penugasan. Jadi, jumlah pelanggannya tidak naik,” kata Wendi.

Wendi menyebut, saat ini ada sekira 4.600 pelanggan gas rumah tangga di Batam.

Namun, pihaknya sudah melakukan pendataan calon penerima program jargas sebanyak 4.000 rumah tangga untuk tahun 2020.

Perluas Infrastruktur Gas Bumi di Batam

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk terus membangun jaringan gas bumi untuk memperluas pemanfaatan energi baik itu di segala sektor konsumen.

Hingga saat ini, pipa gas bumi yang dimiliki dan dioperasikan PGN di Batam sepanjang 141,3 km yang tersebar di wilayah Batam Center, Batuaji, Tanjunguncang, Nagoya, Batuampar, dan Kabil.

Di Batam, proyek besar PGN yang terbaru adalah pembangunan pipa gas sepanjang 11 kilometer dari Baloi hingga ke Batuampar. Proyek ini dimulai Maret 2014 dan rampung di akhir tahun 2014.

Ini merupakan jaringan pipa distribusi dengan ukuran 10 inci, 8 inci, dan 6 inci. Pipa tersebut menjadi pipa induk distribusi gas untuk para pelanggan di wilayah Batuampar dan pusat bisnis Batam di kawasan Nagoya.

Di Batuampar, gas bumi disalurkan untuk para pelanggan dari sektor industri. Terutama industri galangan kapal.

Di sana terdapa beberapa galangan kapal berskala besar, salah satunya McDermott. Sementara untuk kawasan Nagoya, gas bumi disalurkan untuk para pelanggan komersial.

Seperti rumah makan dan restoran, hotel, usaha laundry, dan usaha kecil menengah (UKM) lainnya.

Pembangunan jaringan gas bumi di Batam terus berlanjut. Tahun depan PGN akan membangun jaringan gas bumi dari Batam Center menuju Seipanas.

Jaringan gas ini nantinya akan memenuhi permintaan gas untuk sektor komersial di wilayah itu.

“Panjangnya sekitar tujuh kilometer,” kata Sales Area Head PGN Batam, Wendi Purwanto, Selasa (12/11/2019) lalu.

Wendi menjelaskan, saat ini di Seipanas sedang banyak dibangun area komersial. Banyak hotel baru di sana.

Juga restoran dan rumah makan di Seipanas saat ini sudah memastikan akan menggunakan gas bumi sebagai energi untuk menjalankan bisnis.

Sementara untuk jaringan pipa gas bagi konsumen rumah tangga, Wendi menyebut sejauh ini belum ada rencana pembangunan.

Sebab program gas rumah tangga (Jargas) sifatnya merupakan penugasan dari pemerintah, yakni dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Selagi ada penugasan, kami dari PGN akan selalu siap menyediakan jaringan dan pasokan gas bumi bagi kalangan rumah tangga,” katanya.(*)

Update