Sabtu, 20 April 2024

Gudang Solar Ilegal Menjamur Dipicu Perbedaan Harga Subsidi dan Nonsubsidi

Berita Terkait

batampos.co.id – Antrean panjang kendaraan di hampir semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Batam untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis biosolar masih terus ter­jadi hingga saat ini. Pe­nye­bab­nya, salah satunya dipicu pe­nyelewangan BBM bersubsidi itu.

Hal ini terbukti dengan peng­gerebekan gudang solar ilegal yang berisi sekitar 3 ton solar subsidi di wilayah Dapur 12, Sagulung, Batam, oleh Di­nas Perindustrian dan Per­da­gangan (Disperindag) Ko­ta Batam, Rabu (11/12/2019) lalu.

“Ternyata mereka ini biang kelangkaan solar selama ini. Pantas saja setiap ada antrean solar pasti berjubel mobil-mobil siluman itu. Paling banyak angkot dan mobil sedan yang antre dan setiap ada SPBU yang ada solar pasti ada mereka. Ini harus diusut tuntas,” ujar Haikal, warga Batuaji saat dimintai tanggapannya, Kamis (12/12).

Modusnya, biosolar itu dilangsir menggunakan mobil angkot jenis minibus dari SPBU yang menjual solar bersubsidi. Bukan hanya satu mobil, tapi 12 unit yang sudah dimodifikasi tangkinya, sehingga saat pengisian bisa dalam jumlah yang lebih banyak. Mereka bisa berpindah dari SPBU satu ke SPBU lainnya, lalu ditampung di gudang dengan kamuflase bengkel, sebelum dijual ke pihak lain. Penggerebekan gudang penimbunan solar subsidi di Dapur 12 diapresiasi masya­rakat.

Mereka meminta siapa saja yang terlibat dalam praktik penyelewengan BBM bersubsidi ini diusut tuntas karena meresahkan masyarakat.

Selain itu, masyarakat juga berharap agar penertiban serupa terus digalakkan, sebab masih banyak gudang-gudang penimbunan solar lain di wilayah Batuaji dan Sagulung, maupun wilayah lainnya di Batam.

Wilayah Batuaji dan Sagulung selama ini memang kerap kekosongan stok solar. Kelangkaan solar ini bahkan masih terjadi sampai saat ini. Jika satu SPBU ada stok solar, maka SPBU lainnya kosong. SPBU yang memiliki stok solar inilah yang jadi sasaran bagi kendaraan modifikasi milik mafia solar tersebut.

Kendaraan yang antre untuk mendapatkan solar umumnya memiliki kapasitas tangki yang tak lazim. Ini bisa terlihat dengan nominal pengisian yang ada di monitor pompa pengisian BBM. Rata-rata di atas angka Rp 300 ribu sekali isi.

Praktik seperti ini marak terjadi selama ini dan diduga melibatkan pihak SPBU. Sebab, seharusnya kendaraan berbahan solar yang membeli solar subsidi mengantongi kartu Brizzi yang pengisiannya dibatasi 30 liter per hari. “Ini yang akan kita dalami bersama pihak-pihak terkait. Kenapa bisa dapat banyak solar subsidi di setiap SPBU,” ujar Gustian Riau, Kepala Disperindag Kota Batam, kemarin.

Pekerja menurunkan barang bukti solar yang diamankan dari gudang penimbunan di wilayah Dapur 12, Sagulung oleh Disperidag Kota Batam, Rabu (11/12) lalu.
foto: batampos.co.id / Cecep Mulyana

Lalu apa yang memicu penyelewenangan tersebut? Gustian menilai, salah satunya dipucu perbedaan harga solar subsudi dengan nonsubsidi yang begitu besar. Di Batam, solar subsidi (biosolar) dijual seharga Rp 5.150 per liter, sementara solar nonsubsidi seperti dexlite maupun di atasnya dijual di atas Rp 10 ribu per liternya. Dua kali lebih mahal dari harga subsidi.

Praktik penyelewengan solar bersubsidi ini membuat banyak pihak berani melakoninya lantaran ada market yang jelas. Di Batam ada banyak industri maupun usaha lainnya yang membutuhkan BBM solar dan sejenisnya. Termasuk juga menjualnya ke kapal-kapal tanker di kawasan Out Port Limited (OPL).

Jika menggunakan BBM nonsubsudi, biaya lebih besar, sehingga solar subsidi yang dilangsir pelaku usaha ilegal itu menjadi pilihan utama, meski para pelaku menjual sedikit lebih tinggi dari harga di SPBU, namun masih di bawah harga nonsubsidi. Apalagi bisa didapat dalam jumlah banyak, karena pelangsir solar subsidi umumnya menimbun dulu, setelah banyak baru dijual ke industri.

“Tapi kami masih terus mendalaminya. Pelaku ini menjualnya ke mana saja,” ujar Gustian.
Penelusuran Batam Pos di sejumlah wilayah Batuaji dan Sagulung, lokasi gudang penimbunan solar subsidi hasil langsiran dari SPUB ini sangat banyak. Bahkan bukan rahasia umum lagi, hampir setiap lokasi kawasan industri ada gudang penampungan solarnya.

Kawasan industri galangan kapal Tanjunguncang misalnya, ada puluhan lokasi gudang penimbunan solar. Gudang-gudang ini terjaga dan dilindungi dengan baik, sebab melibatkan banyak pihak.

Gudang-gudang penimbunan solar ini ada yang berskala besar dan juga kecil. Skala kecil yakni gudang yang menampung langsiran solar dari kendaraan operasional harian dengan jumlah sekitar lima hingga sepuluh liter per hari. Kendaraan yang memasok solar ke gudang kecil ini seperti truk proyek, angkot, dan juga kendaraan pribadi.

Sementara gudang untuk skala besar, menampung solar dari penampung kecil tadi dan juga solar yang didapat dari tanker-tanker pengangkut minyak di laut. Gudang besar ini umumnya di dalam kawasan industri dan pemiliknya adalah pemain lama yang sudah cukup dikenal masyarakat.

Praktik penyelewengan BBM bersubsidi ini bukan sebatas indikasi saja. Praktik ini nyata terjadi hingga saat ini. Aparat penegak hukum terkait sudah beberapa kali membuktikan baik berupa penangkapan ataupun penggerebekan.

Catatan Batam Pos, sebulan terakhir ini sedikitnya sudah tiga kasus penyelewengan yang ditindak. Pertama, pelangsir solar subsidi dengan modus surat rekomendasi untuk nelayan di Pulau Setokok. Kasus ini ditangani Polsek Batuaji dan diketahui pelaku pelangsiran memegang surat rekomendasi sebanyak enam lembar yang bukan atas namanya semua.
Selanjutnya penggerebekan gudang solar berkedok bengkel oleh Disperindag di Dapur 12, Sagulung, dan penangakapan kapal pelangsir solar oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) di perairan Batam, Rabu (11/12) lalu.

Sebelumnya, Manager Communication and CSR MOR I Pertamina, Roby Hervindo, mendukung langkah Disperindag Batam menggerebek gudang penyimpan solar subsidi hasil langsiran dari sejumlah SPBU.

“Kita mendukung pengungkapan yang dilakukan pihak kepolisian dan Disperindag. Sejauh ini pengawasan Pertamina hanya di SPBU, berbeda jika sudah ke masalah konsumen. Pertamina tidak punya wewenang ke sana,” ujar Roby.

Menurutnya, kasus tersebut termasuk penyelewengan penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM yang tertuang dalam Perpres 191 tahun 2014 yang di dalamnya ada peruntukkan solar subsidi.

“Kita juga akan cek ke SPBU-nya. Apakah ada kemungkinan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP),” katanya. Pertamina siap menindak SPBU yang terbukti terlibat.

Roby juga akan mengecek lagi kemungkinan penyalahgunaan kartu Brizzi untuk pengguna solar subsidi. Apakah pendistribusian kartunya sudah sesuai atau tidak. “Tapi selama pembeli punya kartu (Brizzi), Pertamina tidak bisa melarang. Tapi jika ada penyelewengan, bisa ditindak, namun perlu di cek lagi,” ujarnya.

Dewan Minta Usut Tuntas

Sementara itu, legislator di DPRD Kota Batam mendorong Disperindag dan aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus penyelewengan solar subsidi di gudang penampungan solar di daerah Sagulung. Menurutnya, hal itu penting dilakukan karena aktivitas ilegal tersebut sangat berdampak terhadap masyarakat Batam.

“Masyarakat teriak solar langka. Tapi nyatanya ini ulah oknum-oknum tertentu. Kita harap ini diusut tuntas karena sangat merugikan masyarakat,” ujar anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Utusan Sarumaha, Kamis (12/12).

Diakuinya, penyelidikan dan penyidikan ini harus melibatkan semua pihak. Siapa saja pihak yang terkait, modus yang digunakan, bagaimana cara mereka mengambil solar tersebut, serta SPBU mana saja yang mengeluarkan solar itu.

“Ini semua harus diusut tuntas. Jika perlu sampai ke sanksi pencabutan izin SPBU bila terbukti melanggar aturan dengan ikut bermain,” tegas politisi Hanura itu.

Utusan yakin, kelangkaan solar yang terjadi di Kota Batam beberapa waktu terkahir akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut. Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut mengingat tingkat kebutuhan solar di Batam cukup tinggi.

“Saya pikir bukan hanya solar saja. Tapi juga BBM subsidi lainnya. Karena sudah ada permainan di sana,” ucap Utusan.

Sementara itu, kuota solar subsidi untuk Kepri mencapai 14,5 juta kiloliter, plus kelebihan kisaran 0,8 sampai 1,3 juta kiloliter per tahun. Khusus Kota Batam, kebutuhannya mencapai 107-109 kiloliter per hari. (rng/yui/eja)

Update